Menjelaskan pengertian hukum perdata, hukum adat dan hukum islam



1.      Menjelaskan pengertian hukum perdata, hukum adat dan hukum islam

a)      Hukum acara perdata tidak lain dan tidak bukan adalah semua kaidah hukum yang menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana diatur dalam hukum perdata materiil.
b)      Istilah Hukum Adat berasal dari bahasa Arab Huk'n, (jamaknya Ah/cam) artinya suruhan atau ketentuan. Misal dalam hukum Islam ada 5 macam perintah yang disebut al-ahkam al-khamsah" yaitu Fardh fwajib) ta (larangan) sunnah fanjuran) makruh fcelaan) dm job. mubah atau halal (kebolehan). Adah atau adat artinya kebiasaan.Hukum Adat merupakan istilah teknis yuridis, artinya istilah yang dipakai di dalam ilmu pengetahuan hukum. Hukum Adat berasal dari terjemahan istilah Adatrecht (bahasa Belanda). Snouck Hurgronje adalah seorang jlmuwan Barat yang pertama kali memperkenalkan dan menggunakan istilah Adatrecht. Istilah tersebut kemudian dipakai para llmuwan dan peneliti barat dalam berbagai laporan perjalanan atau tulisan lepas.
c)      Islam sebagai agama lahir maupun batm, bagi para pemeluknya harus dapat memenuhi ketiga aspek tersebut di atas yaitu:
Pertama, secara vertikal manusia berhubungan dengan Tuhan yang hanya bisa berserah diri dan patuh sepenuhnya kepada Tuhan.
Kedua, secara horisontal manusia berhubungan dengan sesama manusia menghendaki adanya hubungan saling menyelamatkan, menentramkan dan mengamankan.
Ketiga, secara pribadi Islam dapat menimbulkan kedamaian, ketenangan batin, kemantapan rohani dan mental pribadi seseorang yang beragama Islam





2.      Mengetahui, memahami dan dapat menjelaskan isi dari ukum perdata, hukum adat dan hnkum islam.

1)      Sumber hukum acara perdata
Ada beberapa sumber hukum acara perdata Indonesia. Sumber-sumber hukum tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Het   Herziene   Indonesisch   Reglement   (HIR)   dan   Rechtsreglement . Buitengewesten (Rbg.)
2)      Reglemen tentang Organisasi Kehakiman
3)      Burgerlijk Wetboek voor Indonesie (disingkat BW) buku ke IV.
4)      Reglemen Catatan Sipil yang memuat peraturan-peraturan hukum acara perdata
5)      Beberapa Undang-undang yang relevan, antara lain:
6)      Yurisprudensi. Misalnya putusan MA tanggal 14 April 1974 No. 99 K/Sip/1971.
7)      Adat kebiasaan.
8)      Perjanjian internasional.
9)      Doktrin.
10)  Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA).
Asas – asas hukum acara perdata
Dalam proses acara perdata ada beberapa asas penting yang perlu diperhatikan, yaitu:
1.      Beracara dengan hadir sendiri
2.      Beracara dikenakan biaya
3.      Pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan
4.      Hakim mendengar kedua belah pihak
5.      Terikatnya hakim kepada alat pembuktian
Ketentuan mengenai alat pembuktian diatur daam pasal 164 HIR, pasal 284 Rbg, dan Pasal 1866 KUH Perdata meiputi :
a.       Alat bukti tulisan
b.      Aat bukti saksi
c.       Persangkaan
d.      Pengakuan
e.       Sumpah
6.      Putusan hakim harus memuat alasan – alasanya
Sifat keputusan hakim
Ada tiga macam putusan yang bisa dijatuhkan oleh hakim dalam muara akhir proses acara perdata, yaitu:
1.      Putusan condemnatoir (cmdemnatoir vonnis, comdemnatory judgment)
2.      Putusan declatoir
3.      Putusan constitutief
Pelaksanaan putusan
1.      Eksekusi riil
2.      Pensitaan barang milik terhukum untuk di lelang
3.      Uang pemaksa

2)      Hukum adat
Dalam Hukum Adat pembidangan hukum langsung mengacu pada objek yang akan d.atur jadi bersifat konkrit tidak seperti dalam hukum tertulis Oiukum barat) yang pembidangan hukumnya bersifat abstrak. Dengan demiban pemb.dangan hukum adat seperti yang diajukan oleh Hilman Haducusuma adalah sebagai berikut:
1.      Hukum Ketatanegaraan Adat.
2.      Hukum Kekerabatan Adat.
3.      Hukum Perkawinan Adat.
4.      Hukum Waris Adat.
5.      Hukum Perekonomian Adat.
6.      Hukum Delik Adat.

3)      Hukum islam
Sumber hukum muamalah yaitu Al-Qur'an, Sunnah Rasul dan Ijtihad. Bidang muamalah ini terbagi atas lapangan -lapangan hukum, yaitu:
1.              Hukum Keluarga.
2.              Hukum Privat (Mu'amalah).
3.              Hukum Pidana (Jinayat).
4.              Hukum Tata Negara (Siyasah Syar'iyyah).
5.              Hukum Internasional.
1.    Hukum Keluarga
Hukum Keluarga terdiri atas :
a.            Hukum Perkawinan (Munakahat).
b.            Hukum Waris (Faraidl).
c.            Hukum Wasiat.
d.            Hukum Wakaf.
2.            Hukum Privat (Muammalat)
Yang dimaksud dengan hukum privat disini ialah apa yang disebut oleh fuqaha dengan nama Fiqh Muammalat dalam artinya yang khusus, yaitu menyangkut hukum benda (kebendaan).
3.            Hukum Pidana Islam (Al-Jinayah)
Hukum Pidana Islam {Al-Jinaayat) adalah perbuatan dosa, kejahatan atau pelanggaran.
Hukuman Hadd adalah hukuman yang telah dipastikan ketentuannya dalam nash Al-Qur'an dan Sunnah Rasul. Hukuman Ta'zir adalah hukuman yang ketentuannya tidak dipastikan dalam nash Al-Qur'an dan Sunnah Rasul tetapi ketentuannya menjadi wewenang penguasa.
4.            Hukum Tatanegara (Siasah Syar'iyyah)
Dalam soal ketatanegaraan Fiqh Islam mempunyai dua kumpulan aturan yaitu: al-fiqhul-dasturi (Hukum Ketatanegaraan) dan al-fiqhul-idari (Hukum Administrasi dan Keuangan).


3.  Mengetahui dan memahami sistem dan sumber – sumber hukum perdata, hukum adat dan hukum islam.
Hukum Perdata di Indonesia berasal dari bahasa Belanda yaitu Burgerlijk Recht, bersumber pada BurgerIjik Wetboek (B.W), yang di Indonesia dikenal dengan istilah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Hukum Perdata Indonesia ialah Hukum Perdata tertulis yang sudah dikodifikasikan pada tanggal 1 Mei 1848.
Menurut Subekti pengertian Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua   hukum   privat   materiil,   yaitu   segala   hukum   yang   mengatur kepentmgan-kepentingan perseorangan.  Menurut  Sudikno  Mertokusumo Hukum Perdata adalah keseluruhan peraturan yang mempelajari hubungan antara orang yang satu dengan lainnya dalam hubungan keluarga dan dalam pergaulan   masyarakat
Berdasarkan uraian di atas, maka Hukum Perdata Materiil itu mengatur persoalan-persoalan keperdataan berdasarkan siklus hidup manusia, yaitu:
1.              Hukum tentang Orang (personenrecht);
2.              Hukum Keluarga (familierecht);
3.              Hukum Harta Kekayaan (yermogensrecht);
4.              Hukum Waris (erfrechi).

Hukum Adat mempunyai corak yang tradisional, religio magis (keagamaan), kebersamaan, konkrit dan visual, terbuka dan sederhana, fleksibel, tidak dikodifikasikan, musyawarah dan mufakat. Tradisional artinya bersifat turun temurun, dari nenek moyang sampai anak cucu sekarang keadaannya masih tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan.
          Sistem Hukum adat dan hukum barat secara fundamental berbeda antara lain:
1.             Hukum barat mengenal zakelijke rechten
2.             Hukum barat mengenal perbedaan publiekrecht dan privaatrecht
3.             Pelanggaran hukum barat dibedakan pelanggaran yang bersifat pidana dan perdata


Syari'ah secara etimologis berarti jalan yang harus ditempuh (oleh setiap umat Islam). Syari'ah secara teknis berarti seperangkat norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia lain dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya. Norma Ilahi tersebut berupa:
1.              Kaidah ibadah dalam arti khusus
2.      Kaidah muamalah
Syari'ah terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1)             Bagian yang bertalian dengan aqidah yang termasuk dalam Ilmu Kalam.
2)             Bagian yang bertalian dengan pendidikan dan perbaikan moral yang termasuk dalam Ilmu Akhlak.
3)             Bagian yang menjelaskan amal perbuatan manusia yang termasuk dalam Fiqh/Hukum Islam.


4. Mengetahui dan memahami pluralisme hukum perdata di Indonesia.

Pluralisme Hukum Perdata Materiil di IndonesiaHukum perdata material yang berlaku di Indonesia bersifat pluralis,hal ini terkaitdengan sejarah politik hukum pada masa Hindia Belanda berdasarkan
IndischeStaatsregeling
(IS) Stb 1925 No.1415  yang mengatur tentang penggolonganpenduduk dan hukumnya yang berlaku bagi mereka.

Hukum Perdata Barat (KUHPerdata) dan KUHDagang (WVK) :
Yangdimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yangberlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku diIndonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belandaatau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W.Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti denganUndang-Undang  RI  misalnya  mengenai  UU  Perkawinan,  UU  Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
• Hukum Perdata Islam : Schacht menulis bahwa  ”Hukum suci Islama dalah sebuah badan yang mencakup semua tugas agama, totalitas perintahAllah yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya.

5.      Mengetahui dan memahami pembagian hukum perdata, hukum adat dan hukum islam.

Pembagian Hukum Perdata

Hukum Perdata dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan yaitu :
Dilihat dari Pengertiannya, dibedakan menjadi :
a. Hukum Perdata Materiel :
Hukum Perdata Materiel adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang timbul dari adanya hubungan hukum
Ex : KUHPer (B.W.), KUHDagang (WVK) dan Peraturan Perundang-undangan lainnya

Contoh :
Tetang Jual Beli : Dalam hal apa yang menjadi hak dan kewajiban yang timbul didalam perjanjian tersebut kepada Para Pihak, diatur oleh Hukum Perdata Materiel (Hukum Perikatan)


b. Hukum Perdata Formil
Hukum Perdata Formil ialah keseluruhan ketentuan-ketentuan yang mengatur cara-cara bagaiman untuk mempertahankan dan menegakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dalam Hukum Perdata Materiel
Ex : Hukum Acara Perdata : HIR



II. Dilihat dari Bentuknya,
dapat dibedakan :
a. Hukum Perdata dalam arti luas :
Keseluruhan ketentuan-ketentuan mengenai keperdataan, baik yang terdapat dalam BW dan yang terdapat dalam WVK, dalam hal ini BW merupakan ketentuan atau hukum yang bersifat Lex Generalis terhadap WVK. Sedangkan WVK bersifat Lex Spesialis terhadap BW.
Artinya apabila terjadi pertentangan antara BW dengan WVK tentang suatu kasus tertentu, maka berlaku azas Lex Spesialis Derograt Lex Generalis, jadi dalam hal ini WVK dapat mengalihkan/mengesampingkan BW, artinya yang diberlakukan adalah ketentuan WVK tersebut.

b. Hukum Perdata dalam arti sempit
Ketentuan-ketentuan mengenai keperdataan yang terdapat dalam WVK (Kitab Undang-undang Hukum Dagang) atau peraturan perundang-undangan lainnya tentang keperdataan yang berada diluar BW (KUHPer).

Pembagian Hukum Adat

1.Hukum adat dari seluruh bangsa Indonesia.
2.Hukum adat dari lingkungan tertentu (misalnya masyarakat dagang, masyarakat mahasiswa, dll.).
3.Hukum adat pengadilan.

1. Hukum adat dari seluruh bangsa Indonesia
    Apa yang pada masa Hindia Belanda disebut dengan “Adat-Recht”, yakni suatu istilah teknis yuridis zaman Hindia Belanda yang diciptakan oleh seorang ahli hukum bernama Snouck Hurgronje, yang kemudian secara sistematis dipakai oleh Van Vollenhoven di dalam ilmu hukum untuk memberi istilah Adat yang bila dilanggar ada sanksinya.

2. Hukum adat dari lingkungan tertentu.
    Di dalam lingkungan dagang terdapat aturan-aturan tidak tertulis yg merupakan adat dalam lapangan tersebut, yang disebut USAGES (kebiasaan)
3. Hukum adat dari pengadilan, atau Hukum Adat Hakim.
    Keputusan hakim mengandung peraturan yang menentukan hukum dalam hal-hal konkret kasus tertentu (INCON-CRETO).
Hukum Islam dibagi menjadi lima:
1. WAJIB (Fardhu). Adalah suatu keharusan. Pengertiannya, segala sesuatu perintah Allah SWT yang harus kita kerjakan.
a. Wajib Syar’i, adalah suatu ketentuan yang apabila dikerjakan mendatangkan pahala, sebaliknya jika tidak dikerjakan terhitung dosa.
b. Wajib Aqli, adalah suatu ketetapan hukum yang harus diyakini kebenarannya karena masuk akal atau rasional.
Wajib Aqli dapat dibagi menjadi 2. Pertama, Wajib Aqli Nazari, adalah kewajiban mempercayai suatu kebenaran dengan memahami dali-dalilnya atau dengan penelitian yang mendalam, seperti mempercayai eksistensi Allah SWT. Kedua, Wajib Aqli Dharuri, adalah kewajiban mempercayai kebenarannya dengan sendirinya, tanpa dibutuhkan dalil-dalil tertentu, seperti orang makan jadi kenyang.
c. Wajib ‘Aini, adalah suatu ketetapan yang harus dikerjakan oleh setiap muslim, antara lain shalat lima waktu, puasa wajib di bulan Ramadhan, dan lain sebagainya.
d. Wajib Kifayah, adalah suatu ketetapan yang apabila sudah dikerjakan oleh sebagian orang muslim, maka orang muslim lainnya terlepas dari kewajiban itu. Akan tetapi jika tidak ada yang mengerjakannya, maka berdosalah semuanya.
e. Wajib Muaiyyan, adalah suatu keharusan yang telah ditetapkan macam tindakannya, contoh berdiri bagi yang kuasa ketika sholat.
f. Wajib Mukhayyar, adalah suatu kewajiban yang boleh dipilih salah satu dari bermacam pilihan yang telah ditetapkan untuk dikerjakan, misalnya denda dalam sumpah, boleh memilih antara memberi makan 10 orang miskin atau memberi pakaian 10 orang miskin.
g. Wajib Mutlaq, suatu kewajiban yang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya, seperti membayar denda sumpah.
2. SUNNAH. Adalah perkara yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.
a. Sunnah Muakkad, adalah sunnah yang sangat dianjurkan misalnya sholat tarawih dan sholat Idul Fitri.
b. Sunnah Ghairu Muakkad, adalah sunnah biasa. Misalnya memberi salam kepada orang lain atau berpuasa pada hari Senin dan Kamis.
c. Sunnah Haiah, adalah perkara-perkara dalam sholat yang sebaiknya dikerjakan, seperti mengangkat kedua tangan ketika takbir, mengucapkan Allahu Akbar ketika akan ruku’ dan sujud, dan sebagainya.
d. Sunnah Ab’ad, adalah perkara-perkara dalam sholat yang harus dikerjakan, dan kalau terlupakan maka harus melakukan sujud sahwi, seperti membaca tasyahud awal, dan sebagainya.
3. HARAM. Adalah suatu perkara yang dilarang mengerjakannya, seperti minum minuman keras, mencuri, judi, dan lain sebagaainya. Apabila dikerjakan terhitung dosa. Sebaliknya jika ditinggalkan akan memperoleh pahala.
4. MAKRUH. Adalah sesuatu hal yang tidak disukai/diinginkan. Akan tetapi apabila dikerjakan tidak berdosa dan jika ditinggalkan berpahala.
5. MUBAH. Adalah suatu perkara yang apabila dikerjakan atau ditinggalkan tidak berpahala dan tidak juga berdosa.

6.      Mengetahui dan memahami serta memberikan contoh konkrit kasus dalam hidup bermasyarakat yang berkaitan dengan hnukum perdata, hukum adat dan hnukum islam.
KASUS SENGKETA TANAH DI MERUYA
Beberapa waktu yang lalu kasus sengketa tanah menjadi headline sebagian besar media massa. Salah satu yang hangat dibicarakan adalah kasus sengketa tanah Meruya antara warga dengan PT. Portanigra. Kasus ini mencuat saat warga Meruya memprotes keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan PT. Portanigra atas tanah seluas 44 Ha. Kepemilikan berganda atas tanah tersebut berawal dari penyelewengan Djuhri, mandor tanah, atas kepercayaan yang diberikan Benny melalui Toegono dalam pembebasan di Meruya Selatan pada tahun 1972. Djuhri menjual tanah itu kembali kepada pihak lain karena tahu pembelian tanah itu melanggar aturan. Kemudian, Toegono memperkarakannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan pada akhirnya Djuhri divonis hukuman percobaan dengan membayar 175 juta ditambah 8 Ha tanah. Pihak Portanigra belum menganggap masalah ini selesai dan menggugat Djuhri kembali secara perdata ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung memenangkan gugatan PT. Portanigra.
Sengketa tanah antara Djuhri dan PT.Portanigra ternyata membawa dampak bagi pihak ketiga yaitu warga Meruya. Mereka terancam kehilangan tanah dan bangunan. Sebagai pihak ketiga, seharusnya memperoleh pertimbangan hukum. Hal tersebut sesuai dengan pasal 208 (1) pasal 207 HIR dan warga dapat menggugat kembali PT. Portanigra.
Menurut Prof. Endriatmo Sutarto, ahli hukum Agraria Sekolah Tinggi Pertanahan Yogyakarta, pemerintah harus menjadi penengah. Sebagai langkah awal, pemerintah harus meneliti ulang kebenaran status kepemilikan tanah. Tidak hanya itu, pemerintah juga harus membenahi sistem administrasi dan lembaga kepemerintahan. Berdasarkan kasus ada ketidakberesan dalam sistem administrasi di BPN. BPN mengeluarkan sertifikat atas tanah sengketa. Begitupun MA, kronologis menunjukkan bahwa putusan MA No. 2683/PDT/G/1999 memiliki keganjilan karena batas-batas tanah Portanigra di letter C masih belum jelas. Tampak adanya sebuah “permainan” di sana. Pemerintah seharusnya membentuk badan peradilan agraria independen di bawah peradilan umum layaknya pengadilan pajak, niaga, anak dll. Peradilan itu diisi oleh hakim-hakim Adhoc yang bukan hanya ahli hukum tanah secara formal tetapi memahami masalah tanah secara multidimensional. Peradilan tersebut dibentuk berdasarkan UUPA 1960 dan UU No.4/2004 tentang kekuasaan kehakiman.
Kasus sengketa tanah Meruya merupakan kasus rumit yang melibatkan banyak pihak. Penyelesaiannya dilakukan melalui jalur hukum yang dilandasi keadilan dan akal sehat untuk mencapai win-win solution, bukan dengan saling menyalahkan secra emosional. Kasus pertanahan memiliki banyak dimensi social yang dipertentangkan, mulai dari hubungan sosial, religi, ketidakberlanjutan komunitas masyarakat dan harga diri serta martabat manusia (dignity) yang penyelesaiannya membutuhkan itikad baik dari pihak bersengketa agar tidak menimbulkan gejolak kemasyarakatan.
Adanya kasus penyuapan di dalam MA menunjukkan peradilan masih jauh dari harapan terwujudnya penegakkan hukum yang adil dan obyektif. Hal tersebut disebabkan oleh sikap mental, akhlak dan budi pekerti serta kepatuhan para pemegang kekuasaan terhadap hukum yang masih kurang. Dampak secara langsung dirasakan oleh warga yang kehilangan hak asasi manusia, hak memperoleh keadilan. Oleh karena itu, mereka mencari keadilan dengan menggugat kembali PT. Portanigra melalui pengadilan. Sengketa Meruya mencerminkan penegakkan HAM di Indonesia yang masih kurang.
Penyelesaian kasus sengketa tanah di Meruya harus dilakukan melalui pengadilan yang berkeadilan. Keadilan diartikan sebagai suatu seimbang , tidak berat sebelah atau tidak memihak. Berarti, azas keadilan harus terpenuhi diantar pihak yang bersengketa yang meliputi;
1.      azas quality before the law yaitu azas persamaan hak dan derajat di muka hukum.
2.      azas equal protection on the law yaitu azas yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan yang sama oleh hukum.
3.      azas equal justice under the law yaitu azas yang menyatakan bahwa tiap orang mendapat perlakuan yang sama di bawah hukum.
Bila azas keadilan tidak terpenuhi maka penyelesaiannya akan berlarut-larut seperti yang terjadi dalam kasus Meruya, dimana warga tidak memperolah persamaan hak berupa pengakuan kepemilikan tanah saat Mahkamah Agung memenangkan gugatan PT. Portanigra.
Dalam kasus sengketa tanah diperlukan peran serta pemerintah untuk menyelesaikannya dengan akal sehat dan menggunakan kaidah berpikir tepat dan logis. Kaidah berpikir tepat dan logis merupakan cara berpikir sesuai tahap-tahap penalaran atau kegiatan akal budi. Prinsip akal budi secara aspek mental meliputi pengertian (concept), putusan (judgement) dan penyimpulan (reasoning). Sebagai langkah awal, pemerintah sebagai penengah harus mengetahui permasalahannya secara detail dengan melekukan penelitian lebih lanjut mengenai status kepemilikan tanah. Kemudian pemerintah mengkaitkan antara hukum dengan fakta yang ada dan menyimpulkan kepemilikan atas tanah di Meruya. Kaidah berpikir logis sangat penting dilakukan agar hasil keputusannya dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Banyak pelajaran yang dapat diambil dari kasus sengketa tanah di Meruya. PT.Portanigra sebagai perusahaan developer melakukan kesalahan karena tidakmelakukan transaksi beli tanah sesuai aturan dan tidak mengurus sertifikat pasca transaksi. Melalui kesalahan yang dilakukan PT. Portanigra dapat diambil pelajaran bahwa sertifikat sangat penting sebagai bukti kepemilikan tanah. Warga Meruya juga ikut melakukan kesalahan karena mereka tidak berhati-hati dalam membeli tanah. Oleh karena itu, penting bagi kita mengetahui status kepemilikan dan kondisi tanah secara detail. Lembaga pemerintahan seperti BPN dan Mahkamah Agung juga melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan. BPN mengeluarkan sertifikat atas tanah bersengketa dan MA memenangkan gugatan PT. Portanigra tanpa mempertimbangkan kelengkapan bukti kepemilikan tanah yang dimiliki PT. Portanigra. Dalam kondisi ini, MA hanya memandang sisi formalitas hukum antara individu atau komunitas dengan tanah semata sehingga putusan bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan di lembaga pemerintahan.

0 Response to "Menjelaskan pengertian hukum perdata, hukum adat dan hukum islam"

Post a Comment

SITEMAP

Contak Us