permintaan
Uang
“Pada
Kesempatan kali ini ekonomi kelas x .blogspot.com akan membahas mengenai
Permintaan Uang. Materi ini saya ulas guna untuk memudahkan kalian memahami
Uang dan Perbankan”
Permintaan uang adalah jumlah uang
yang diminta oleh masyarakat untuk ketiga tujuan meminta uang, yaitu tujuan
transaksi, tujuan berjaga-jaga, dan tujuan spekulasi.
Permintaan uang untuk tujuan
transaksi dan berjaga-jaga mempunyai sifat yang berbeda dengan permintaan uang
untuk tujuan spekulasi. Permintaan uang untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga
ditentukan oleh pendapatan nasional. Semakin tinggi pendapatan nasional,
semakin banyak uang yang diperlukan untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga.
Permintaan uang untuk tujuan
spekulasi ditentukan oleh suku bunga. Apabila suku bunga tinggi, permintaan
uang untuk spekulasi rendah karena uang telah digunakan untuk membeli
surat-surat barharga. Sebaliknya, jika tingkat bunga rendah, permintaan uang
untuk spekulasi tinggi karena masyarakat tidak bersedia melakukan pembelian
surat-surat berharga dan akan memegang uang.
Permintaan terhadap uang dipengaruhi
oleh motif atau alasan rumah tangga menyimpan uang. Menurut J. M. Keynes dalam
teorinya Liquidit Preference ada tiga motif orang menyimpang uang, yaitu
sebagai berikut :
1. Motif transaksi (Transaction
motive)
Alasan menahan uang didasarkan pada
keinginan untuk membiayai transaksi kebutuhan hidup sehari-hari.
2. Motif berjaga-jaga
(Precautionar motive)
Alasan berjaga-jaga adalah alasan
untuk menghadapi keadaan darurat dan hal yang terjadi tanpa diduga.
3. Motif spekulasi (Speculative
motive)
Alasan spekulasi timbul karena
adanya keinginan memperoleh keuntungan berdasarkan ramalan dan penghitungan
pada masa yang akan data
“Islam
adalah pandangan hidup yang seimbang dan terpadu, didesain untuk mengantarkan
kebahagiaan manusia (falah) lewat penegakan keharmonisan antara
kebutuhan-kebutuhan moral dan materiil manusia, dan aktualisasi keadilan
sosio-ekonomi dan persaudaraan dalam masyarakat.”
M. Umer Chapra[i]
A. Introduksi: Selayang
Pandang Tentang Chapra
Muhammad Umer Chapra adalah seorang
pakar ekonomi yang berasal dari pakistan. Ia bekerja sebagai penasihat ekonomi
senior pada Monetary Agency, Kerajaan Arab Saudi, sejak 1965. Sebelumnya, ia
mengajar mata kuliah ekonomi pada Univesity of Wisconsin, Plattevile dan
University of Kentucky, Lexington, AS. Ia juga bekerja sebagai ekonom senior
dan Associate Editor Pakistan Development Review pada Pakistan Institute of
Development Economics, sebagai reader pada Central Institute of Islamic
Research, Pakistan. Ia telah mempublikasikan sejumlah buku, monograf, dan
artikel-artikel profesional tentang ekonomi Islam, serta telah memberikan
kuliah secara luas tentang subjek ini di beberapa negara muslim. Berkat kontribusinya yang beragam bagi ekonomi
Islam dan peran-nya yang begitu besar dalam pengambangan subjek ini, ia
menerima anugerah (medali) pada tahun 1990 dari IDB (Islamic Development
Bank) dalam bidang ekonomi Islam dan King Faisal International Prize dalam
bidang kajian Islam.[ii]
Pada diri Chapra, seseorang akan
melihat gabungan model baru kesarjanaan Islam, di mana arus pengetahuan
tradisional dan modern saling memenuhi satu sama lain. Sosok Chapra merupakan trendsetter
ekonom muslim kontemporer yang karyanya banyak menghiasi kajian-kajian tentang
ekonomi Islam sehingga seolah-olah sebagai rujukan yang wajib.
Pada
kesempatan diskusi ini, penulis paparkan ide-ide Chapra yang tertuang dalam masterpiece-nya
“Islam dan Tantangan Ekonomi” (Islam and Economic Challange) yang
sebagiannya dimuat pula pada “Islam dan Pembangunan Eko-nomi” (Islam and
Economic Development) yang menguraikan sistem ekonomi Islam sebagai sebuah
alternatif; dan karya lainnya “Sistem Moneter Islam” (judul aslinya: Towards
a Just Monetary System). Menurutnya, buku ini menjawab perta-nyaan dan
menganalisis persoalan-persoalan yang berkaitan dengan sistem per-bankan dan
keuangan Islam.
B. Islam dan Tantangan
Ekonomi
Dalam bukunya ini, Umer Chapra ingin
menegaskan (dengan membuat pema-paran cukup komprehensif terutama atas dasar
dan dengan landasan filosofis dan teoritis), bahwa umat Islam tidak usah
berpaling ke Timur atau ke Barat dalam mewujudkan kesejahteraan, khususnya
dalam bidang ekonomi tetapi berpaling pada Islam. Dia mengamati bahwa banyak
negara-negara Islam atau yang ber-penduduk mayoritas Islam telah mengambil
pendekatan pembangunan ekonomi dari Barat dan Timur, dengan menerapkan sistem
kapitalis, sosialis atau negara kesejahteraan.
Chapra menekankan bahwa selama
negara-negara Muslim terus mengguna-kan strategi kapitalis dan sosialis, mereka
tidak akan mampu, berbuat melebihi negara-negara kapitalis dan sosialis,
mencegah penggunaan sumber-sumber daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan
dengan demikian akan ditekan secara otomatis, menjadikannya sulit untuk
merealisasikan maqashid meskipun ter-adi pertumbuhan kekayaan.[iii]
Dalam kesimpulannya Chapra
menggambarkan betapa kapitalisme tidak mempunyai pilihan selain bersandar
sepenuhnya kepada harga dan keuntungan pribadi untuk memberikan mekanisme
filter dan daya motivasi untuk menyeim-bangkan permintaaan dan penawaran
agregat dan mewujudkan efisiensi dan keadilan dalam alokasi sumber-sumber daya.
Penggunaan mekanisme harga sebagai satu-satunya strategi untuk alokasi
sumber-sumber melindungi kebebasan individu tetapi menghalangi realisasi
efisiensi dan keadilan, kecuali jika kondisi-kondisi
dasar tertentu termasuk distribusi pendapatan dan kekayaan yang seimbang
dan persaingan sempurna, dipenuhi. Kemampuan orang kaya untuk membayar harga
memungkinkan mereka untuk memperoleh apa saja yang mereka kehendaki, orang
miskin semakin tertekan, sebab pendapatan mereka sudah tidak mencukupi, itu
tidak juga meningkat sesuai dengan kenaikan harga. Dengan demikian, mereka
semakin terperangkap dalam lingkaran setan kemis-kinan dan kerugian.[iv]
Chapra juga menggambarkan betapa
sosialisme dengan kinerja perencanaan ekonomi terpusat ternyata tidak lebih
baik. Penghapusan motif laba dan pemi-likan pribadi membunuh inisiatif motivasi
dan kreativitas individu dalam sebuah masyarakat dengan suatu perspektif
kehidupan dunia yang pendek. Perencanaan terpusat dan kolektivitas juga tidak
berhasil meningkatkan keadilan –malah meng-arah pada pemusatan kekuasaan di
tangan sejumlah kecil anggota politbiro—, yang kenyataannya lebih buruk
ketimbang kapitalisme monopolistik yang meski-pun telah menyebabkan pemusatan
kekayaan dan kekuasaan, tidak mungkin ter-jadi suatu pemusatan kekuasaan
sebesar semacam itu karena adanya proses pembuatan keputusan yang
terdesentralisir yang biasanya dipunyai oleh pasar. Mekanisme filter yang
digunakan dalam hal ini adalah prilaku dari anggota polit biro yang sangat
berkuasa.[v]
Sementara itu konsep Negara
Sejahtera, yang mencoba menggabungkan mekanisme harga dengan sejumlah perangkat
lainnya. Terutama pembiayaan kesejahteraan oleh negara untuk menjamin keadilan,
pada mulanya menimbulkan sebuah euphoria –sebuah rasa bahwa masalah alokasi dan
distribusi telah diatasi secara ideal—, tetapi yang ternyata tidak. Penambahan
pengeluaran untuk sektor publik tidak dibarengi dengan suatu pengurangan ganti
rugi dalam klaim-klaim lain atas sumber-sumber, dengan defisit anggaran yang
membengkak meskipun telah ditetapkan beban pajak yang berat. Keadaan itu
menimbulkan pemakaian sumber-sumber daya semakin memburuk, meningkatkan
ketidakseim-bangan internal dan eksternal. Masalah kemiskinan dan ketercabutan
tetap ber-lanjut dan bahkan semakin dalam. Kebutuhan-kebutuhan tetap tak
terpenuhi. Ketidakadilan justru semakin bertambah. Problem yang dihadapi Negara
Sejah-tera adalah bagaimana menghapuskan ketidakseimbangan yang diciptakannya.
Sistem ini tidak memiliki mekanisme filter yang disepakati selain harga untuk
mengatur permintaan secara agregat, dan ia hanya bersandar sepenuhnya kepada
mekanisme pasar untuk menghapuskan ketidakseimbangan yang ada.[vi]
Umer Chapra tidak terhindarkan untuk
menyimpulkan bahwa ketiga sistem yang ada tersebut diatas tidak dapat berperan
sebagai model bagi negara-negara Muslim.[vii] Meskipun demikian, hingga
sekarang, sejumlah negara Islam berusaha dan masih mendasarkan diri pada
cita-cita kapitalis, sosialis dan negara sejahtera (seperti misalnya Iraq.
Syria. Aldjazair dan Yaman Selatan dengan pen-dekatan Sosialis).
Alternatif Islam
Islam, sebagaimana diuraikan oleh
Chapra, merumuskan suatu sistem ekonomi yang berbeda sama sekali dari
sistem-sistem yang berlaku. Ia memiliki akar dalam Syariáh yang menjadi sumber
pandangan dunia sekaligus tujuan-tujuan dan strateginya. Berbeda dengan
sistem-sistem dunia yang berlaku saat ini, tujuan-tujuan Islam (maqashid
asy-syari’ah) adalah bukan semata-mata bersifat materi, tetapi didasarkan
pada konsep-konsepnya sendiri mengenai kesejahte-raan manusia (falah) dan
kehidupan yang baik (hayat thayyibah), yang memberi-kan nilai sangat
penting bagi persaudaraan dan keadilan sosio-ekonomi dan menuntut suatu
kepuasan yang seimbang, baik dalam kebutuhan-kebutuhan materi maupun rohani
dari seluruh ummat manusia.[viii]
Seperti dikutipkan di dalam ayat
pada awal cuplikan ini, dalam ekonomi Islam terjadi penyuntikan dimensi iman
dalam semua keputusan manusia tanpa meman-dang apakah keputusan-keputusan itu
berkaitan dengan urusan rumah tangga, badang usaha, pasar, atau politbiro yang
akan merealisasikan efisiensi dan kea-dilan dalam hal alokasi dan distribusi
sumber daya, untuk mengurangi ketidak seimbangan dan ketidakstabilan
perekonomian secara makro, atau untuk menga-tasi kejahatan, percekcokan,
ketegangan dan berbagai gejala anomi yang berbeda.[ix] Oleh karena itu, Islam
tidak sejalan dengan Kapitalisme yang meru-pakan sebuah sistem yang memberikan
nilai tertinggi pada kebebasan tidak terbatas untuk memungkinkan individu
mengejar kepentingannya sendiri dan untuk memaksimalkan kekayaan dan memuaskan
keinginannya.[x] Islam juga tidak sejalan dengan paham ekonomi sosialis yang
menganggap pemilikan pribadi dan sistem upah sebagai sumber kejahatan dan
menekankan bahwa keadilan tidak dapat diberikan kepada si miskin tanpa mensosialisasikan
pemilikan pribadi dalam berbagai tingkatan. Mereka merasa demokrasi sekalipun
tidak dapat dijalankan secara efektif selama masih ada ketidakmerataan dan
kepentingan-kepentingan istimewa.[xi]
Di dalam Islam, di dalam hal
kepemilikan pribadi, Rasulullah Muhammad SAW telah menyatakan kesucian hak
milik pribadi, tetapi kesucian ini berada dalam posisi manusia sebagai khalifah
Allah. Di dalam ajaran Islam untuk menciptakan suatu keseimbangan antara
-sumber-sumber daya yang langka dan pemakaian-pemakaian atasnya dengan suatu
cara yang dapat mewujudkan baik efiseinsi maupun keadilan, adalah dengan
memusatkan perhatian kepada manusia itu sendiri dan bukannya pada pasar atau
negara. Manusia merupakan unsur yang hidup dan yang sangat diperlukan sebagai
dasar dari sebuah sistem ekonomi.[xii]
Islam didasarkan pada tiga prinsip pokok yaitu: tauhid, khilafah dan ‘adalah (keadilan), yang jelas pula merupakan sumber utama dari maqashid dan strategi ekonomi Islam.[xiii] Batu fondasi kepercayaan Islam adalah Tauhid. Bahwa alam teralih dirancang dengan sadar dan diciptakan oleh Wujud Tertinggi, Yang Esa dan tidak ada yang menyamai-Nya, bukan terjadi secara kebetulan. Dia terlibat secara aktif dalam hukum-hukum alam. Segala sesuatu yang diciptakan-nya mempunyai tujuan. Tujuan inilah yang menjadikan wujudnya alam ini dimana manusia adalah bagian darinya, berarti penting. Dan manusia adalah khalifah Tuhan di bumi, dan telah diberkahi dengan semua kelengkapannya. Konsep khalifah ini memiliki sejumlah implikasi, atau akibat yang wajar, yatu: persau-daraan universal, sumber-sumber daya adalah amanat, gaya hidup sederhana dan kebebasan manusia.[xiv]
Dalam hal ‘adalah (keadilan),
Islam berpandangan bahwa tanpa disertai keadilan sosial ekonomi, persaudaraan
yang merupakan satu bagian integral dari konsep tauhid dan khilafah,
akan tetap menjadi sebuah konsep yang berlubang yang tidak memiliki substansi.
Keadilan adalah sebuah ramuan sangat penting dari maqashid, sulit untuk
dapat memahami sebuah masyarakat Muslim yang ideal tanpa adanya keadilan di
situ. Islam benar-benar tegas dalam tujuannya untuk membasmi semua jejak
kezaliman dan masyarakat manusia. Kezaliman adalah sebuah istilah menyeluruh
yang mencakup semua bentuk ketidakadilan, eksploi-tasi, penindasan dan kemungkaran,
dimana seseorang mencabut hak-hak orang lain atau tidak memenuhi kewajiban
kepada mereka. Penegakan keadilan dan pembasmian semua bentuk ketidakadilan
telah ditekankan oleh Al Qurán sebagai misi utama dari semua Nabi yang diutus
Tuhan.[xv]
Komitmen Islam yang besar pada
persaudaraan dan keadilan menuntut agar semua sumber daya yang tersedia bagi
umat manusia, amanat suci dari Tuhan digunakan untuk mewujudkan maqahid
asy-syari’ah, empat diantaranya cukup penting, yakni: pemenuhan kebutuhan,
penghasilan yang diperoleh dari sumber yang baik, distribusi pendapatan dan
kekayaan yang adil dan pertumbuhan dan stabilitas. Tidak seperti kapitalisme
dan sosialisme, tujuan-tujuan Islam adalah suatu hasil mutlak dan logis dari
filsafat yang mendasarinya. Untuk masyarakat Muslim mewujudkan
tujuan-tujuannya, diperlukan suatu strategi yang juga meru-pakan hasil logis
dari filsafat yang mendasarinya.
Strategi ini meliputi reorganisasi
seluruh sistim ekonomi dengan empat unsur penting yang saling mendukung, yaitu:
(1) suatu mekanisme filter yang disepakati masyarakat, yaitu Moral, dengan
mengubah skala preferensi individu sesuai dengan tuntutan khilafah dan ‘adalah,
(2) suatu sistim motivasi yang kuat untuk mendorong individu agar berbuat
sebaik-baiknya bagi kepentingannya sendiri dan masyarakat, dengan dasar
pertanggung jawaban kepada Tuhan dan Hari Akhir (3) restrukturisasi seluruh
ekonomi dengan tujuan mewujudkan maqashid meskipun sumber-sumber yang
ada itu langka; dengan dasar lingkungan sosial yang kondusif untuk menaati
aturan-aturan pengamatan dengan tidak mengizin-kan pemilikan materi dan
konsumsi yang mencolok sebagai sumber prestise, dan (4) suatu peran pemerintah
yang berorientasi tujuan yang positif dan kuat.
C. Sistem Moneter Islam
Sistem keuangan hadir untuk
memberikan berbagai macam jasa keuangan yang dapat diterima secara religius
kepada komunitas-komunitas muslim. Selain fungsi khusus ini,
institusi-institusi perbankan dan keuangan, sebagaimana aspek-aspek masyarakat
Islam lainnya, diharapkan memberikan kontrinbusi secara pantas kepada
pencapaian tujuan-tujuan sosio-ekonomi Islam yang utama. Yang terpenting dari
semua ini adalah kesejahteraan ekonomi dengan kesempatan kerja penuh (full
employment) dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, keadilan
sosioekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan yang wajar, stabilitas
mata uang, dan mobilisasi serta investasi tabungan untuk pembangunan ekonomi
yang mampu memberikan jaminan keuntungan (bagi-hasil) kepada semua pihak yang
terlibat. Barang kali dimensi religius haruslah dikemukakan sebagai tujuan
selanjutnya yang jelas, dalam arti bahwa peluang untuk melakukan
ope-rasi-operasi keuangan yang sah secara agama mempunyai nilai jauh melampaui
nilai model operasi keuangan itu sendiri.
Bab ini akan menjelaskan setting
struktur keuangan Islam model atau a la Chapra. Namun kita terlebih
dahulu membicarakan sasaran dan strategi dalam rangka membangun struktur ideal
dari sistem keuangan Islami.
Sasaran
Sistem perbankan dan uang, seperti
aspek-aspek kehidupan Islam lainnya, harus direkayasa untuk mendukung pencapain
sasaran-sasaran utama sosio-ekonomi Islam. Sistem ini juga harus terus
melaksanakan fungsi utamanya yang berkaitan dengan bidangnya yang khusus dan
yang seperti sistem perbankan lainnya berfungsi. Sasaran itu antara lain:[xvi]
1. Kesejahteraan
ekonomi yang diperluas dengan kesempatan kerja penuh dan laju pertumbuhan
ekonomi yang optimal;
2. Keadilan sosio-ekonomi dan distribusi kekayaan dan
pendapatan yang merata;
3. Stabilitas
nilai mata uang untuk memungkinkan alat tukat sebagai satuan unit yang dapat
diandalkan, standar yang adil bagi pembayaran yang ditang-guhkan, dan alat
penyimpan nilai yang stabil;
4. Mobilisasi
dan investasi tabungan untuk pembangunan perekonomian dalam suatu cara yang
adil sehingga pengembalian keuntungan dapat dijamin bagi semua pihak yang
bersangkutan;
5. Memberikan
semua bentuk pelayanan yang efektif yang secara normal diha-rapkan dari sistem
perbankan.
Barangkali dapat diutarakan bahwa sasaran
dan fungsi sistem uang dan perbankan Islam sama dengan yang berlaku dalam
kapitalisme. Meskipun banyak kemiripan, tetapi ada perbedaan yang cukup
signifikan dalam penekanan, yang terjadi karena disvergensi dalam komitmen
kepada nilai-nilai spiritual, keadilan sosioekonomi, dan persaudaraan
kemanusiaan. Sasarn-sasaran dalam Islam meru-pakan bagian yang tidak
terpisahkan dari ideologi dan keimanan. Akan tetapi, strategilah yang sangat
penting untuk merealisasikan sasaran-sasaran dan di sini-lah Islam memiliki
kontribusi unik. Adapun strategi, sudah diuraikan pada pemba-hasan sebelumnya.
Struktur
Ideal Dari Sistem[xvii]
Chapra mengajukan sebuah sistem yang
meliputi beberapa institusi berikut: bank sentral, bank komersial, institusi
keuangan non-bank, institusi kredit khusus, korporasi asuransi deposito, dan
korporasi audit investasi. Meskipun di permukaan struktur ini nampak sama saja
dengan struktur untuk keuangan konvensional, Chapra melihat bahwa ada beberapa
perbedaan dalam fungsi, skup, dan tang-gung jawab dari institusi terkait.
Masing-masing institusi dianggap sebagai kom-ponen integritas sistem yang
esensial dan, dengan demikian, perlu untuk mencapai tujuan-tujuan yang
diinginkan yang sudah dijelaskan sebelumnya dalam bab ini.
Bank sentral harus melaksanakan
semua fungsi yang sama seperti bank-bank sentral lainnya, yaitu menerbitkan
mata uang (currency), bertindak sebagai pem-beri pinjaman dari usaha
terakhir, dan membimbing, menyelia, serta meregulasi sistem keuangan. Tidak
seperti bank-bank sentral konvensional, bagaimanapun versi Islam harus juga
bertindak mencegah terjadinya konsentrasi kekayaan dan kekuasaan di tangan
kelompok yang punya kepentingan melalui institusi-institusi keuangan. Tujuan
sosial ekonomi ini, bersama dengan tanggung jawab penyeliaan yang sangat
komprehensif dan fungsi sentralnya untuk mempromosikan Islam, membedakan bank
sentral dari imbangannya yang konvensional.
Bank komersial Islam berbeda dengan
bank-bank komersial tradisional dalam dua hal. Perbedaan yang pertama dan paling
signifikan adalah penghapusan riba. Pada gilirannya, pelarangan ini akan
memaksa bank untuk menggunakan metode-metode operasi baru yang didasarkan
terutama pada aransemen profit-and-loss sharing (PLS). Perbedaan utama
kedua adalah bahwa dana yang ber-asal dari masyarakat harus digunakan untuk
melayani kepentingan umum dan bukan kepentingan individu. Dengan demikian,
transaksi-transaksi perbankan tidak boleh semata-mata profit-oriented,
tetapi sebaliknya ditujukan untuk kebu-tuhan masyarakat Islam secara
keseluruhan. Dalam rangka mencapai sasaran ini, maka bank Islam akan lebih
cenderung menjadi bank universal atau bank serba guna (multi-purpose)
daripada bank komersial murni: ‘turunan silang antara bank komersial dan bank
investasi, perwakilan investasi, dan institusi manajemen investasi.
Intermediator keuangan non bank
terdiri atas perwakilan investasi dan dana investasi (invesment trust and
fund), koperasi simpan pinjam (credit union), institusi manajemen
investasi lainnya, dan perusahaan asuransi. Tujuan intermediator-intermediator
itu adalah melengkapi bank-bank komersial dan menggalang dana melalui
partisipasi ekuitas (modal) simpanan bagi-hasil untuk tujuan-tujuan inves-tasi.
Institusi-institusi ini masing-masing dibedakan sesuai dengan sifat aktivitas
pendanaan yang dilakukan serta, konsekuensinya, sesuai dengan masa berakhir-nya
dana. Selain dari menggalang dana, para intermediator ini membantu me-nyebarkan
minat bisnis dan mengurangi konsentrasi kekayaan.
Proyek-proyek dan sektor-sektor
perekonomian itu yang mungkin saja tidak menarik bagi bank-bank komersial atau
institusi-institusi yang bermotif laba lainnya, namun tetap saja penting
dilihat dari perspektif komunal yang lebih luas, akan didanai oleh
institusi-institusi pemberi kredit khusus. Target operasi mereka meliputi para
petani, pekerja tangan ahli, dan usaha atau perusahaan kecil lainnya. Dana
untuk tujuan ini dapat diarahkan lewat institusi-institusi khusus dari bank
sentral atau pemerintah, dan disalurkan dengan cara yang tidak terpe-ngaruh
oleh inflasi seraya mengadopsi praktik-praktik yang digunakan dalam pembangunan
standar. Dana jaminan deposito dan korporasi audit investasi adalah
organisasi-organisasi dukungan pemerintah yang didirikan untuk menjamin
deposito atas unjuk (demand deposit [giro]) dalam bank komersial dan
untuk melindungi kepentingan para investor bagi-hasil dan para pemegang modal.
Tidak ada yang sama dengan korporasi audit investasi dalam perbankan Barat
karena pentingnya prinsip PLS dalam pendanaan Islami, dan fungsi auditing
itu sangat diperlukan tidak hanya untuk keselamatan tetapi juga untuk memenuhi
fungsi penting dalam integritas sistem keuangan. Karena alasan-alasan inilah
maka proses auditing, yang melampaui prinsip-prinsip auditing
konvensional di Barat, harus sampai pada mempertimbangkan proyek-proyek
investasi dan kean-dalan dari praktik manajemen, sehingga menjamin adanya
pembagian peng-hasilan yang layak di antara para pemegang saham dan para
deposan bagi hasil.
D.
Kesimpulan
Umar Chapra telah dengan baik
menguraikan dengan singkat tetapi jelas dan dengan referensi cukup tentang
ekonomi kapitalis, sosialis dan negara sejahtera dan kelemahan-kelemahannnya,
serta dengan baik pula menguraikan tentang alternatif lain: ekonomi Islam.
Tetapi lebih pada penguraian bersifat filosofis dasar dan pandangan dasar,
belum memberikan pandangan-pandangan yang bersifat teknis pragmatis atas
pelaksanaan ekonomi Islam. Namun Bagaimanapun tulisan ini merupakan sebuah
khazanah yang tidak ternilai, yang dapat dijadikan pegangan dasar dalam
pengembangan sistem ekonomi Islam.
Ciri utama dan kerangka yang
dikemukakan Chapra tentang sistem moneter Islam adalah penyebaran tanggung
jawab kesejahteraan sosial dan ketentuan agama ke seluruh tingkat sistem
keuangan, dari mulai bank sentral sampai fungsi objektif dari agen keuangan
Islam.
Meskipun karyanya ini mencakup nilai
yang luas dalam bidang ilmu ekonomi moneter, namun dalam rangka membangun
sistem keuangan Islam yang lengkap sering kali mendapat kesulitan. Ada dua
kesulitan utama muncul ketika mencari sistem keuangan Islam yang lengkap di
mana bank dan masyarakat yang mela-kukan investasi langsung mencari
investasi-investasi yang dibolehkan syariat. Kesu-litan pertama berhubungan
dengan sekuritas sektor swasta, karena sistem keua-ngan Islam harus
mengembangkan instrumen-instrumen yang cocok. Pembiayaan sektor publik menjadi
sumber kesulitan kedua ketika prinsip-prinsip Islam diterap-kan pada sistem
keuangan secara keseluruhan. Teknik untuk membiayai penge-luaran pemerintah di
antaranya termasuk menerbitkan obligasi dan surat-surat berharga berbunga,
apakah sektor keuangan atau secara langsung kepada publik. Bagaimana pemerintah
akan membiayai pengeluarannya dalam sebuah perekonomian tanpa utang bunga?
Atas dasar ini, sistem keuangan
Islam memerlukan lebih dari institusi-institusi yang digambarkan Chapra. [ ]
Wa-Llahu
A’lam bi al-Shawab
0 Response to "Permintaan uang"
Post a Comment