KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat serta inayahnya kepada kami atas petunjuk-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tidak
henti-hentinya kami sampaikan kepada Nabi Agung junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, keluarga,sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti dan
mengamalkan sunnah-sunnahnya. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah “PENGANTAR STUDI ISLAM” yang berjudul Model Penelitian Fikih.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik.
Harapan penyusun, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa pada khususnya dan parapembaca
padaumumnya. Penyusun menyadari bahwa di dalam menyusun makalah ini, tentunya
masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, segala saran dan
kritik dari pembaca sangat kami nantikan untuk penyempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Belajar fiqih merupakan hal yang
sangat penting yang mana fiqih adalah syariat Islam yang harus dikerjakan oleh
umat muslim. Fiqih mengatur segala hukum Allah yang berhubungan dengan segala
pekerjaan mukalaf yang mana hukum ini diambil dari alqur’an dan as-sunnah
dengan jalan Ijtihad. Maka dari itu penting sekali bagi manusia untuk
mempelajari Ilmu fiqih karena tanpa
mempelajari itu maka manusia tidak mengerti suatu hukum, bisa dikatakan
manusia tidak ada bedanya dengan hewan.
Seorang itu akan berhasil dalam
belajar, kalau pada dirinya ada keinginan untuk belajar. Inilah prinsip dan
hukum pertama dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran, keinginan atau dorongan
untuk belajar inilah yang dinamakan motivasi.
Fikih atau hukum islam merupakan
salah satu bidang studi islam yang paling dikenal oleh masyarakat. Dari sejak
lahir sampai dengan meninggal dunia manusia selalu berhubungan dengan fikih. .
Ilmu fikih di kategorikan sebagai ilmu al-hal, yaitu ilmu yang wajib di
pelajari, karena dengan ilmu itu pula seseorang baru dapat melaksanakan
kewajibanya mengabdi kepada Allah melalui ibadah seperti salat, puasa, haji dan
sebagainya. Ilmu fikih menyangkut banyak kehidupan manusia. Tidak hanya pada
masalah ibadah saja namun juga mencakup fikih muamalah, tindak pidana,
peperangan dan pemerintahan dan sebagainya. Demikian besar fungsi fikih maka
nampak menyatu dengan misi agama Islam yang kehadiranya untuk mengatur
kehidupan manusia agar tercapai ketertiban dan keteraturanya. Karena itu sifat
yang kemudian menjadi ciri hukum islam dalam artian hukum yang mengatur
kehidupan umat islam adalah pembedaan antara ajaran ideal dan praktek faktual,
antara syari’ah seperti yang diajarkan ahli-ahli hukum klasik di satu pihak dan
hukum positif yang berlaku di pengadilan di pihak lain.
B. TUJUAN
Tujuan dari model penelitian fikih
ini adalah untuk mengetahui seberapa
jauh produk-produk hukum islam tersebut masih sejalan dengan tuntutan zaman,
dan bagaimana seharusnya hukum islam itu dikembangkan dalam rangka meresponi
dan menjawab secara kongkret berbagai masalah yang timbul di masyarakat.
Penelitian ini dinilai penting untuk dilakukan agar keberadaan hukum islam atau
fiqih tetap akrab dan fungsional dalam memandu dan membimbing perjalanan umat.
BAB II
ISI / PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK HUKUM
ISLAM
Pengertian
hukum islam juga dimaksudkan didalamnya
pengertian syari’at. Dalam kaitan ini ada pendapat yang mengatakan bahwa hukum
islam atau fikih adalah sekelompok dengan syari’at, yaitu ilmu yang berkaitan
dengan amal perbuatan manusia yang diambil dari nash al-Qur’an dan al-Sunnah.
Bila ada nash dari al-Qur’an atau al-Sunnah yang berhubungan dengan amal
perbuatan tersebut, atau yang diambil dari sumber-sumber lain,bila tidak ada
nash dari al-Qur’an atau al-Sunnah, maka dibentuklah suatu ilmu yang disebut
dengan ilmu Fikih. Jadi yang disebut ilmu Fikih ialah sekelompok hukum tentang
amal perbuatan manusia yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.
Berdasarkan
batasan tersebut diatas sebenarnya dapat dibedakan antara syari’ah dan hukum
islam atau fikih. Perbedaan tersebut terlihat pada dasar atau dalil yang
digunakan. Syari’at bersifat permanen, kekal dan abadi sedangkan fikih atau
hukum islam bersifat temporer dan dapat berubah.
Zaki
Yamani membagi syari’at islam dalam dua pengertian yaitu dalam arti luas dan
arti sempit. Pengertian syari’at islam dalam arti luas adalah semua hukum yang
telah disusun dengan teratur oleh para ahli fikih dalam pendapat-pendapat
fikihnya mengenai persoalan di masa mereka, atau yang mereka perkirakan akan
terjadi kemudian, dengan mengambil dalil-dalil yang langsung dari al-Qur’an dan
al-Hadist, atau sumber pengambilan hukum seperti ijma’ dan qiyas. Syari’at
dalam arti luas ini memberikan peluang untuk berbeda pendapat, untuk
mengikutinya atau tidak mengikutinya. Sedangkan Pengertian dalam arti sempit,
syari’at islam itu terbatas pada hukum-hukum yang berdalil pasti dan tegas,
yang tertera dalam al-Qur’an, hadis yang sahih, atau yang ditetapkan oleh
ijma’.
Kini
syari’at islam telah berusia cukup tua, yaitu dari sejak kelahiran agama islam
itu sendiri pada lima belas abad yang lalu sampai sekarang. Sejauh manakah
syari’at islam itu tetap aktual dan mampu meresponi perkembangan zaman, telah
dijawab lewat berbagai penelitian yang dilakukan para ahli yang
contoh-contohnya dapat dilihat dalam uraian dibawah ini.
B. MODEL-MODEL PENELITIAN FIKIH (HUKUM
ISLAM)
Pada
uraian berikut ini akan kami sajikan beberapa model penelitian yang dilakukan
oleh Harun Nasution, Noel J. Coulson dan Muhammad Atha Muzhar.
1. Model
Harun Nasution
Sebagai guru besar dalam bidang
Teologi dan Filsafat Islam, Harun Nasution juga mempunyai perhatian terhadap
Hukum Islam. Penelitiannya dalam bidang Hukum Islam ini ia tuangkan secara
ringkas dalam bukunya Islam Ditinjau Dari
Berbagai Aspeknya Jilid II. Melalui penelitiannya secara ringkas namun
mendalam terhadap berbagai literatur tentang hukum islam dengan menggunakan
pendekatan sejarah, Harun Nasution telah berhasil mendeskripsikan struktur
Hukum Islam secara komprehensif, yaitu mulai dari kajian terdapat ayat-ayat
hukum yang ada dalam al-Qur’an, latar belakang dan sejarah pertumbuhan dan
perkembangan hukum islam dari sejak zaman nabi sampai dengan sekarang, lengkap
dengan beberapa mazhab yang ada di dalamnya berikut sumber hukum yang digunakannya
serta latar belakang timbulnya perbedaan pendapat. Melalui pendekatan
kesejarahan Harun Nasution membagi perkembangan hukum islam ke dalam 4 periode,
yaitu periode Nabi, periode sahabat Nabi, periode ijtihad serta kemajuan dan
periode taklid serta kemunduran.
a.
Pada periode Nabi
Bahwa
segala persoalan dikembalikan kepada Nabi untuk menyelesaikannya, maka Nabi lah
yang menjadi satu-satunya sumber hukum. Secara langsung pembuat hukum adalah
Nabi, tetapi secara tidak langsung Tuhan
lah pembuat hukum. Karena hukum yang dikeluarkan Nabi bersumber pada wahyu dari
Tuhan. Sumber hukum yang ditinggalkan Nabi untuk zaman-zaman sesudahnya ialah
al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
b. Pada periode Sahabat Nabi
Pada
periode ini, daerah yang dikuasai islam bertambah luas dan termasuk dalamnya
daerah di luar Semenanjung Arabia yang telah mempunyai kebudayaan tinggi dan
susunan masyarakat Arabia ketika itu, maka sering dijumpai berbagai persoalan
hukum. Untuk itu para sahabat disamping berpegang kepada al-Qur’an dan
al-Sunnah juga kepada sunnah para sahabat.
c.
Pada periode ijtihad serta kemajuan
Pada
periode ijtihad yang disamakan oleh Harun Nasution dengan periode kemajuan
islam I ( 700-1000 M ), masalah hukum yang dihadapi semakin beragam, sebagai
akibat dari semakin bertambahnya daerah islam dengan berbagai macam bangsa
masuk islam dengan membawa berbagai macam adat istiadat, tradisi,dan sistem
kemasyarakatan. Dalam kaitan ini muncullah ahli-ahli hukum mujtahid yang
disebut imam atau faqih ( fuqaha) dalam islam, dan pemuka-pemuka hukum ini
mempunyai murid.
d. Periode taklid serta kemunduran
Setelah
periode ijtihad dan perkembangan hukum pada periode ijtihad, datanglah periode
taklid dan penutupan pintu ijtihad. Di abad ke empat Hijrah (abad kesebelas
Masehi) bersamaan dengan mulainya masa kemunduran dalam sejarah kebudayaan
islam, berhentilah perkembangan hukum islam.
Dari uraian diatas tersebut terlihat
model penelitian fikih atau hukum islam yang digunakan Harun Nasution adalah
penelitian eksploratif, deskriptif, dengan menggunakan pendekatan kesejarahan.
Melalui penelitian ini, pembaca akan mengenal secara awal untuk memasuki kajian
hukum islam lebih lanjut.
2. Model
Noel J. Coulson
Noel J. Coulson menyajikan hasil
penelitiannya di bidang hukum islam dalam karyanya berjudul Hukum Islam Dalam Perspektif Sejarah.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang menggunakan pendekatan
sejarah. Hasil penelitian ini dituangkan dalam tiga bagian, yaitu :
-
Bagian pertama, menjelaskan tentang terbentuknya
hukum syari’at, yang didalamnya dibahas tentang legalisasi al-Qur’an, praktek
hukum di abad pertama islam, akar yurisprudensi sebagai mazhab pertama, imam
al-syafi’i.
-
Bagian kedua, menjelaskan tentang pemikiran dan
praktek hukum islam di abad pertengahan.
-
Bagian ketiga, menjelaskan tentang hukum islam di
masa modern.
Pada bagian pendahuluan Coulson
menyatakan bahwa masalah yang dasar saat ini
ialah adanya pertentangan antara ketentuan-ketentuan hukum tradisional
yang dinyatakan secara kaku di satu pihak, dan tuntutan-tuntutan masyarakat
modern di lahin pihak. Apabila perjalanan hukum diarahkan agar bisa membentuk
dirinya sebagai penjabaran perintah Tuhan, agar tetap menjadi hukum islam, maka
tak bisa dibenarkan suatu reformasi yang dimaksudkan guna memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Ketika berbicara tentang legalisasi
al-Qur’an, Coulson mengatakan bahwa prinsip Tuhan adalah satu-satunya pembentuk
hukum dan bahwa semua perintah-Nya harus dijadikan kendali utama atau segenap
aspek kehidupan sudahlah mapan. Hanya saja perintah-perintah itu tidak tersusun
secara bulat dalam bentuk bab yang lengkap buat manusia. Selanjutnya ketika
mengemukakan hukum di abad pertama islam, Coulson mengatakan bahwa di bidang
hukum muncul keseragaman di satu pihak, dan perbedaan di pihak lain. Menurut
Coulson ada dua alasan prinsip di balik keberagaman atau perbedaan ini. Pertama, adalah lazim bahwa
masing-masing qadi cenderung menerapkan aturan setempat yang tentu berbeda-beda
antara satu daerah dan daerah lainnya. Kedua,
wewenang hakim untuk memutus perkara sesuai dengan pendapatnya sendiri untuk
maksud apapun, tidak dibatasi.
Berdasar pada hasil penelitian
tersebut, nampak bahwa dengan menggunakan pendekatan historis, Coulson lebih
berhasil menggambarkan perjalanan hukum islam dari sejak berdirinya hingga
sekarang secara utuh. Melalui penelitiannya itu, Coulson telah berhasil
menempatkan hukum islam sebagai perangkat norma dari perilaku teratur dan
merupakan suatu lembaga sosial. Di dalam prosesnya, hukum sebagai lembaga
sosial memenuhi kebutuhan pokok manusia akan kedamaian dalam masyarakat. Warga
masyarakat tak akan mungkin hidup teratur tanpa hukum, oleh karena norma-norma
lainnya tak akan mungkin memenuhi kebutuhan manusia akan keteraturan dan
ketentraman secara tuntas. Dalam hukum islam sebagaimana diketahui misalnya
memperhatikan sekali masalah keluarga, karena dari keluarga-keluarga yang baik,
makmur dan bahagialah tersusun masyarakat yang baik,makmur dan bahagia. Oleh karena itu keteguhan ikatan kekeluargaan
perlu dipelihara, dan disinilah terletak salah satu sebabnya ayat-ayat ahkam
mementingkan soal hidup kekeluargaan. Dengan melihat fungsi hukum demikian,
maka pengamatan terhadap perubahan sosial harus dijadikan pertimbangan amat
penting dalam rangka reformulasi hukum islam.
3. Model
Mohammad Atho Mudzhar
Dalam
rangka penyelesaian program doktornya di Universitas California, Amerika
Serikat, tahun 1990, Mohammad Atho Mudzhar menulis disertasi yang isinya berupa
penelitian terhadap produk fatwa Majelis Ulama Indonesia tahun 1975-1988.
Penelitian disertasinya itu berjudul Fatwas
of the counsil of Indonesia Ulama A Study of
Islamic Legal Thought In Indonesia 1975-1988.
Tujuan
dari penelitian yang dilakukannya adalah untuk mengetahui materi fatwa yang
dikemukakan Majelis Ulama Indonesia serta latar belakang sosial politik yang
melatarbelakangi timbulnya fatwa tersebut. Penelitian ini bertolak dari suatu
asumsi bahwa produk fatwa yang dikeluarkan MUI selalu dipengaruhi oleh setting
sosio kultural dan sosio politik, serta fungsi dan status yang harus dimainkan
oleh lembaga tersebut. Produk-produk fatwa Majelis Ulama yang ditelitinya
adalah terjadi di sekitar tahun 1975 sampai dengan 1988 pada saat mana Menteri
Agama dijabat masing-masing oleh A. Mukti Ali (1972-1978), Alamsyah Ratu
Perwiranegara (1978-1983), dan Munawir Sjadzali (1983-1988). Sementara itu
Ketua Majelis Ulama Indonesia dijabat oleh K.H Hasan Basri.
Hasil
penelitian tersebut dituangkan dalam 4 bab, yaitu antara lain :
1. Bab pertama, mengemukakan tentang latar
belakang dan karakteristik Islam di Indonesia serta pengaruhnya terhadap corak
hukum islam.
2. Bab kedua, disertasi tersebut mengemukakan
tentang Majelis Ulama Indonesia dari segi latar belakang didirikannya, sosio
politik yang mengitarinya, hubungan Majelis Ulama dengan pemerintah dan
organisasi islam serta organisasi non islam lainnya dan berbagai fatwa yang
dikeluarkannya.
3. Bab ketiga, penelitian dalam disertasi
tersebut mengemukakan tentang isi produk fatwa yang dikeluarkan MUI serta
metode yang digunakannya. Fatwa-fatwa tersebut antara lain meliputi bidang
ibadah ritual, masalah keluarga dan perkawinan, kebudayaan, makanan, perayaan
hari-hari besar agama Nasrani, masalah kedokteran, keluarga berencana, dan
aliran minoritas dalam islam.
4. Bab keempat, adalah berisi
kesimpulan-kesimpulan dari studi tersebut, dimana yang dinyatakan bahwa fatwa
MUI dalam kenyataannya tidak selalu konsisten mengikuti pola metodologi dalam
penetapan fatwa sebagaimana dijumpai dalam ilmu fikih.
Dengan memperhatikan uraian
tersebut, terlihat bahwa bidang penelitian Hukum Islam yang dilakukan Atho
Mudzhar termasuk penelitian uji teori atau uji asumsi (hipotesa) yang dibangun
dari berbagai teori yang terdapat dalam ilmu sosiologi hukum. Dengan demikian,
hukum islam baik langsung maupun tidak langsung masuk ke dalam kategori ilmu
sosial. Hal ini sama sekali tidak mengganggu kesucian dan kesakralan al-Qur’an
yang menjadi sumber hukum islam tersebut, sebab yang dipersoalkan disini bukan
mempertanyakan relevan dan tidaknya al-Qur’an tersebut, tetapi yang
dipersoalkan adalah apakah hasil pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an,
khususnya mengenai ayat-ayat ahkam tersebut masih sejalan dengan tuntutan zaman
atau tidak. Keharusan menyesuaikan hasil pemahaman ayat-ayat al-qur’an yang
berkenaan dengan hukum tersebut dengan perkembangan zaman perlu dilakukan.
Karena dengan cara inilah makna kehadiran al-Qur’an secara fungsional dapat
dirasakan oleh masyarakat.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jadi berdasarkan pembahasan di atas,
dapat disimpulkan bahwa hukum islam atau fikih adalah sekelompok(sama) dengan
syari’at yaitu ilmu yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia yang diambil
dari nash al-Qur’an dan al-Sunnah. Perbedaan antara syari’ah dan hukum islam
atau fikih yaitu Syari’at bersifat permanen, kekal dan abadi sedangkan fikih
atau hukum islam bersifat temporer dan dapat berubah. Ada tiga model penelitian
fikih yaitu Model Harun Nasution, Model
Noel J. Coulson, dan Model Mohammad
Atho Mudzhar. Harun nasution membagi perkembangan hukum Islam ke dalam 4
periode, yaitu periode nabi, periode
sahabat, periode ijtihad serta kemajuan dan periode taklid serta kemunduran. Model Noel J. Coulson, Hasil
penelitianya di tuangkan dalam 3 bagian, - Menjelaskan tentang terbentuknya
hukum syari’at, yang di dalamnya di bahas tentanglegalisasi al-Qur’an, praktek
hukum di abad pertama Islam, akar yurisprudensi sebagai mazhab pertama, imam
al-Syafi’i. - Berbicara tentang dan praktek hukum Islam di abad pertengahan. Di
dalamnya membahas tentang teori hukum klasik, antara kesatuan dan keragaman,
dampak aliran dalam sistem hukum, pemerintahan dan hukum syari’at, masyarakat
Islam dalam hukum syari’at. Berbicara tentang hukum Islam di masa modern yang
di dalamnya di bahas tentang penyerapan hukum eropa, hukum syari’at
kontemporer, taklid dan pembaharuan hukum serta neo ijtihad. Model Mohammad Atho Mudzhar, Hasil
penelitian tersebut di tuangkan dalam 4 Bab.
-Mengemukakan tentang latar belakang dan karakteristik Islam di
indonesia serta pengaruhnya terhadap corak hukum Islam. -Dalam bab ini
mengemukakan tentang Majelis Ulama Indonesia dari segi latar belakang
didirikanya, sosio politik yang mengitarinya, hubungan Majelis Ulama dengan
pemerintahan dan organisasi Islam serta organisasi non Islam lainnya dan
berbagai fatwa yang di keluarkannya.
-Penelitian di sertai dengan
mengemukakan isi produk fatwa yang di keluarkan oleh MUI seta metode yang di
gunakanya. Fatwa tersebut antara lain meliputi bidang ibadah ritual, masalah
keluarga dan perkawinan, kebudayaan, masalah kedokteran, keluarga berencana,
dan aliran minoritas dalam Islam. -Berisi kesimpulan yang di hasilkan dari
studi tersebut. Dalam kesimpulan tersebut dinyatakan bahwa fatwa MUI dalam
kenyataanya tidak selalu konsisten mengikuti pola metodologi dalam penetapan
fatwa sebagaimana di jumpai dalam ilmu fikih.
B. KRITIK DAN SARAN
Demikian makalah ini kami susun,
namun sebagai manusia yang tidak sempurna kami menyadari bahwa ada banyak
kesalahan-kesalahan serta kekurangan-kekurangan yang terdapat didalamnya baik
dalam dari segi isi, pengetikan, dan kesalahan-kesalahan lain yang terjadi,
untuk itu beribu ma’af kami harapkan, kiranya bisa dimaklumi.
Namun
demikian, segala masukkan, tanggapan, saran serta kritikkan yang bersifat
membangun sangat kami harapkan untuk perbaikkan dimasa depan.
DAFTAR
PUSTAKA
Mukhtar
Yahya & Fathurrahman, Dasar – Dasar
Pembinan Hukum Islam, (Bandung : Al- Ma’arif, 1986) cet ke – 10
Dr. H. Abuddin Nata, MA, Metodologi Studi Islam, (jakarta:PT.
Raja Grafindo Persada, 2003), cet ke-8
Harun Nasution, Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, (Jakarta: Universitas
Indonesia, 1979), hlm 8.
0 Response to "MODEL PENELITIAN FIQH"
Post a Comment