MANUSIA DAN MASYARAKAT



BAB I
MANUSIA DAN MASYARAKAT
Hukum tidak lepas dari kehidupan manusaia. Maka untuk membicarakan hukum kita tidak dapat lepas membicarakannya dari kehidupan manusaia.
Setiap Mausia mempunyai kepentingan. Kepentingan adalah sesuatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Setiap manusia adalah pendukung atau penyandang kepentingan. Sejak dilahirkan manusia butuh, makan, pakaian, tempat berteduh dan sebagainya. Menginjak dewasa bertambahlah jumlah dan jenis kepentingannya seperti bermain, bersekolah, berkeluarga, dan sebagainya. Dari sejak kecil beranjak dewasa serta menjelang saat ia meninggal dunia kepentingannya berkembang.
Manusia menginginkan agar kepentingan-kepentingannya terlindungi dari bahaya yang mengancamnya. Untuk itu ia memerlukan bantuan manusia lain. Dengan adanya kerjasama dengan manusia lain akan lebih mudahlah keinginannya tercapai atau kepentingannya terlindungi.
Hidup dalam masyarakat yaitu salah satu kehidupan bersama yang anggota-anggotanya mengadakan pola tingkah laku yang maknanya dimengerti oleh sesama anggota. Masyarakat merupakan kehidupan bersama yang terorganisir untuk mencapai dan merealisasikan tujuan bersama.
Kalau disebuah pulau hanya terdapat seorang manusia saja belumlah dapat dikatakan ada masyarakat, tetapi kalau kemudian datangmanusia lain di pulau itu akan terjadilah hubungan dan peraturan-peraturan. Apa yang memepertemukan atau mendekatkan kedua manusia itu sama lain adalah pemenuhan kebutuhan atau kepentingan mereka. Kehidupan bersama dalam masyarakat didasarkan pada adanya kebersamaan tujuan.
Masarakat itu mempunyai tatanan sosial psikologis. Adanya sesama manusia itu di dalam suasan kesadaran individu mempengaruhi pikiran, perasaan serta perbuatannya. Manusia akan berusaha dan akan merasa bebahagiaapabila ia dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat.
Manusia tidak mungkin berdiri diluar atau tanpa masyarakat. Sebaliknya masyarakat tak mungkin ada tanpa manusia.
Hanya dalam kehidupan bersama manusia dimungkinkan memenuhi panggilan hidupnya, memenuhi kebutuhan atau kepentingannya. Sudah menjadi sifat pembawanya bahwa manusia adalah zoon politikon atau makhluk sosial. Manusia dan masyarakat merupakan pengertian komplementer.
Konflik kepentingan akan terjadi apabila dalam melaksanakan atau mengejar kepentingannya seseorng merugikan orang lain. Manusia berkepentingan bahwa ia merasa aman. Aman berati bahwa kepentingan-kepetinagnnya tidak diganggu, bahwa ia dapat memenuhi kepentingan-kepentingannya dengan tenang.
Manusia akan selalu berusaha agar tatanan masyarakat dalam keadaan seimbang, karena keadaan tatanan masyarakat yang seimbang menciptakan suasana tertib., damai dan aman, yang merupakan jaminan kelangsunagn hidupnya.
Dimana ada kontak antar manusia diperlukan perlindungan kepentingan. Manusia didalam masyarakat memerlukan perlindungan kepentingan. Perlindungan kepentingan itu tercapai dengan adanya pedoman atau peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia harus bertingkah laku dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Pedoman, patokan atau ukuran untuk berprilaku atau bersikap dalam kehidupan bersama ini disebut norma atau kaedah
Kaedah sosial pada hakekatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau yang seyogyanya tidak dilakuakan, yang dilarang dijalankan atau di anjurkan dijalankan. Dengan kaedah sosial ini hendak dicegah gangguan-gagguan kepentingan manusia, akan dapat dihindarkan bentrokan antar kepentingan, akan diharapkan terlindungi kepentingan-kepentingan manusia. Kaedah sosial ini ada yang berbentuk teretulis ada pula yang berbentuk lisan yang merupakan kebiasaan yang diteruskan dari generasi ke generasi.
BAB II
KAEDAH-KAEDAH SOSIAL
Untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat terdapat beberapa kaedah sosial.
Tata kaedah tersebut terdiri dari kaedah kepercayaan atau keagamaan, kaedah keasusilaan, kaedah sopan santun, dan kaedah hukum, yang dapat dikelompokan sebagai berikut :
1.tata kaedah dengan aspek kehidupan pribadi yang dibagi lebih lanjut menjadi :
a.Kaedah kepercayaan atau keagamaan
b.Kaedah keasusilaan
2.tata kaedah dengan aspek kehidupan antar pribadi yang dibagi lebih lanjut menjadi :
a.kaedah sopan santun atau adat
b.Kaedah hukum
Kaedah Kepercayaan atau Agama
Kaedah kepercayaan atau agama ditujukan kepada kehidupan beriman. Kaedah ini ini ditujukan terhadap kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri. Sumber atau asal kaedah ini adalah ajaran-ajaran kepercayaan atau agama yang oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai peritah Tuhan.
Kaedah kepercayaan atau keagamaan ini bertujuan peyempurnaan manusia oleh karena kaedah ini ditujukan kepada umat manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat. Kaedah kepercayaan ini tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi sikap batin manusia.
Kaedah Kesusilaan
Kaedah Kesusilaan berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan pribadi manusia. Sebagai pendukung kaedah kesusilaan adalah nurani individu. Dan bukan manusia sebagai makhluk sosial atau anggota masyarakat yang terorganisisir. Kaedah ini dapat melengkapi ketidak seimbangan hidup pribadi mencegah kegelisahan diri sendiri.
Kaedah kesusilaan ini ditujukan kepada umat manusia agar terbentuk kebaikan akhlak pribadi guna penyempurnaan manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat. Membunuh. berzinah, mencuridan sebagainya tidak hanya dilarang oleh kaedah kepercayaan atau keagamaan saja tetapi dirasakan juga bertentangan dengan kaedah kesusilaan dalam hati nurani manusia. Kaedah kesusilaan hanya membebeni manusia dengan kewajiban-kewajiban saja.
Asal atau sumber kaedah kesusilaan adalah dari manusia sendiri, jadi bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada lahir, tetapi ditujukan kepada batin manusia juga. Batin sendirilah yang mengancam perbuatan yang melanggar kaedah kesusilaan dengan sangsi. Kalau terjadi pelanggaran kaedah kesusilaan misalya mencuri atau penipuan maka akan timbul dalam hati nurani si pelanggar rasa penyesalan, rasa malu, merasa bersalah sebagai sanksi atau reaksi terhadap pelanggaran kaedah kesusilan tersebut.
Kaedah Sopan Santun, Tata Krama atau Adat
Kaedah sopan santun didasarkan atas kebiasaan, kepatutan, atau kepantasan yang berlaku dalam masyarakat.
Kaedah sopan santun ditujukan kepada sikap lahir pelakunya yang konkrit demi penyempurnaan atau ketertiban masyarakat dan bertujuaam menciptakan perdamaiian, tata tertib atau membuat “sedap” lalu lintas antar manusia yang bersifat lahiriah. Sopan santun lebih mementingkan yang lahir atau yang formal, seperti :pergaulan, pakaian, bahasa. Sopan santun menyentuh manusia manusia tidak semata-mata sebagai individu, tetapi sebagai makhluk sosial. Kaedah sopan santun menentukan perbuatan atau sikap lahir kita, misalnya berpakaian rapih, sopan. Jenis sopan santun : pergaulan (etiquette) dan fashion atau mode. Beda sopan santun dalam pergulan dengan mode terletak dalam sifat perubahannya. Mode mengalami perubahan lebih cepat.
Kaedah sopan santun membebani manusia dengan kewajiban kewajiban saja. Kita bersikap ramah terhadap tamu yang datang ke rumah kita, walaupun pada waktu biasanya orang tidur.
Kekuasaan masyarakat secara tidak resmilah yang mengancam dengan sanksi bila kaedah kesopanan itu dilanggar. Yang memaksakan kepada kita diluar diri kita (heteronom). Daerah berlakunya kaedah kesopanan itu sempit, terbatas secara lokal atau pribadi. Sopan santun di suatu daerah tidak sama dengan daerah lain. Berbeda lapisan masyarakat berbeda pula sopan santunya.
Setiap pelanggar ketiga norma atau kaedah diatas akan mendapatkan sanksi. Sanksi tidak lain merupakan reaksi, akibat atau konsekuensi pelanggaran kaedah sosial.
Sanksi dalam arti luas dapat bersifat menyenangkan atau positif, yang berupa penghargaan (ganjaran) seperti respek (rasa hormat), simpati, pemberian, penghargaan. Yang disebut sanksi lazimya adalah yang bersifat negatif. Dengan ancaman hukuman hendak dicegah oleh masyarakat penyimpangan atau pelanggaran kaedah sosial.
Pada hakekatnya sanksi bertujuan untuk memulihkan keseimbangan tatanan masyarakat, yang telah terganggu oleh pelanggaran-pelanggaran kaedah, dalam keadaan semula.
Sebagai perlindungan kepentingan manusia kadah kepercayaan atau keagamaan, kaedah kesusilaan dan kaedah sopan santun atau adat dirasakan belum cukup memuskan, sebab :
a.Masih banyak kepentingan- kepentinagn manusia lain yang memerlukan perlindungan, tetapi belum mendapat perlindungan dari ketiga kaedah tersebut.
b.Kepentingan-kepentingan manusia yang telah mendapatkan perlindungan dari ketiga kaedah tersebut belum cukup terlindungi, karena kaedah tersebut reaksi atau sanksinya dirasakan belum cukup memuaskan :
-Kaedah kepercayaan atau keagamaan tidaklah memberi sanksi yang dapat dirasakan secara langsung didunia ini.
-Kaedak kesusilaan jika dilanggar hanyalah menimbulkan rasa malu, rasa takut, rasa bersalah atau penyesalan saja pada si pelaku.
-Kaedak sopan santun jika dilanggar hanyalah menimbulkan celaan, umpatan atau cemoohan saja.
Bagi setiap kaedah sosial tersebut sanksinya tidak dirasakan secara langsung didunia ini dengan cukup memuaskan, sehingga dirasakan belum cukup memberi jaminan perlindungan kepentingan manusia.
Kepentingan kaedah sosial lain yang melindungi lebih lanjut secara lebih memuaskan kepentingan-kepetingan manusia yang sudah mendapat perlindungan dari kaedah-kaedah sosial yang telah disebutkan dan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang belum mendapat perlindungan dari kaedah-kaedah sosial tadi. Kaedah sosial ini adalah kaedah hukum.
BAB III
KAEDAH HUKUM
Kaedah hukum melindungi lebih lanjut kepentingan-kepentingan manusia yangsudah mendapat perlindungan dari ketiga kaedah lainnya dan melindungi kepentingan manusia yang belum mendapat perlindungan dari ketiga kaedah tadi.
Kaedah hukum ditujukan terutama kepada pelaku yang konkrit, yaitu pelaku pelanggaran yang nyata-nyata berbuat, bukan untuk penyempurnaan manusia, melaikan untuk ketertiban masyarakat agar masyarakat tertib, agar tidak sampai jatuh korban kejahatan atau terjadi kejahatan.
Isi kaedah hukum ditunjukan kepada sikap lahir manusia. Kaedah hukum mengutamakan perbuatan laihir. Pada hakekatnya apa yang dibatin, apa yang dipikirkan manusia tidak menjadi soal, asal lahirnya ia tidak melanggar kaedah hukum.
Hukum pada hakekatnya tidak memperhatikan sikap batin manusia dalam arti bahwa hukum tidak memberi pedoman tentang bagaimana seyogyanya batin manusia itu. Tetapi ada kalanya setelah terjadi perbuatan lahir yang relevan bagi hukum kemudian hukum mencampuri batin manusia juga dengan misalnya misalnya memasalahkan ada tidaknya kesengajaan, perencanaan, iktikad baik/buruk dan sebagainya.
Kaedah hukum berasal dari luar diri manusia.Kaedah hukum berasal dari luar diri manusia yang memaksakan kepada kita (heteronom). Masyarakat secara resmilah diberi kekuasaan untuk memberi sanksi atau menjatuhkan hukuman Dalam hal ini pengadilan menjadi lembaga yang mewakili masyarakat memberi hukuman.
Kalau kaedah kepercayaan, kesusilaan dan sopan santun hanya membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban saja, maka kaedah hukum kecuali membebani manusia dengan memberi kewajiban juga memberi hak. Kaedah hukum bersifat normatif dan atributif
Kaedah Hukum dan Kaedah Sosial Lainnya
Kaedah hukum dapat dibedakan dari kaedah kepercayaan, kaedah kesusilaan, dan kaedah sopan santun., tetapi tidak dapat dipisahkan, sebab meskipun ada perbedaannya ada pula titik temunya. Terdapat hubungan yang erat sekai antara ke-empat-empatnya. Isi masing-masing kaedah saling mempengaruhi satu sama lain, kadang-kadang saling memperkuat.
Antara kaedah kepercayaan atau keagamaan dan hukum banyak titik temunya. Pasal 29 UUD misalnya menjamin kebebasan beragama bagi setiap penduduk pembunuhan, pencurian, perzinahan, tidak dibenarkan oleh kedua kaedah itu. Batas yang tajam tidak dapat ditarik antar kaedah kesusilaan dan jaedah hukum.
Hukum positif kita memperhatikan pengertian-pengertian tentang kesusuliaan seperti iktikad baik (ps. 1560 BW). 1363 BW) bersikap seperti kepala somah yang baik (ps. 1560 BW0), kelayakan dan kepatutan. Pasal 1337 BW menentukan bahwa”kausa” tidak diperbolehkan apbila dilarag oleh undang-undang atau bertentangan dengan adat istiadat kebiasaan atau ketertiban umum, sedangkan pasal 23 AB menetukan bahwa suatu perbuatan atau perjanjian tidak dapat meniadakan kekuatan undang-undang yang berhubungan dengan ketertiban umum atau kesusilaan.
Kesusilaan sering melarang beberapa perbuatan yang oleh hukum sama sekali tidak dihiraukan, seperti berbohong, kumpul kebo, atau bersama tanpa nikah.Bagi hukum kadaluarsa itu tujuannya untuk menjamin kepastian hukum.
Hukum itu sebagian besar merupakan peraturan kesusilaan yang oleh penguasa diberi sanksi hukum : perbuatan-perbuatan pidana yang diatur dalam KUHP hampir seluruhnya merupakan perbuatan-perbuatan yang berasal dari kaedah kesusilaan atau kepercayaan.
Hukum menuntut legalitas yang berarti bahwa yang dituntut adalah pelaksanaan atau pencatatan kaedah-kaedah semata-mata, sedangkan kesusilaan menuntut moralitas, yang berarti yang dituntut oleh perbuatan yang didorong oleh rasa wajib.
Batas antara sopan santun dalam hukum ini selalu berubah, bergeser, sebagai contoh misalnya dapat disebutkan pertunangan yang dulu merupakan lembaga hukum, sekrang hanya merupakan sopan santun atau adat istiadat kebiasaan saja. Kaedah sopan santun dapat menjadi kaedah hkum karena masayrakat menganggapnya atau sebagai peraturan tentang prilaku manusia yang seyogyanya dilakukan.
Sollen-Sein
Kaedah hukum merupakan ketentuan atau pedoman tentang apa yang segoyanya atau seharusnya dilakukan. Pada hakekat kaedah hukum perupakan perumusan pendapatan atau pandangan tentang bagaimana seharusnya segoyanya seorang bertingkah laku. Sebagai pedoman kaedah hukum bersifat umum dan pasif.
Kaedah hukum berisi kenyataan normatif (apa yang segoyanya dilakukan) : das sollen dan bukan berisikan kenyataan alamiah peristiwa konkrit. Da sein” barang siapa mencuri harus dihukum” “Barang siapa yang membeli sesuatu harus membayar” merupakan dasar sollen, suatu kenyataan normatif dan bukan menyatakan sesuatu yang terjadi secara nyata., melainkan apa yang seharusnya atau seyogyanya terjadi.
Dalam hukum yang terpenting bukanlah apa yang terjadi, tetapi apa yang seharunya terjadi. Sebagai syarat harus terjadi peristiwa konkrit terlebih dahulu.
Kaedah hukum itu bersifat memerintah, mengharuskan atau preskriptif. Telah dikemukakan bahwa kaedah hukum itu bersifat pasif. Rangsangan untuk megaktifkan kaedah hukum adalah peristiwa konkrit (das sein). Dengan terjadinya peristiwa konkrit tertentu kaedah hukum baru dapat aktif, karena lalu dapat diterapkan pada peristiwa kokrit tersebut. Peristiwa konkrit merupakan aktivator yang diperlukan untuk dapat membuat aktif kaedah hukum.
Karena kaedah hukumlah peritiwa konkrit itu menjadi peristiwa hukum .Peristiwa hukum adalah peristiwa yang relevan bagi hukum, peristiwa yang oleh hukum dihubungkan dengan akibat atau hukum atau peristiwa yang oleh hukum dihubungkan dengan timbulnya atau lenyapnya hak dan kewajiban.
Suatu peristiwa konkrit tidak mungkin dengan sendirinya mejadi peristiwa hukum. Peristiwa hukum tidak mungkin terjadi tanpa adanya kaedah hukum. Peristiwa hukum tidak dapat di konstitatir tanpa menggunakan kaedah hukum. Peristiwa hukum itu diciptakan oleh kaedah hukum. Sebaliknya peristiwa hukum itu dalam proses terjadinya dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa kokrit.
Kaedah hukum megkualifisir suatu aspek dari suatu peristiwa hukum. Suatu aspek dari kenyataan itu dapat berlaku sebagai peristiwa hukum. Tergantung pada kaedah hukum yang bersangkutan, yaitu dapat diterapkan dalam situasi yang konkrit yaitu sebagai contoh : Merokok merupakan peristiwa konkrir, tetapi kalau ada orang yang merokok didekat pompa bensin yang ada papan larangan merokok dan kemudia terjadi kebakaran yang disebabkan oleh rokok orang tersebut, maka perokok menjadi pristiwa hukum yang menyebabkan si perokok dihukum.
Peristiwa konkrit (das sein) untuk menjadi peristiwa hukum memerlukan das sollen. Kalau di atas dikatakan bahwa Sollen memerlukan Sein, maka disini Sein memerlukan Sollen : jadi salling ada hubunganya antara Sein-Sollen dan Sollen- Sein.
Lazimnya yang di anggap menojol antara kaedah hukum dengan kaedah sosial lainya adalah sanksinya. Sanksi pelanggaran terhadap kaedah hukum dapat dipaksakan, dapat dilaksanakan diluar kemauan yang bersangkutan, bersifat memaksa. Pelaksanaan atau penegakan kaedah hukum itu dapat dipaksakan dengan alat-alat extern. Contoh : Kalau ada seorang mencuri kemudian ia dijatuhi hukuman penjara, maka ia dapat dipaksakan (diluar kemauaannya) untuk dimasukan dalam penjara.
Kalau dikatakan sangsi dalam kaedah hukum itu bersifat memaksa atau menekan ini berarti bahwa sanksi terhadap kaedah-kaedah sosial lainya tidak bersifat memaksa atau menekan. Sebagai cotoh : Dalam upacara bendera, semua karyawan berseragam Kopri. Kalau ada seseorang yang tidak berseragam Kopri maka ia akan merasa kikuk atau tidak tenang. Ketaatan pada kaedah hukum bukan semata-mata didasarkan pada sanksi yang bersifat memaksa, tetapi didorang oleh alasan kesusilaan atau kepercayaan. Sanksi itu baru dikenakan apabila terjadi pelanggaran kadah hukum. Jadi sanksi hanyalah merupakan akibat dan tidak merupakan ciri hakiki hukum.
Tidak setiap kaedah hukum disertai dengan sanksi. Kaedah hukum tanpa sanksi disebut :Lex imperfecta. Ketentuan yang tercantum dalam pasal 298 BW misalnya, Yaitu bahwa seorang anak berapapun umurnya wajib menghormati dan menyegani orang tuanya, merupakan lex imperfecta. Ketentuan ini tidak ada sanksinya.
Tidak semua pelanggaran kaedah dapat dipaksakan sanksinya. Beberapa kewajiban tidak dapat dituntut pemenuhannya menurut hukum secara paksa. Ini terjadi dengan kewajiban yang berhubungan dengan apa yang dinamakan perikatan alamiah (obligatio naturalis, natuurlijke verbintensis), suatu perikatan yang tidak ada akibat hukumnya. Jadi ada yang perikatan yang mempunyai akibat hukum yang disebut perikatan perdata (obligatio civilis), yang apabila tidak dipenuhi dapat diajukan kepengadilan.dan perikatan yang tidak mempunyai akibat hukum atau disebut juga perikatan alamiah.
Perikatan pada umumnya adalah hubungan hukum dalam hukum harta kekayaan yang menimbulkan hak bagi pihak yang satu atas suatu prestasi dari pihak yang lain sedang, pihak yang lain wajib melakukan prestasi untuk pihak yang satunya. Jadi perikatan alamiah adalahperikatan yang dapat dikatakan tidak sempurana, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya menurut hukum. Ini terjadi misalnya pada kewajiban yang timbul dari perjanjian mengenai permintaan dan pertaruhan. Yang lebih dikenal dengan perjudian.
Sekalipun pada umumnya kaedah hukum itu disertai sanksi namun tidak terhadap pelanggaran kaedah hukum dikenai sanksi.

0 Response to "MANUSIA DAN MASYARAKAT"

Post a Comment

SITEMAP

Contak Us