BAB I
PENDAHULUAN
ASURANSI SYARIAH
Definisi Asuransi syariah menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling melindungi dan
tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan
atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko/bahaya
tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah usaha saling melindung dan saling menolong diantara
sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan Syariah. Asuransi Syariah merupakan salah satu
sistem ekonomi berbasis Islam yang bersifat Universal dan berlaku untuk semua
kenyakinan dan golongan masyarakat. Asuransi Syariah tidak mengandung hal-hal
seperti ketidakpastian, perjudian, riba, penganiayaan, suap, barang haram dan
maksiat.
Asuransi Syariah disebut juga dengan asuransi ta’awun yang artinya tolong menolong atau saling
membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta’awun prinsip
dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk
menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip
ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya :
“Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling
tolong menolong dalam dosa dan permusuhan”
Asuransi yang selama ini digunakan oleh mayoritas masyarakat (non syariah)
bukan merupakan asuransi yang dikenal oleh para pendahulu dari kalangan ahli
fiqh, karena tidak termasuk transaksi yang dikenal oleh fiqh Islam, dan tidak
pula dari kalangan para sahabat yang membahas hukumnya.
Asuransi syariah merupakan salah satu
intrumen transaksi, yang secara sistem operasional disesuaikan dengan syariah
Islam. Sehingga akad, mekanisme pengelolaan dana, mekanisme operasional
perusahaan, budaya perusahaan (shariah corporate culture), marketing, produk
dsb harus sesuai dengan syariah. Namun yang perlu digaris bawahi juga adalah,
bahwa asuransi syariah tidak semata-mata harus menjalankan sistem
operasionalnya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Namun lebih dari itu, ia
juga harus mengimplementasikan suatu nilai yang menjadi “jantung” dari
prinsip-prinsip syariah. Berikut adalah 10 nilai yang mendasar dalam
pengelolaan asuransi syariah, yaitu :
1. Prinsip Tauhid
Tauhid merupakan prinsip dasar dalam
asuransi syariah. Karena pada haekekatnya setiap muslim harus melandasi dirinya
dengan tauhid dalam menjalankan segala aktivitas kehidupannya, tidak terkecuali
dalam bermuamalah (baca ; berasuransi syariah). Artinya bahwa niatan
dasar ketika berasuransi syariah haruslah berlandaskan pada prinsip tauhid,
mengharapkan keridhaan Allah SWT. Sebagai contoh dilihat dari sisi
perusahaan, asas yang digunakan dalam berasuransi syariah bukanlah semata-mata
meraih keuntungan, atau menangkap peluang pasar yang sedang cenderung pada
syariah. Namun lebih dari itu, niatan awalnya adalah untuk mengimplementasikan
nilai-nilai syariah dalam dunia asuransi. Sedangkan dari sisi nasabah,
berasuransi syariah adalah bertujuan untuk bertransaksi dalam bentuk tolong
menolong yang berlandaskan asas syariah, dan bukan semata-mata mencari
“perlindungan” apabila terjadi musibah. Dengan demikian, maka nilai tauhid
terimplementasikan pada industri asuransi syariah. Allah SWT berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ
الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
Dan tidaklah
Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. 51
: 56)
2.
Prinsip Keadilan
Prinsip kedua
yang menjadi nilai-nilai dalam pengimplementasian asuransi syariah adalah
prinsip keadilan. Artinya bahwa asuransi syariah harus benar-benar bersikap
adil, khususnya dalam membuat pola hubungan antara nasabah dengan nasabah,
maupun antara nasabah dengan perusahaan asuransi syariah, terkait dengan hak
dan kewajiban masing-masing. Asuransi syariah tidak boleh mendzalimi nasabah
dengan hal-hal yang akan menyulitkan atau merugikan nasabah.
Ditinjau dari
sisi asuransi sebagai sebuah perusahaan, potensi untuk melakukan ketidak
adilan sangatlah besar. Seperti adanya unsur dana hangus (pada saving produk),
dimana nasabah yang sudah ikut asuransi (misalnya asuransi pendidikan) dengan
periode tertentu, namun karena suatu hal ia membatalkan kepesertaannya di
tengah jalan. Pada asuransi syariah, dana saving nasabah yang
telah dibayarkan melalui premi harus dikembalikan kepada nasabah bersangkutan,
berikut hasil investasinya. Bahkan terkadang asuransi syariah merasa
kebingungan ketika terdapat dana-dana saving nasabah yang telah mengundurkan
diri atau terputus di tengah periode asuransi, lalu tidak mengambil dananya
tersebut kendatipun telah dhubungi baik melalui surat maupun melalui media
lainnya. Mau dikemanakan dana ini? Karena dana tersebut bukanlah milik asuransi
syariah, namun milik nasabah. Namun telah bertahun-tahun diberitahu atau
dihubungi, nasabah bersangkutan tidak juga mengambilnya. Hal ini tentu berbeda
dengan asuransi pada umumnya. Allah SWT berfirman :
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلاَ
يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ
لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang
yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan
kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.
Al-Maidah/ 5 : 08)
3.
Prinsip Tolong Menolong
Semangat tolong
menolong merupakan aspek yang sangat penting dalam operasional asuransi
syariah. Karena pada hekekatnya, konsep asuransi syariah didasarkan pada
prinsip ini.
Dimana sesama
peserta bertabarru’ atau berderma untuk kepentingan nasabah lainnya yang
tertimpa musibah. Nasabah tidaklah berderma kepada perusahaan asuransi syariah,
peserta berderma hanya kepada sesama peserta saja. Perusahaan asuransi syariah
bertindak sebagai pengelola saja. Konsekwensinya, perusahaan tidak berhak
mengklaim atau mengambil dana tabarru’ nasabah. Perusahaan hanya mendapatkan
dari ujrah (fee) atas pengelolaan dana tabarru’ tersebut, yang dibayarkan oleh
nasabah bersamaan dengan pembayaran kontribusi (premi). Perusahaan
asuransi syariah mengelola dana tabarru’ tersebut, untuk diinvestasikan (secara
syariah) lalu kemudia dialokasikan pada nasabah lainnya yang tertimpa musibah.
Dan dengan konsep seperti ini, berarti antara sesama nasabah telah mengimplementasikan
saling tolong menolong, kendatipun antara mereka tidak saling bertatap muka.
Allah SWT berfirman :
وَتَعَاوَنُوْا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Dan
bertolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian
bertolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. (QS. Al-Maidah : 2)
4.
Prinsip Kerjasama
Antara nasabah
dengan perusahaan asuransi syariah terjalin kerjasama, tergantung dari akad apa
yang digunakannya. Dengan akad mudharabah musytarakah (nanti akan dijelaskan
tersendiri mengenai akad ini dalam pembahasan khusus akad), terjalin kerjasama
dimana nasabah bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) sedangkan
perusahaan asuransi syariah sebagai mudharib (pengelola/ pengusaha). Apabila
dari dana tersebut terdapat keuntungan, maka akan dibagi berdasarkan nisbah
yang telah disepakati, misalnya 40% untuk perusahaan asuransi syariah dan 60%
untuk nasabah. Ketika kerjasama terjalin dengan baik, nasabah menunaikan hak
dan kewajibannya, demikian juga perusahaan asuransi syariah menunaikan hak dan
kewajibannya secara baik, maka akan terjalin pola hubungan kerjasama yang baik
pula, yang insya Allah akan membawa keberkahan pada kedua belah pihak.
5.
Prinsip Amanah
Amanah juga merupakan
prinsip yang sangat penting. Karena pada hakekatnya kehidupan ini adalah amanah
yang kelak harus dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT. Perusahaan
dituntut untuk amanah dalam mengelola dana premi. Demikian juga nasabah, perlu
amanah dalam aspek resiko yang menimpanya. Jangan sampai nasabah tidak amanah
dalam artian mengada-ada sesuatu sehingga yang seharusnya tidak klaim menjadi
klaim yang tentunya akan berakibat pada ruginya para peserta yang
lainnya.
Perusahaan pun juga demikian, tidak boleh
semena-mena dalam mengambil keuntungan, yang berdampak pada ruginya nasabah.
Dan transaksi yang amanah, akan membawa pelakunya mendapatkan surga. Rasulullah
SAW bersabda :
التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ اْلأَمِيْنُ مَعَ النَّبَيِّيْنَ
وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاء (رواه الترمذي)
Seorang
pebisnis yang jujur lagi amanah, (kelak akan dikumpulkan di akhirat) bersama
para nabi, shiddiqin dan syuhada’. (HR. Turmudzi)
6.
Prinsip Saling Ridha (‘An Taradhin)
Dalam transaksi
apapun, aspek an taradhin atau saling meridhai harus selalu
menyertai. Nasabah ridha dananya dikelola oleh perusahaan asuransi
syariah yang amanah dan profesional. Dan perusahaan asuransi syariah ridha
terahdap amanah yang diembankan nasabah dalam mengelola kontribusi (premi)
mereka. Demikian juga nasabah ridha dananya dialokasikan untuk nasbah-nasabah
lainnya yang tertimpa musibah, untuk meringankan beban penderitaan mereka.
Dengan prinsip inilah, asuransi syariah menjadikan saling tolong menolong
memiliki arti yang luas dan mendalam, karena semuanya menolong dengan ikhlas
dan ridha, bekerjasama dengan ikhlas dan ridha, serta bertransaksi dengan
ikhlas dan ridha pula.
7.
Prinsip Menghindari Riba
Riba merupakan
bentuk transaksi yang harus dihindari sejauh-jauhnya khususnya dalam
berasuransi. Karena riba merupakan sebatil-batilnya transaksi muamalah.
Tingkatan dosa paling kecil dari riba adalah ibarat berzina dengan ibu
kandungnya sendiri (baca dahsyatnya dosa-dosa riba, dalam blog ini). Kontribusi
(premi) yang dibayarkan nasabah, harus diinvestasikan pada investasi yang
sesuai dengan syariah dan sudah jelas kehalalannya. Demikian juga dengan sistem
operasional asuransi syariah juga harus menerapakan konsep sharing of risk
yang bertumpu pada akad tabarru’, sehingga menghilangkan unsur riba pada pemberian
manfaat asuransi syariah (klaim) kepada nasabah.
8.
Prinsip Menghindari Maisir.
Asuransi jika
dikelola secara konvensional akan memunculkan unsur maisir (gambling). Karena
seorang nasabah bisa jadi membayar premi hingga belasan kali namun tidak pernah
klaim. Di sisi yang lain terdapat nasabah yang baru satu kali membayar premi
lalu klaim.
Hal ini
terjadi, karena konsep dasar yang digunakan dalam asuransi konvensional adalah
konsep transfer of risk. Dimana perusahaan asuransi konvensional
ketika menerima premi, otomatis premi tersebut menjadi milik perusahaan, dan
ketika membayar klaim pun adalah dari rekening perusahaan. Sehingga perusahaan
bisa untung besara (makala premi banyak dan klaim sedikit), atau bisa rugi
banyak (ketika premi sedikit dan klaimnya banyak).
9.
Prinsip Menghindari Gharar
Gharar adalah
ketidakjelasan. Dan berbicara mengenai resiko, adalah berbicara tentang ketidak
jelasan. Karena resiko bisa terjadi bisa tidak. Dan dalam syariat Islam, kita
tidak diperbolehkan bertransaksi yang menyangkut aspek ketidak jelasan. Dalam
asuransi (konvensional), peserta tidak mengetahui apakah ia mendapatkan klaim
atau tidak? Karena klaim sangat bergantung pada resiko yang menimpanya. Jika
ada resiko, maka ia akan dapat klaim, namun jika tidak maka ia tidak mendapakan
klaim. Hal seperti ini menjadi gharar adanya, karena akad atau konsep yang
digunakan adalah transfer of risk. Sedangkan jika menggunakan aspek sharing of
risk, ketidak jelasan tadi tidak menjadi gharar. Namun menjadi sesuatu yang
perlu diwaspadai, yang apabila terjadi sesama nasabah akan saling bantu
membantu terhadap peserta lainnya yang tertimpa musibah, yang diambil dari dana
tabarru’ yang dikelola oleh perusahaan asuransi syariah (bukan dari dana
perusahaan).
10.
Prinsip Menghindari Risywah
Dalam
menjalankan bisnisnya, baik pihak asuransi syariah maupun pihak nasabah harus
menjauhkan diri sejauh-jauhnya dari aspek risywah (sogok menyogok atau suap
menyuap). Karena apapun dalihnya, risywah pasti akan menguntungkan satu pihak,
dan pasti akan ada pihak lain yang dirugikan. Nasabah umpamanya tidak boleh
menyogok oknum asuransi supaya bisa mendapatkan manfaaat (klaim). Atau
sebaliknya perusahaan tidak perlu menyogok supaya mendapatkan premi
(kontribusi) asuransi. Namun semua harus dilakukan secara baik, transparan,
adil dan dilandasi dengan ukhuwah islamiyah.
B. Perbedaan
sistem yang paling mendasar antara asuransi syariah dengan sistem asuransi konvensional.
1. Asuransi konvensional hanya mengenal atau
memberlakukan klaim dari pemegang polis, misalnya kecelakaan, kematian atau
hal-hal yang tidak diinginkan dan semua itu sudah tertulis kesepakatannya dalam
akad. Konsekwensinya, jika pemegang polis tidak tertimpa musibah, semasa akad
masih berlangsung, maka pemegang polis tidak dapat mengklaimnya.
Sistem ini mengundang pemegang polis yang nakal dengan menyiasati untuk
mendapatkan klaim yang besar dibanding dana yang telah diasuransikan.
Penyiasatan ini mengiring rekayasa tertentu, seperti upaya pembakaran bahkan
membunuh meski tidak dilakukan secara langsung oleh pemegang polis.Praktek
rekayasa tersebut merupakan tindakan kriminal yang berarti melanggar hukum,
bahkan sangat menodai harkat dan martabat manusia. Sebab korban yang menderita,
bukan hanya perusahaan asuransi, tetapi juga anggota masyarakat yang mungkin
tidak pernah berhubungan dengan lembaga asuransi.Sementara, jika jenis produk
asuransinya tidak terkait dengan peristiwa seperti kematian, kebakaran,
kecelakaan atau musibah, maka pemegang polis asuransi konvensional, juga tidak
dapat menikmati pengembalian dana kewajibannya selama belum melewati
waktu-waktu yang telah ditentukan. Juga, jika pemegang polis tidak dapat
meneruskan kewajibannya, maka dana yang telah disetorkan menjadi hangus.Prinsip
dasar asuransi konvensional tersebut, jelas berbeda dengan asuransi
syari’ah.
2. Prinsip dasar asuransi takaful syari’ah berangkat
dari sebuah filosofi bahwa manusia berasal dari satu keturunan, Adam dan Hawa.
Dengan demikian, manusia pada hakikatnya merupakan keluarga besar. Untuk dapat
meraih kehidupan bersama, sesama manusia harus tolong menolong (ta’awun) dan
saling berbuat kebajikan (tabarru) dan saling menanggung (takaful). Prinsip ini
merupakan dasar pijakan bagi kegiatan manusia sebagai makhluk sosial. Dari
pijakan filosofis ini, setidaknya ada tiga prinsip dasar dalam asuransi
syari’ah, yaitu saling bertanggung jawab, saling bekerja sama dan saling
melindungi penderitaan satu sama lain.
Asuransi Keuntungan Syariah
Asuransi Islam menggariskan keuntungan yang sangat berbeda dengan
asuransi konvensional, yaitu, pemegang polis diposisikan sebagai penabung, maka
secara hukum, dana yang diasuransikan, sama dengan tabungannya juga. Dengan
posisinya sebagai tabungan, maka ada dua keuntungan yang dapat dipetik
langsung. Pertama, dana asuransi Islam bagi masing-masing
pemegang polis akan mendapat nilai tambahan. Nilai tambahan ini bukan bunga,
tetapi bagi hasil dari sistem mudharabah yang merupakan manfaat finansial atas
kebijakan kerjasama asuransi syari’ah dengan bank syari’ah.Dalam hal ini, pihak
asuransi syari’ah, menitipkan dana para pemegang polis sebagai instrumen
investasi yang dikelola lembaga keuangan syari’ah, misalnya Bank syari’ah
atau reksa dana syari’ah.Untuk konteks ini premi yang dimaksud adalah
premi tabungan. Sementara dalam sistem Bank Syari’ah terdapat ketentuan bahwa
siapapun yang ikut serta dalam proyek usaha, ia akan mendapatkan bagi hasil
atas keuntungan yang diperoleh dari kerjasama itu. Karena itu para pemegang
polis, berhak menikmati bagian keuntungan yang dicapai Bank Syari’ah.
Jika kita telaah penambahan dana asuransi yang dinikmati para pemegang
polis, merupakan buah nyata kebijakan kemitraan atau kerjasama antara Asuransi
Syari’ah dan Bank Syari’’ah. Hal ini merupakan salah satu keunggulan Asuransi
Syari’ah. Dalam hal ini kita dapat bertanya secara komparatif antara asuransi
konvensional dengan asuransi syari’ah. Pernahkah terjadi dana asuransi
bertambah nilainya. Hanya diasuransi syari’ah yang bakal terjadi. Asuransi
lainnya jelas tidak sama sekali. kedua, bahwa pemegang polis
sewaktu-waktu, karena alasan tertentu tak dapat melanjutkan hubungan dengan
lembaga asuransi syari’ah, sehingga secara sepihak ia memutuskan hubungan
dengan pihak asuransi syari’ah. Pemutusan hubungan ini tidak menyebabkan
dananya hangus. Ia sebagai pemegang polis, berhak dan wajib hukumnya untuk
mendapatkan kembali dana yang diasuransikan. Memang tidak seutuhnya (100%) dana
yang telah diasuransikan itu, akan dikembalikan. Sebab dana pemegang polis akan
dikurangi dana tabarru (dana kebijakan). Dan harus dicatat pula, bahwa
pemegang polis tetap mendapatkan dana tambahan dari bagi hasil premi yang telah
disetornya. Meski terjadi sedikit pengurangan, tapi, pengembalian itu jauh
lebih baik dari sistem asuransi konvensional yang menghanguskan secara total
dana pemegang polis. Selanjutnya penting dicatat, bahwa praktik asurasi Islam
terbebas dari praktik-praktik yang diharamkan.
Asuransi Kerugian Syariah
Dalam praktek asuransi kerugian
syariah, pengembalian sebagian premi ke nasabah dalam bentuk surplus sharing
sekilas mirip dengan mekanisme dalam asuransi konvensional yang dikenal dengan
istilah “No Claim Discount (NCD)â€. Sebagai contoh, seorang
pemegang polis asuransi kendaraan di sebuah perusahaan asuransi konvensional
akan mendapatkan discount pada saat polis tersebut kembali diperpanjang di
tahun berikutnya (dengan syarat selama masa pertanggungan tidak mengajukan
klaim). Dari kacamata asuransi syariah, mekanisme discount seperti ini tentu
saja berbeda dengan mudharabah karena NCD hanya diberlakukan apabila si
pemegang polis hendak memperpanjang polisnya. Dalam asuransi syariah, hak
mudharabah tetap dibayarkan kepada peserta meskipun ia tidak memperpanjang
polis. Dengan demikian, NCD dan bagi hasil bisa diterapkan sekaligus di
asuransi syariah, namun tidak bagi asuransi konvensional.
Karena jangka waktu pertanggungan untuk
produk-produk asuransi kerugian (misalnya asuransi kebakaran, kendaraan
bermotor, kecelakaan diri, dan lain-lain) biasanya berlaku untuk periode satu
tahun maka produk ini tidak mengandung unsur tabungan (non saving) sehingga
seluruh premi yang terkumpul akan dimasukkan ke dalam satu pool/fund untuk
kemudian dikelola oleh perusahaan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dari
total dana ditambah hasil investasi dan dikurangi beban-beban asuransi (komisi
agen, premi reasuransi, klaim, dan lain-lain), apabila kemudian terdapat
surplus maka surplus tersebut akan dibagihasilkan antara peserta dan perusahaan
dengan nisbah yang sudah ditentukan di awal perjanjian.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya
menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin
penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai
rintangan, baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari
luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “ASURANSI SYARIAH’’ sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis
untuk dicermati agar mengetahui bagaimana sebenarnya Asuransi Syariah itu bisa
berkembang.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya.
Terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..
BAB I PEMBAHASAN
A.
Prinsip – prinsip Pengelolaan
Asuransi Syariah………………………………..
B.
Perbedaan Asuransi Syariah dan
Konvensional………………………………..
BAB
II PENUTUP
Kesimpulan………………………………………………………………………………
Kesimpulan………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA
Antonio,
Muhammad Syafi’I, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani,2001.
Firdaus, NH, Muhammad, dkk., Fatwa-Fatwa Ekonomi Syari’ah Kontemporer, Jakrta: Renaisan,2005.
Firdaus, NH, Muhammad, dkk., Fatwa-Fatwa Ekonomi Syari’ah Kontemporer, Jakrta: Renaisan,2005.
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syari’ah dari
Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001, hlm. 87.
iii
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Asuransi
syariah dapat menjadi alterntif pilihan proteksi bagi pemeluk agama Islam yang
menginginkan produk yang sesuai dengan hukum Islam. Produk ini juga bisa
menjadi pilihan bagi pemeluk agama lain yang memandang konsep syariah adil bagi
mereka. Jadi Syariah adalah sebuah prinsip atau sistem yang ber-sifat
universal dimana dapat dimanfaatkan oleh siapapun juga yang berminat.
Pertama, prinsip tauhid, yaitu dimana kita meyakini akan kemahaesaan dan
kemahakuasaan Allah SWT didalam mengatur segala sesuatunya, termasuk mekanisme
perolehan rizki. Sehingga seluruh aktivitas, termasuk ekonomi, harus
dilaksanakan sebagai bentuk penghambaan kita kepada Allah SWT secara total.
Yang kedua, prinsip keadilan dan keseimbangan, yang menjadi dasar
kesejahteraan manusia. Karena itu, setiap kegiatan ekonomi haruslah senantiasa
berada dalam koridor keadilan dan keseimbangan. Kemudian
Yang ketiga adalah kebebasan.
hal ini berarti bahwa setiap manusia memiliki kebebasan untuk melaksanakan
berbagai aktivitas ekonomi sepanjang tidak ada ketentuan Allah SWT yang
melarangnya.
Selanjutnya yang keempat adalah
pertanggungjwaban. Artinya bahwa manusia harus memikul seluruh tanggung jawab
atas segala keputusan yang telah diambilnya
0 Response to "PRINSIP DALAM ASURANSI SYARIAH"
Post a Comment