"Perjanjian
Dalam Islam Berbentuk (ILEGAL)"
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga
kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya,
yang berjudul “Perjanjian dalam Islam ( ILEGAL )”.
Makalah ini berisikan tentang
pengertian Perjanjian dalam Islam (ilegal) atau yang lebih khususnya membahas
tentang poin-poin penting yang terkandung dalam perjanjian dalam islam
(ilegal), karakteristik serta yang dianggap perjanjian yang tidak diperbolehkan
dalam islam. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita
semua secara detail.
Kami menyadari bahwa Makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan Makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih
kepada semua teman-teman yang telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini
dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita.
Aminnn….
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kita tahu bahwa Hukum islam secara
umum mengatur semua sendi kehidupan manusia secara menyeluruh, mencakup segala
macam aspeknya. Hubungan manusia dengan Allah SWT ialah diatur dalam bidang
ibadah, dan hubungan manusia dengan sesamanya ialah diatur dalam bidang
muamalat, dalam arti luas , baik yang bersifat perorangan maupun yang bersifat
umum,seperti masalah perkawinan, pewarisan, ketatanegaraan, hubungan antar
Negara, kepidanaan, peradilan, dan sebagainya.
Sebagai makhluk sosial, manusia pada
hakikatnya tidak dapat hidup sendiri dalam masyarakat. Dimana manusia harus
saling berinteraksi dengan manusia lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Hukum yang ilegal atau yang tidak
sah merupakan hukum yang tidak memenuhi syarat-syarat suatu perjanjian, dan
dilarang untuk melakukan sebuah perjanjian itu,baik cara orang yang
melakukannya maupun barang yang akan dijadikan sebuah perjanjian itu.
Pada makalah ini kami sebagai
penyusun ingin memaparkan tentang perjanjian yang tidak sah menurut hukum
islam, barang-barang gelap, liar dan tidak ada izin dari pihak bersangkutan
dalam islam.
B.
TUJUAN
Dengan mempelajari dan memahami isi
makalah ini, kita diharapkan mampu untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sebuah
perjanjian didalam islam, dan apa yang menyebabkan sebuah perjanjian itu tidak
sah.
Dengan memahami materi ini juga,
kita mampu membedakan perjanjian yang sah dan juga perjanjian yang tidak sah,
serta mengetahui apa apa saja yang termasuk perjanjian yang tidak sah (
ilegal).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PERJANJIAN MENURUT ISLAM
1. Pengertian
Secara
Etimologi, perjanjian dalam bahasa arab sering disebut dengan istilah al-mu’ahadah (janji), al-ittifa(kesepakatan), dan al-‘aqdu(ikatan). Secara terminologi,
perjanjian atau aqad secara umum ialah diartikan suatu janji setia kepada Allah
SWT, atau suatu ikatan yang dibuat oleh manusia dengan manusia lainnya dalam
pergaulan hidupnya sehari-hari.
Istilah perjanjian dalam hukum Indonesia disebut akad dalam
hukum Islam. Definisi perjanjian ialah
suatu persetujuan antara dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk
melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam definisi di atas
secara jelas terdapat konsensur antara para pihak, yaitu persetujuan antara
pihak satu dengan pihak lain dan pelaksanaan perjanjian tersebut terletak pada
lapangan harta kekayaan. Menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum
Perdata perjanjian ialah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih. Suatu perjanjian ialah semata-mata untuk suatu persetujuan yang
diakui oleh hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok di dalam
dunia usaha dan menjadi dasar bagi kebanyakan transaksi dagang seperti jual
beli barang, tanah, pemberian kredit, asuransi, pengangkutan barang,
pembentukan organisasi usaha dan termasuk juga menyangkut tenaga kerja.
2. Syarat
perjanjian (akad)
Adapun syarat-syarat perjanjian
(akad) ini ialah:
-
Harus jelas atau terang
pengertiannya, dalam artian bahwa lafaz yang dipakai dalam ijab dan qabul harus
jelas maksud dan tujuannya menurut kebiasaan yang berlaku.
-
Harus ada kesesuaian (tawaffuq)
antara ijab dan qabul dalam semua segi perjanjian, untuk menghindari terjadinya
kesalah-pahaman di antara para pihak yang melakukan perjanjian di kemudian
hari.
-
Harus memperlihatkan kesungguhan dan
keridhaan (tidak ada paksaan) dari para pihak yang terkait untuk melaksanakan
isi perjanjian yang telah dibuat, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang penuh.
B.
PERJANJIAN DALAM
ISLAM (ILEGAL)
1. Pengertian
Perjanjian
Ilegal dalam islam ialah perjanjian yang tidak sah menurut hukum islam. Islam ialah
agama yang syamil, yang mencangkup segala permasalahan manusia. Nah,
disini kami sebagai kelompok II menyajikan perjanjian dalam islam secara ilegal
diambil dari dua perjanjian, yaitu perjanjian(akad) pernikahan dan
perjanjian(akad) jual beli.
a. Perjanjian(aqad) pernikahan
Pernikahan
ialah akad atau perjanjian yang mengandung maksud membolehkan hubungan kelamin
antara laki-laki dan perempuan.
Di
akad ini ada beberapa pernikahan yang terlarang (dilarang oleh agama islam)
antara lain sebagai berikut :
1. Nikah
Mut’ah
Nikah
mut’ah ialah perkawinan untuk masa tertentu, dalam arti pada waktu aqad
dinyatakan masa tertentu, yang bila masa
itu telah dalam. Nikah ini masih dijalankan oleh penduduk Iran yang bermazhab
Syi’ah Imamiyah dan disebut dengan nikah munqati’.
2. Nikah
tahlil atau muhallil
Ialah
perkawinan yang dilakukan untuk menghalalkan orang yang telah melakukan talak
tiga untuk segera kembali kepada istrinya. Bila seseorang telah menceraikan
istrinya sampai tiga kali, baik dalam satu masa atau berbeda masa, si suami
tidak boleh lagi kawin dengan bekas istrinya itu kecuali bila istrinya itu
telah menikah dengan laki-laki lain, kemudian bercerai dan habis pula iddahnya.
3. Nikah
Syigar
Ialah
perbuatan dua orang laki-laki yang saling menikahi anak perempuan dari
laki-laki lain dan masing-masing menjadikan pernikahan itu sebagai maharnya.
Perkawinan yang diharamkan oleh
agama islam ialah sebagai berikut :
1. Mahram
Muabbad
Yaitu
orang-orang yang haram melakukan pernikahan untuk selamanya ada 3 kelompok :
- disebabkan oleh adanya hubungan kekerabatan
Perempuan-perempuan yang haram dikawini
oleh seorang laki- laki untuk selamanya disebabkan oleh hubungan kekerabatan atau
masih sedarah.
-
Haram perkawinan karena adanya
hubungan perkawinan (musharahah).
Bila
seseorang laki-laki melakukan perkawinan dengan seseorang perempuan, maka
terjadilah hubungan antara si laki-laki dengan si kerabat perempuan, demikian
pula sebaliknya terjadi pula hubungan antara si perempuan dengan kerabat dari
laki-laki itu.
-
Karena hubungan persusuan
Bila
seseorang laki-laki menyusu kepada seseorang perempuan maka air susu perempuan
itu menjadi darah dan pertumbuhan bagi si anak sehingga perempuan yang
menyusukan itu telah seperti ibunya.
2. Mahram
ghairu muabbad
Ialah
larangan kawin yang berlaku untuk sementara berarti tidak boleh kawin dalam
waktu tertentu karena sesuatu hal; bila hal tersebut sudah tidak ada, maka
larangan itu tidak berlaku lagi. Larangan kawin sementara itu berlaku dalam
hal-hal tersebut dibawah ini :
a.
Memadu dua orang yang bersaudara.
b. Perkawinan yang kelima.
c.
Perempuan yang bersuami atau dalam
iddah.
d. Mantan istri yang telah ditalak tiga
bagi mantan suaminya.
e.
Perempuan yang sedang ihram.
f.
Perempuan pezina sebelum bertaubat.
g. Perempuan musryik.
b. Perjanjian(aqad) Jual Beli
Jual beli menurut bahasa ialah “saling tukar”, sedangkan menurut
terminologi jual beli diartikan dengan tukar menukar harta secara suka sama
suka atau peralihan pemilikan dengan cara penggantian menurut bentuk yang
dibolehkan.
Berdasarkan Al Quran, sunnah, ijma’
dan dalil aqli. Allah SWT membolehkan
jual-beli agar manusia dapat memenuhi kebutuhannya selama hidup di dunia ini. Namun dalam melakukan jual-beli, tentunya ada
ketentuan-ketentuan ataupun syarat-syarat yang harus dipatuhi dan tidak boleh
dilanggar. Seperti jual beli yang dilarang yang akan kita bahas ini, karena
telah menyelahi aturan dan ketentuan dalam jual beli, dan tentunya merugikan
salah satu pihak, maka jual beli tersebut dilarang.
Diantara jual beli yang dilarang
dalam islam tersebut antara lain:
1.
Jual beli gharar
Ialah jual beli yang mengandung
unsur-unsur penipuan dan pengkhianatan, baik karena ketidakjelaasan dalam objek
jual beli atau ketidakpastian dalam cara pelaksanaannya. Hukum jual beli ini ialah
haram. Alasan haramnya ialah tidak pasti dalam objek,baik barang atau uang atau
cara transaksinya itu sendiri.
2.
Jual beli mulaqih
Ialah jual beli yang barang yang menjadi
objeknya hewan yang masih berada dalam bibit jantan sebelum bersetubuh dengan
yang betina. Alasan pelarangannya ialah apa yang diperjualbelikan tidak berada
di tempat akad dan tidak dapat pula dijelaskan kualitas dan kuantitasnya.
Ketidakjelasan ini menimbulkan ketidak relaan pihak-pihak.
3.
Jual beli mudhamin
Ialah transaksi jual beli yang objeknya ialah
hewan yang masih berada dalam perut induknya. Alasan larangannya ialah tidak
jelasnya objek jual beli. Meskipun sudah tampak wujudnya,namun tidak dapat
diserahkan diwaktu akad dan belum pasti pula apakah dia lahir dalam keadaan
hidup atau mati.
4.
Jual beli muhaqalah
Ialah jual beli buah-buahan yang masih berada
ditangkainya dan belum layak untuk dimakan. Alasan haramnya jual beli ini ialah
karena objek yang diperjual belikan masih belum dapat dimanfaatkan.
5.
Jual beli mulamasah
Mulamasah artinya ialah sentuhan. Jual beli
mulamasah ialah jual beli yang berlaku antara dua pihak, yang satu diantaranya
menyentuh pakaian pihak lain yang diperjual belikan waktu malam atau siang,
dengan ketentuan mana yang tersentuh itu, itulah yang dijual. Hukum jual beli
inii ialah haram. Alasan haramnya ialah karena ketidak jelasan objek transaksi,
yang dijadikan salah satu syarat dari barang yang diperjual belikan.
6.
Jual beli shubrah
Ialah jual beli barang yang ditumpuk yang
mana bagian luar yang kelihatan lebih baik dari bagian dalam. Alasan haramnya
jual beli ini ialah penipuan.
7.
Jual beli talqi rukban
Yaitu jual beli setelah si pembeli datang
menyongsong penjual sebelum dia sampai di pasar dan mengetahui harga pasaran.
Alasan larangan ini ialah penipuan terhadap penjual yang belum mengetahui
keadaan pasar. Oleh karena syarat jual beli sudah dipenuhi, namun caranya yang
mungkin mendatangkan penyesalan kemudian yang tidak menghasilkan rela sama
rela, maka jual beli ini tetap sah. Hanya dalam hal ini si penjual diberi hak
khiyar yaitu hak untuk menentukan apakah jual beli dilanjutkan atau tidak.
8.
Jual beli ‘urban
Ialah jual beli atas suatu barang
dengan harga tertentu , dimana pembeli memberikan uang muka dengan catatan
bahwa bila jual beli jadi dilangsungkan akan membayar dengan harga yang telah
disepakati, namun kalau tidak jadi uang muka untuk menjual yang telah
menerimanya lebih dahulu. Alasan haramnya jual beli ini ialah ketidakpastian
jual beli.
BAB III
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jadi berdasarkan pembahasan di atas,
dapat disimpulkan bahwa pengertian perjanjian
ialah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih saling mengikatkan
diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Perjanjian
Ilegal dalam islam ialah perjanjian yang tidak sah menurut hukum islam.
pernikahan yang terlarang ialah Nikah
Mut’ah, Nikah tahlil atau muhallil
dan Nikah Syigar. Perkawinan yang
diharamkan oleh agama islam ialah Mahram
Muabbad, dan Mahram ghairu muabbad. Jual beli yang dilarang dalam islam ialah
Jual beli gharar, Jual beli mulaqih, Jual beli mudhamin, Jual beli muhaqalah,
Jual beli mulamasah, Jual beli shubrah, Jual beli talqi rukban, dan Jual beli
‘urban.
B. KRITIK
DAN SARAN
Demikianlah isi pembahasan dari makalah
ini, namun sebagai manusia yang tidak sempurna kami menyadari bahwa ada
banyak kesalahan-kesalahan serta kekurangan-kekurangan yang terdapat didalamnya
baik dalam dari segi isi, pengetikan, dan kesalahan-kesalahan lain yang
terjadi, untuk itu beribu ma’af kami harapkan, kiranya ia bisa dimaklumi.
Namun
demikian, segala masukkan, tanggapan, saran serta kritikkan yang bersifat membangun
sangat kami harapkan
untuk perbaikkan dimasa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Kadir
Muhammad, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Abadi, 1992, hlm. 93.
Titik Triwulan Tutik, Hukum
Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2010),
Prof. Dr . Amir Syarifuddin, Garis-garis besar Fiqh, (Jakarta:
Kencana, 2003),
Naili Rahmawati, M.Ag, perjanjian-dalam-hukum-islam, Mataram, 2010
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas
Hukum Mu’amalah, Hukum Perdata Islam,
Yogyakarta : UII Press, 1990.
0 Response to "MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM BISNIS"
Post a Comment