KATA PEGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya
menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin
penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan.
Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang’’
BEA PEROLEHAN HASIL TANAH DAN BANGUNAN ’’ perlu untuk dicermati dan mendapat dukungan
dari semua pihak yang peduli dan sadar terhadap pajak.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya.
Terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………….i
DAFTAR ISI
……………………………………………………………...………ii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………...….... 1
BAB II PEMBAHASAN ...............…………………………………………...... 2
A.
Subjek dan Objek pajak.................................................................... 2
B.
Tarif dasar pengenaan pajak dan cara menghitung
pajak....................... 5
C.
Saat dan tempat pajak terutang.......................................................... 7
D.
Pembayaran, penetapan,dan penagihan................................................ 8
E.
Keberatan, banding,dan pengurangan.................................................. 10
F.
Pengambilan kelebihan pembayaran................................................... 12
G.
Pembagian hasil penerimaan BPHTB................................................. 14
H.
Ketentuan bagi pejabat..................................................................... 15
BAB III KESIMPULAN …………………………………………………………. 16
DAFTAR
PUSTAKA …………………………………………………………..... iii
BAB
I PENDAHULUAN
Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan
diperolehnya hak atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau Badan.
Hak atas Tanah dan
Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta
bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang pertanahan dan
bangunan.
Dasar Hukum
1.
Peraturan
Daerah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
2.
Peraturan
Bupati Nomor 78 Tahun 2010 tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan dan
Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Sistem yang digunakan dalam pemungutan
pajak adalah Sistem self assessment, dimana Wajib Pajak
membayar BPHTB yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat
ketetapan pajak. Ketentuan tata cara pembayaran BPHTB tercantum dalam
pasal 10 UU BPHTB yang dijabarkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 yang kemudian ditindak
lanjuti dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor 269/PJ/2001 tanggal 2 April 2001
dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 09/PJ.6/2001 tanggal 6 April 2001 yang
intinya adalah sebagai berikut :
A. Pembayaran
tidak mendasarkan kepada adanya Surat Ketetapan Pajak.
B. Dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Bea (SSB) ke Kas Negara melalui Bank/Kantor Pos atau Tempat Pembayaran lain yg ditunjuk
C. SSBB juga berfungsi
sebagai SPOP dan sekaligus digunakan untuk melaporkan data perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan
1
BAB
II
PEMBAHASAN
A. SUBJEK dan Objek Pajak
1. Siapa
Subjek BPHTB ?
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.
2. OBJEK
PAJAK
1. Apa yang menjadi objek BPHTB ?
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan, meliputi:
a. Pemindahan
hak karena:
- jual beli;
- tukar-menukar;
- hibah;
- hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia;
- waris;
- pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, yaitu pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut;
- pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, yaitu pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama;
- penunjukan pembeli dalam lelang, yaitu penetapan pemenang lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang;
- pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu adanya peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut;
2
- penggabungan usaha, yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung;
- peleburan usaha, yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut;
- pemekaran usaha, yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama;
- hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah.
b. Pemberian
hak baru karena:
- kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak;
- di luar pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
- Objek pajak yang diperoleh karena waris dan hibah wasiat pengenaan BPHTB-nya diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 111 Tahun 2000;
- Objek pajak yang diperoleh karena pemberian hak pengelolaan pengenaan BPHTB-nya diatur lebih lanjut dengan PP Nomor 112 Tahun 2000;
2. Apa saja yang termasuk hak atas
tanah ?
Hak
atas tanah meliputi :
a. hak milik, yaitu hak turun-temurun,
terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum
tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah;
b. hak guna usaha (HGU), yaitu hak untuk
mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu
sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku;
c. hak guna bangunan (HGB), yaitu hak untuk
mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya
sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan
3
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria.
d. hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan
atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah
milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau
perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan
jiwa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. hak milik atas satuan rumah susun,
yaitu hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik
atas satuan rumah susun meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama,
dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dengan satuan yang bersangkutan.
f. hak pengelolaan, yaitu hak menguasai
dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang
haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah,
penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian
dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak
ketiga.
3. Objek pajak
apa saja yang tidak dikenakan BPHTB ?
- objek pajak yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
- objek pajak yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
- objek pajak yang diperoleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
- objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
- objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena wakaf;
- objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah
- Yang dimaksud dengan tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum adalah tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan baik Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah
4
- dan kegiatan yang semata-mata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya, tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk instansi pemerintah, rumah sakit pemerintah, jalan umum.
- Yang dimaksud dengan konversi hak adalah perubahan hak dari hak lama menjadi hak baru menurut Undang-undang Pokok Agraria, termasuk pengakuan hak oleh Pemerintah.
- Yang dimaksud wakaf adalah perbuatan hukum orang pribadi atau badan yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa hak milik tanah dan atau bangunan dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apapun.
B.
Tarif, Dasar Pengenaan dan Cara Perhitungan
Pajak
Berapa besarnya tarif BPHTB ?
Tarif BPHTB adalah 5% (lima persen).
Dasar Pengenaan dan Cara Penghitungan Pajak
1. Apakah dasar pengenaan BPHTB ?
Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak
(NPOP), yaitu a. jual beli adalah harga transaksi;
- tukar-menukar adalah nilai pasar;
- hibah adalah nilai pasar;
- hibah wasiat adalah nilai pasar;
- waris adalah nilai pasar;
- pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;
- pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
- peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;
- pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar;
- pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;
- penggabungan usaha adalah nilai pasar;
- peleburan usaha adalah nilai pasar;
- pemekaran usaha adalah nilai pasar;
- hadiah adalah nilai pasar;
- penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang.
5
Dalam hal NPOP tidak diketahui atau
lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB pada tahun terjadinya
perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang dipakai adalah NJOP PBB.
- Yang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
- Dalam hal NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan belum ditetapkan, besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
2. Apa yang boleh dikurangkan dalam penghitungan
BPHTB ?
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena
Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP diberikan untuk setiap perolehan hak sebagai pengurang
penghitungan BPHTB terutang.
3. Berapa besarnya NPOPTKP ?
NPOPTKP ditetapkan secara regional
(setiap kabupaten/kota) paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah),
kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima
oleh orang pribadi dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat,
termasuk suami/istri, NPOPTKP regional paling banyak Rp300.000.000,- (tiga
ratus juta rupiah).
- Besarnya NPOPTKP ditetapkan oleh Kepala Kanwil DJP atas nama Menteri Keuangan untuk setiap kabupaten/kota dengan mempertimbangkan pendapat Pemda setempat.
- Ketentuan besarnya NPOPTKP diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 113 Tahun 2000.
4. Bagaimana cara menghitung BPHTB terutang ?
Cara Menghitung BPHTB :
BPHTB terutabf =5% x (NPOP –
NPOPTKP)
NPOP : Nilai Perolehan Objek Pajak
Dasar pengenaan NPOP adalah :
• Harga Transaksi, untuk jenis perolehan : Jualbeli
6
• Nilai Pasar, untuk jenis perolehan : Tukar Menukar, Hibah, Hibah wasiat, waris, pemasukan perolehan dalam perseroan /badan hukum lain, pemisahan hak, peralihan hak krn putusan hakim, pemberian hak baru, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, hadiah
• Harga yg tercantum dalam risalah lelang, untuk Lelang.
Bila NPOP tidak diketahui ataun lebih rendah dari NJOP PBB, maka yg menjadi dasar pengenaan adalah NJOP PBB.
NPOPTKP : Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Besarnya NPOPTKP :
• Dalam Hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yg diterima orang pribadi dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, ditetapkan paling banyak Rp 300.000.000,-
• Dalam hal perolehan hak rumah sederhana sehat (RSH) dan Rumah Sususn Sederhana melalui KPR bersubsidi, ditetapkan sebesar Rp 42.000.000,-
• Selain 2 hal diatas, , ditetapkan paling banayak Rp 60.000.000,-
C. Saat dan Tempat Pajak Terutang
1. Kapan saat
BPHTB terutang dan harus dilunasi ? Saat terutang dan pelunasan BPHTB
untuk:
a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta, yaitu tanggal dibuat dan ditandatanginya akta
pemindahan hak di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris;
b.
tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
c.
hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
d. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah
sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak
tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
g. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang
lelang, yaitu tanggal ditandatanganinya Risalah Lelang oleh Kepala Kantor
Lelang Negara atau kantor lelang lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang memuat antara lain nama pemenang lelang.
7
h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan
yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan
mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari
pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat
keputusan pemberian hak;
k. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak
tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan
ditanda-tanganinya akta;
m.
peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta;
n.
pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta;
o.
hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
2. Dimana
tempat BPHTB terutang?
Tempat BPHTB terutang adalah wilayah
Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan atau bangunan.
D. Pembayaran, Penetapan, dan Penagihan
1. Bagaimana cara membayar BPHTB ?
BPHTB yang terutang dibayar ke kas
negara melalui Bank/Kantor Pos Persepsi BPHTB, yaitu Kantor Pos dan atau Bank
Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat
pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan menggunakan Surat Setoran
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB).
2. Dalam waktu berapa lama SKBKB
dapat diterbitkan ?
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB)
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah
BPHTB yang terutang kurang dibayar.
3. Berapa besarnya BPHTB
terutang dalam SKBKB ?
BPHTB terutang dalam SKBKB adalah BPHTB
terutang yang belum atau kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi
berupa bunga 2% (dua persen) sebulan dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut
untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saat
terutangnya BPHTB sampai dengan diterbitkannya SKBKB dimaksud.
8
4. Dalam waktu
berapa lama SKBKBT dapat diterbitkan ?
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan
(SKBKBT) apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap
yang menyebabkan penambahan jumlah BPHTB yang terutang setelah diterbitkannya
SKBKB.
5. Berapa besarnya
BPHTB terutang dalam SKBKBT ?
BPHTB terutang dalam SKBKBT adalah
BPHTB terutang yang belum atau kurang dibayar ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah
kekurangan BPHTB tersebut, kecuali Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum
dilakukan tindakan pemeriksaan
6. Bilamana STB diterbitkan ?
Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (STB) diterbitkan apabila : a. BPHTB yang terutang
tidak atau kurang dibayar; b. dari hasil pemeriksaan SSB terdapat
kekurangan pembayaran BPHTB sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.
7. Berapa besarnya BPHTB terutang
dalam STB ?
BPHTB terutang dalam STB akibat tidak
atau kurang dibayar dan akibat salah tulis dan atau hitung adalah BPHTB
terutang yang belum atau kurang dibayar ditambah sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut
untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak saat
terutangnya BPHTB.
8. Bagaimana kedudukan STB dalam proses
penagihan BPHTB ?
STB mempunyai kekuatan hukum yang sama
dengan surat ketetapan pajak sehingga penagihannya dapat dilanjutkan dengan
penerbitan Surat Paksa.
9. Apakah dasar penagihan BPHTB ?
- Dasar penagihan BPHTB adalah SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah.
- Tata cara penagihan BPHTB diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan.
9
10. Berapa lama
jangka waktu pelunasan SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB
yang harus dibayar bertambah?
- BPHTB terutang dalam SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak;
- Apabila sampai dengan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud tidak atau kurang dibayar, dapat ditagih dengan Surat Paksa, yaitu surat perintah membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mempunyai kekuatan sama dengan putusan pengadilan (parate executie).
E. Keberatan, Banding, dan Pengurangan
1. Apa saja yang dapat diajukan permohonan keberatan
BPHTB ?
Yang dapat diajukan keberatan kepada
Direktur Jenderal Pajak adalah : a. SKBKB, yaitu surat ketetapan yang
menentukan besarnya jumlah BPHTB terutang, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar;
b. SKBKBT, yaitu surat ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah
BPHTB yang telah ditetapkan; c. SKBLB, yaitu surat ketetapan yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran BPHTB karena jumlah BPHTB yang telah
dibayar lebih besar daripada BPHTB yang seharusnya terutang; d. SKBN,
yaitu surat ketetapan yang menentukan jumlah BPHTB yang terutang sama besarnya
dengan jumlah BPHTB yang dibayar.
2. Bagaimana tata cara permohonan keberatan BPHTB ?
- Membuat permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala KPPBB dengan mengemukakan jumlah BPHTB yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak disertai dengan alasan yang jelas, yaitu didukung dengan data atau bukti bahwa jumlah BPHTB yang terutang atau lebih bayar yang ditetapkan oleh fiskus tidak benar;
- Menyampaikan permohonan secara lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam batas waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya SKBKB, SKBKBT, SKBLB, atau SKBN; kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
- Melampirkan foto kopi sebagai berikut :
10
- Fotocopy SSB
- Asli SKBKB/SKBKBT/SKBLB/SKBN
- Fotocopy Akta/Risalah Lelang/Surat Keputusan Pemberian Hak Baru/Putusan Hakim
- Fotocopy KTP/ Paspor / KK /identitas lain
- Permohonan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan;
- Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.
3. Berapa lama jangka waktu penyelesaian permohonan
keberatan BPHTB ?
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka
waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Permohonan Keberatan
diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila jangka
waktu sebagaimana dimaksud telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak
memberikan suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap
diterima.
4. Apa yang dapat disampaikan oleh Wajib Pajak
sebelum keputusan keberatan BPHTB diterbitkan ?
Sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan, Wajib Pajak
dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.
5. Apa bentuk keputusan keberatan ?
Keputusan Keberatan dapat berupa :
- menerima seluruhnya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan terbukti kebenarannya.
- menerima sebagian, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan sebagian terbukti kebenarannya.
- menolak, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan tidak terbukti kebenarannya.
- menambah jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan, mengakibatkan peningkatan jumlah BPHTB-nya.
11
6. Apa yang dapat dilakukan Wajib Pajak jika
permohonan keberatannya ditolak ?
- Wajib Pajak yang keberatannya ditolak dapat mengajukan banding ke Badan Pengadilan Pajak (BPP).
- Permohonan dimaksud diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
7. Apa bentuk putusan Banding ?
Putusan Banding dapat berupa :
- - menolak;
- - mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
- - menambah pajak yang harus dibayar;
- - tidak dapat diterima;
8. Bagaimana sifat Putusan Banding ?
Putusan Banding oleh BPP bukan
merupakan putusan final dan dapat diajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah
Agung.
9. Bagaimana jika Putusan Banding menerima
sebagian atau seluruhnya ?
Apabila putusan banding menerima
sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan
ditambah imbalan bunga sebesar 2% untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran BPHTB sampai dengan diterbitkannya Putusan Banding.
10. Kepada siapa pengurangan BPHTB dapat diberikan ?
Pengurangan BPHTB dapat diberikan Wajib
Pajak melalui permohonan karena: a. kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada
hubungannya dengan Objek BPHTB, atau b. kondisi Wajib Pajak yang ada
hubungannya dengan sebab-sebab tertentu, atau c. tanah dan atau bangunan
digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk
mencari keuntungan.
F. Pengembalian Kelebihan Pembayaran
1. Dalam hal apa terjadi kelebihan pembayaran BPHTB ?
12
Kelebihan pembayaran BPHTB terjadi dalam hal :
a. BPHTB yang
dibayar lebih besar daripada yang seharusnya terutang;
b. BPHTB yang
dibayar tidak seharusnya terutang;
c. permohonan
pengurangan dikabulkan;
d. pengajuan
keberatan atas ketetapan BPHTB dikabulkan seluruhnya atau sebagian;
e. permohonan
banding terhadap keputusan keberatan dikabulkan seluruhnya atau sebagian;
f.
perubahan peraturan.
2. Bagaimanakah
perlakuan atas kelebihan pembayaran BPHTB ?
Kelebihan Pembayaran PBB dapat dikembalikan kepada Wajib
Pajak (restitusi), diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, atau disumbangkan
kepada Negara.
3. Dalam jangka waktu maksimal berapa lama KPPBB
harus memberikan jawaban atas surat permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran BPHTB dimaksud ?
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak harus diterbitkan
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya surat permohonan
secara lengkap dari Wajib Pajak. Apabila dalam jangka waktu tersebut surat
keputusan tidak diterbitkan maka permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan
serta Kepala KPPBB harus menerbitkan SKBLB dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan.
4. Apakah bentuk Surat Keputusan yang dapat
diterbitkan atas pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB ?
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan
(sederhana dan lapangan) menerbitkan:
- SKBLB, apabila jumlah BPHTB yang dibayar ternyata lebih besar daripada jumlah BPHTB yang terutang atau dilakukan pembayaran BPHTB yang tidak seharusnya terutang;
- SKBN, apabila jumlah BPHTB yang dibayar sama dengan jumlah BPHTB yang terutang;
- SKBKB, apabila jumlah BPHTB yang dibayar ternyata kurang dari jumlah BPHTB yang seharusnya terutang.
5. Kapan pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB
dilakukan ?
Pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB dilakukan dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKBLB, yaitu dengan
diterbitkannya Surat Perintah Membayar Kelebihan BPHTB (SPMKB) oleh Kepala
KPPBB. Dalam hal Kepala KPPBB terlambat menerbitkan SPMKB, maka Wajib Pajak
diberikan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan sampai dengan diterbitkannya
SPMKB dimaksud.
13
G. Pembagian Hasil Penerimaan BPHTB
1. Bagaimana pengelolaan hasil penerimaan BPHTB ?
Hasil penerimaan BPHTB dibagi dengan perimbangan sebagai
berikut :
- - 20 % (duapuluh persen) untuk pemerintah pusat yang selanjutnya dikembalikan lagi secara merata ke setiap kabupaten/kota
- - 16 % (enambelas persen) untuk propinsi;
- - 64 % (enampuluh empat persen) untuk kabupaten/kota.
H. Ketentuan Bagi Pejabat
1. Kapan Pejabat dapat menandatangani akta pemindahan
hak atas tanah dan atau bangunan, menandatangani risalah lelang, menandatangani
dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah (SKPH), mendaftar
peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat ?
- Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
- Pejabat Lelang Negara hanya dapat menandatangani Risalah Lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
- Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan SKPH hanya dapat menandatangani dan menerbitkan surat keputusan dimaksud pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
- Pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
2. Apa sanksi bagi PPAT/Notaris atau
Pejabat Lelang Negara yang menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan
atau bangunan/risalah lelang tanpa adanya bukti pembayaran berupa SSB ?
Dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar
Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.
14
3. Apa kewajiban PPAT/Notaris atau Pejabat
Lelang Negara ?
- Melaporkan pembuatan akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan atau Risalah Lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada Direktorat Jenderal Pajak (KPPBB setempat) selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
4. Apa sanksi bagi PPAT/Notaris yang tidak
melaporkan pembuatan akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ke KPPBB
?
Dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp250.000,00
(dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.
5. Apa sanksi bagi Pejabat Pertanahan yang
menandatangani dan menerbitkan SKPH atau mendaftar peralihan hak atas tanah
karena waris atau hibah wasiat tanpa adanya bukti pembayaran berupa SSB ?
Dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
6. Apa sanksi bagi Kepala Kantor Lelang
Negara yang tidak melaporkan pembuatan risalah lelang ke KPPBB ?
Dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
15
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan
Subjek BPHTB adalah
orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut perundang-undangan
perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.
Objek
BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi : pemindahan
hak dan pemberian hak baru.
Sistem yang dipakai dalam dasar pemungutan pajak yaitu Sistem self
assessment, dimana Wajib Pajak membayar BPHTB yang terutang dengan
tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. Tarif BPHTB adalah
5% (lima persen).
16
DAFTAR PUSTAKA
Abut, Hilarus,
(2005). Perpajakan. Jakarta. Diadit Media
Gunadi ( 2002 ).
Ketentuan dasar pajak penghasilan. Jakarta. PT. Selemba Empat
Indonesia.
Direktorat Jendral Pajak ( 2005 ). PMK NO.137/PMK.03/2005 tentang penyesuaian
besarnya penghasilan tidak kena pajak.
Indonesia .
Direktorat Jendral Pajak. KMK 535/KMK.04/2000 tentang wajib pajak tertentu yang
dikecualikan dari kewajiban penyampaiyan surat pemberitahuan tahunan 22
Desember 2000
iii
0 Response to "MAKALAH BEA PEROLEHAN HASIL TANAH DAN BANGUNAN "
Post a Comment