BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Akad mudharabah merupakan salah satu
produk pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syari’ah. Seperti yang
disebutkan dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syari’ah (selanjutnya disebut UUPS). Pasal 19 UUPS menyebutkan, bahwa salah
satu akad pembiayaan yang ada dalam perbankan syari’ah adalah akad mudharabah.
Selain itu bank Indonesisa juga mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI)
Nomor, 10/16/PBI/2008 Tentang Prinsip Syari’ah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana
Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syari’ah, juga menyebutkan
mudharabah adalah salah satu akad pembiayaan yang ada didalam perbankan
syari’ah.
Akad Mudharabah adalah akad antara
pemilik modal dengan pengelola modal, dengan ketentuan bahwa keuntungan
diperoleh dua belah pihak sesuai dengan kesepakatan. Didalam pembiayaan
mudharabah pemilik dana (Shahibul Maal) membiayai sepenuhnya suatu usaha
tertentu. Sedangkan nasabah bertindak sebagai pengelola usaha (Mudharib). Pada
prinsipnya akad mudharabah diperbolehkan dalam agama Islam, karena untuk saling
membantu antara pemilik modal dengan seorang yang pakar dalam mengelola uang.
Dalam sejarah Islam banyak pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam
mengelola uangnya. Sementara itu banyak pula para pakar dalam perdagangan yang
tidak memiliki modal untuk berdagang. Oleh karena itu, atas dasar saling tolong
menolong, Islam memberikan kesempatan untuk saling berkerja sama antara pemilik
modal dengan orang yang terampil dalam mengelola dan memproduktifkan modal itu.
Akad mudharabah berbeda dengan akad
pembiayaan yang ada pada perbankan pada umumnya (perbankan konvensional).
Perbankan konvensional pada umumya menawarkan pembiayaan dengan menentukan suku
bunga tertentu dan pengembalian modal yang telah digunakan mudharib dalam
jangka waktu tertentu. Namun Akad mudharabah tidak menentukan suku bunga
tertentu pada mudharib yang menggunakan pembiayaan mudharabah, melainkan
mewajibkan mudharib memberikan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh mudharib.
Pembiayaan mudharabah pada dasarnya diperuntukan untuk jenis usaha tertentu
atau bisnis tertentu. Oleh karena itu, kami sebagai pemakalah akan mencoba
membahas tentang mudharabah ini serta permasalahan yang ada didalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari
kata dharb, artinya memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau
berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam
menjalankan usaha, artinya berjalan di bumi untuk mencari karunia Allah yaitu
rizeki.[1]
Mudharabah adalah salah satu
bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan seorang pakar dalam berdagang,[2]
di dalam fiqh Islam di sebut dengan Mudharabah oleh ulama fiqh Hijaz
menyebutkan dengan qiradyang berarti al-qat’ (potongan). Pemilik
modal memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian
keuntungannya. Maksudnya, akad antara kedua belah pihak untuk salah seorangnya
(salah satu pihak) mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya untuk
diperdagangkan, dan laba dibagi dua sesuai dengan kesepakatan. Mudharabah
berasal dari akar kata dharaba pada kalimat al-dharb fi al ardh, yaitu
bepergian untuk urusan dagang. Abdurrahman al-Jaziri
mengatakan, Mudharabah menurut bahasa berarti ungkapan pemberian
harta dari seseorang kepada orang lain sebagai modal usaha di mana keuntungan
yang diperoleh dibagi diantara mereka berdua, dan apabila rugi ditanggung oleh
pemilik modal.
Sedangkan menurut istilah
syara’, Mudharabah merupakan akad antara dua pihak untuk bekerja sama
dalam usaha perdagangan dimana salah satu pihak memberikan dana kepada pihak lain
sebagai modal usaha dan keuntungan dari usaha itu akan dibagi di antara mereka
berdua sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama.
Secara terminologi, para ulama fiqh
mendefinisikan Mudharabah atau qirad dengan :
أَنْ يَدْ فَعٍ اَلْمَا لِكُ اِلَى الْعَامِلُ مَالًايَتَجَرَ فِيْهِ وَيَكُوْنُ الَّربْحُ مُشْتَرِكًا
Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang)
untuk diperdagangkan oleh pemilik modal, sedangkan keuntungan dagang itu
menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan bersama.
Secara teknis, al-Mudharabah adalah
akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al-mal)
menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan
usaha secara Mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian
itu tidak disebabkan oleh kelalaian si pengelola. Namun, apabila kerugian itu
disebabkan kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
B. Dasar
Hukum Mudharabah
1.
Al-Qur’an
Akad Mudharabah dibolehkan
dalam Islam, karena bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal dengan
seorang pakar dalam memutarkan uang. Banyak diantara pemilik modal yang tidak
pakar dalam mengelola dan memproduktifkan uangnya, sementara itu banyak pula
para pakar di bidang perdagangan yang tidak memiliki modal untuk berdagang.
Atas dasar tolong menolong dalam pengelolaan modal tersebut, Islam memberikan
kesempatan untuk saling bekerja sama antara pemilik modal dengan seseorang yang
terampil dalam mengelola dan memproduktifkan modal tersebut.
Pada masa
jahiliyyah qirad telah dilaksanakan, kemudian dilanjutkan oleh
generasi berikutnya yaitu agama Islam. Timbulnya qirad karena menjadi kenyataan
hajat bagi setiap manusia. Qirad ini memberikan nilai tambah antara
keduanya yang mengandung sifat tolong menolong, karena orang yang mempunyai
modal tetapi tidak pandai berdagang, atau tidak berkesempatan, sedangkan yang
lain pandai dan cakap lagi mempunyai waktu yang cukup, tetapi tidak mempunyai
modal, maka keduanya bisa saling mengisi demi kemajuan bersama.
Qirad benar-benar diakui
keberadaannya di dalam hukum Islam (Syariat Islam) berdasarkan dalil naqly baik
berupa nash maupun berdasarkan hadis Nabi Muhammad saw. Dalil naqly tersebut
sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman!
Peliharalah dirimu kepada Allah dan tinggalkanlah (jangan pungut) apa pun
bentuk riba yang masih ada, jika kamu benar beriman kepada-Nya. Jika kamu tidak
mau meninggalkannya, maka ketahuilah bahwa Allah dan Rosul-Nya akan
menerangimu. Tapi, jika kamu tobat (kembali kepada ajaran Allah), m
aka kamu boleh menerima modalmu,
sehingga kamu tidak menganiaya si peminjam dan kamu tidak pula dianiayanya”. (QS. Al-Baqarah: 278-279).
Ayat Al-Qur’an lain yang secara umum
mengandung kebolehan akad Mudharabah untuk bekerjasama mencari rezeki yang
ditebarkan Allah di atas bumi adalah:
“Dan yang lain lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari Allah”. (QS. Al-Muzammil: 20).
Maksud dari QS. al-muzammil: 20
adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata Mudharabah yang berarti
melakuakn suatu perjalanan usaha.
“Tidak ada dosa (halangan) bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perdagangan) dari Tuhanmu”. (QS. Al-Baqarah: 198).[3]
2. Hadis
Sebelum Rasulullah diangkat
menjadi Rasul, Rasulullah pernah melakukan Mudharabah dengan Khadijah, dengan
modal dari Khadijah. Beliau pergi ke Syam dengan membawa modal tersebut untuk
diperdagangkan.
قَالَ رَسُوُّلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ الْبَيْعُ إِلىَ اَجَلٍ وَاْلمقَارَضَةُ وَاَخْلاَطُ الْبُرِّ بِاالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لاَلِلْبَيْعِ
Rasulullah saw bersabda: “Tiga
hal yang di dalamnya terdapat keberkahan, yaitu jual beli secara tangguh,
muqaradhah (bagi hasil) dan mencampur gandum putih dengan gandum merah untuk
keperluan rumah bukan untuk dijual.”
كَانَ سَيِّدِنَا الْعَبَّاسُ بْنِ عَبْدِاْلمُطَلِّبِ اِذَا دَفَعَ الْمَالَ مُضَارَبَةً اِشْتَرَطَ عَلَى صَاحِبِهِ اَنْ لَا يَسْلُكَ بِهِ بَحْرًا, وَلَا يَنْزِلَ بِهِ وَادِيًا وَلَا يَشْتَرِيَ بِهِ دَابَّةً ذَاتَ كَبِدٍ رَطْبَةٍ فَإِ نْ فَعَلَ ذَلِكَ ضَمِنَ فَبَلَغَ شَرْتُهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَا‘لِهِ وَ سَلَّم فَأَ جَازُهُ
“Abbas bin Abdul
Muthallib jika menyerahkan harta sebagai
Mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi
lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika
persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya.
Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah,
beliau membenarkannya”(HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).[4]
3. Ijma’
Ibnu Syihab pernah meriwayatkan dari
Abdullah bin Humaid dari bapaknya dari kakeknya: “Bahwa Umar bin Khattab pernah
memberikan harta anak yatim dengan cara Mudharabah. Kemudian Umar meminta
bagian dari harta tersebut lalu dia mendapatkan (bagian). Kemudian bagian tadi
dibagikan kepadanya oleh Al-Fadhal. ”Ibnu Qadamah dalam kitab Al-Mughni dari
malik bin Ila’ bin Abdurrahman dari bapaknya: “Bahwa Utsman telah melakukan
qirad (Mudharabah)”. Semua riwayat tadi didengarkan dan dilihat oleh sahabat
sementara tidak ada satu orang pun mengingkari dan menolaknya, maka hal
itu merupakan ijma’ mereka tentang kemubahan Mudharabah ini.
C. Syarat
dan Rukun Mudharabah
Syarat yang harus dipenuhi dalam
akad Mudharabah adalah:[5]
1.
Harta atau Modal
a.
Modal harus dinyatakan dengan jelas
jumlahnya, seandainya modal berbentuk barang, maka barang tersebut harus
dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya).
b.
Modal harus dalam bentuk tunai dan
bukan piutang.
c.
Modal harus diserahkan
kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan usaha.
2.
Keuntungan
a.
Pembagian keuntungan harus
dinyatakan dalam prosentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti.
Keuntungan yang menjadi milik pekerja dan pemilik modal harus jelas
prosentasinya.
b.
Kesepakatan rasio prosentase harus
dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak.
c.
Pembagian keuntungan baru dapat
dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh atau sebagian modal
kepada shahib al-mal.
Menurut madzhab Hanafiyah
rukun Mudharabah adalah ucapan tanda penyerahan dari pihak yang
menyerahkan dalam suatu perjanjian (ijab) dan ucapan tanda setuju (terima) dari
pihak yang menerima dalam suatu akad perjanjian atau kontrak (qabul), jika
pemilik modal dengan pengelola modal telah melafalkan ijab qabul, maka akad itu
telah memenuhi rukunnya dan sah.
Sedangkan menurut jumhur ulama’ ada
tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
1.
Dua
pihak yang berakad (pemilik modal/shahib al-mal dan pengelola dana/pengusaha/mudharib);
Keduanya hendaklah orang berakal dan sudah baligh (berumur 15 tahun) dan bukan
orang yang dipaksa. Keduanya juga harus memiliki kemampuan untuk diwakili dan
mewakili.
2.
Materi yang diperjanjikan atau objek
yang diakadkan terdiri dari atas modal (mal), usaha (berdagang dan lainnya yang
berhubungan dengan urusan perdagangan tersebut), keuntungan;
3.
Sighat, yakni serah/ungkapan
penyerahan modal dari pemilik modal (ijab) dan terima/ungkapan menerima modal
dan persetujuan mengelola modal dari pemilik modal (qabul)[6].
1.
Mudharabah Mutlaqah (URIA)
Mudharabah Mutlaqah adalah
bentuk kerjasama antara shahib al-mal(penyedia dana)
dengan mudharib (pengelola) yang cakupannya sangat luas dan tidak
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Penyedia dana
melimpahkan kekuasaan yang sebesar-besarnya kepada mudharib untuk
mengelola dananya. Jadi bank memiliki kebebasan penuh untuk menyalurkan dana
URIA ini ke bisnis manapun yang diperkirakan menguntungkan.
Penerapan umum dalam produk ini adalah:
Penerapan umum dalam produk ini adalah:
a.
Bank wajib memberitahukan kepada
pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan atau
pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan
dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan
dalam akad.
b.
Untuk tabungan Mudharabah, bank
dapat memberikan buku tabungan. Sebagai bukti penyimpanan serta kartu ATM dan
atau alat penarikan lainnya kepada penabung.
c.
Tabungan Mudharabah dapat
diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjajian yang disepakati namun
tidak diperkenankan mengalami saldo negatif.
d.
Ketentuan-ketentuan lain yang
berkaitan dengan tabungan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah.
2. Mudharabah
Muqayyadah On Balance Sheet
Mudharabah muqayyadah on balance
sheet adalah akad Mudharabah yang disertai pembatasan
penggunaan dana dari shahib al-mal untuk investasi-investasi tertentu. Contoh
pengelolaan dana dapat diperintahkan untuk:
a.
Tidak mencampurkan dana pemilik dana
dengan dana lainnya.
b.
Tidak menginvestasikan dananya pada
transaksi penjualan cicilan, tanpa pinjaman, tanpa jaminan; atau
c.
Mengharuskan pengelola dana untuk
melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga.
Jenis Mudharabah ini merupakan simpanan khusus di mana
pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh
bank. Karakteristik jenis simpanan ini adalah:
a.
Pemilik dana wajib menetapkan
syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank, wajib membuat akad yang
mengatur persyaratn penyaluran dana simpanan khusus.
b.
Bank wajib memberitahukan kepada
pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan atau
pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan
dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan
dalam akad.
c.
Sebagai tanda bukti simpanan, bank
menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening
lainnya.
3. Mudharabah
Muqayyadah Off Balance Sheet
Jenis Mudharabah ini merupakan
penyaluran dana Mudharabah langsung kepada pelaksanaan usahanya,
dimana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara
pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan
syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari bisnis
(pelaksana usaha).
Karakteristik jenis simpanan ini
adalah:
a.
Sebagai tanda bukti simpanan bank
menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya.
Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening administratif.
b.
Dana simpanan khusus harus
disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana.
c.
Bank menerima komisi atas jasa
mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha
berlaku nisbah bagi hasil.
Dalam lembaga keuangan akad tersebut
diterapkan untuk proyek yang dibiayai langsung oleh dana nasabah, sedangkan
lembaga keuangan hanya bertindak sebagai wakil yang mengadministrasikan proyek
itu.
E. Hikmah Mudharabah
Sebagian orang memiliki harta,
tetapi tidak berkemampuan untuk memproduktifitaskannya. Terkadang pula ada
orang yang tidak memiliki harta, tetapi ia mempunyai kemampuan
memproduktifitaskannya, oleh karena itu syariat membolehkan muamalah ini supaya
kedua belah pihak dapat mengambil manfaatnya.
Pemilik harta mendapatkan manfaat
dengan pengalaman mudharib (orang yang diberi modal), sedangkan mudharib dapat
memperoleh manfaat dengan harta (sebagai modal) dengan demikian tercipta
kerjasama antara pemilik modal dan mudharib. Allah tidak menetapkan segala
bentuk akad, melainkan demi terciptanya kemaslahatan dan terbendungnya
kesulitan.
Adapun hikmah dari Mudharabah yang dikehendaki
adalah mengangkat kehinaan, kefakiran dan kemiskinan masyarakat juga mewujudkan
rasa cinta kasih dan saling menyayangi antar sesama manusia. Seorang yang
berharta mau bergabung dengan orang yang pandai memperdagangkan harta dari harta
yang dipinjami oleh orang kaya tersebut.[8]
F.
Asas-asas Perjanjian Mudharabah
Asas-asas dalam perjanjian Mudharabah adalah;
1.
Perjanjian Mudharabah dapat
dibuat secara formal maupun informal, secara tertulis maupun lisan. Namun,
sesuai dengan ketentuan al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 282-283 yang menekankan
agar perjanjian-perjanjian dibuat secara tertulis.
2.
Perjanjian Mudharabah dapat
pula dilangsungkan diantara shahib al-mal dan beberapa mudharib,
dapat pula dilangsungkan diantara beberapa shahib al-mal dan
beberapa mudharib.
3.
Pada hakekatnya kewajiban utama
shahib al-mal ialah menyerahkan modal Mudharabah kepada mudharib. Bila hal itu
tidak dilakukan, maka perjanjian Mudharabah menjadi tidak sah.
4.
Shahib
al-mal dan mudharib haruslah orang yang cakap bertindak hukum
dan cakap diangkat sebagai wakil.
5.
Shahib al-mal menyediakan
dana, mudharib menyediakan keahlian, waktu, pikiran, dan upaya.
6.
Mudharib berkewajiban
mengembalikan pokok dana investasi kepada shahib al-mal ditambah bagian dari
keuntungan shahib al-mal.
7.
Syarat-syarat
perjanjian Mudharabah wajib dipatuhi mudharib.
8.
Shahib al-mal berhak melakukan pengawasan
atas pelaksanaan perjanjian Mudharabah.
9.
Shahib al-mal harus menentukan
bagian tertentu dari laba kepada mudharib dengan nisbah (prosentase).
10. Mudharabah berakhir karena
telah tercapainya tujuan dari usaha tersebut. Sebagaimana dimaksud dalam
perjanjian Mudharabah atau pada saat berakhirnya jangka waktu
perjanjian Mudharabah atau karena meninggalnya salah satu pihak,
yaitu shahib al-mal atau mudharib, atau karena salah satu pihak memberitahukan
kepada pihak lainnya mengenai maksudnya untuk mengakhiri
perjanjian Mudharabahitu.[9]
G.
Sebab-sebab Batalnya Mudharabah
Mudharabah menjadi batal karena hal-hal berikut:
1.
Tidak terpenuhinya syarat
sahnya Mudharabah. Apabila terdapat satu syarat yang tidak dipenuhi,
sedangkan mudharib sudah terlanjur menggunakan modal Mudharabah untuk
bisnis perdagangan, maka dalam keadaan seperti ini mudharib berhak mendapatkan
upah atas kerja yang dilakukannya, karena usaha yang dilakukannya atas izin
pemilik modal dan mudharib melakukan suatu pekerjaan yang berhak untuk
diberi upah.
Semua laba yang dihasilkan dari
usaha yang telah dikerjakan adalah hak pemilik modal. Jika terjadi kerugian
maka pemilik modal juga yang menanggungnya. Karena mudharib dalam hal
ini berkedudukan sebagai buruh dan tidak dapat dibebani kerugian kecuali karena
kecerobohannya.
2.
Pengelola atau mudharib
sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya dalam memelihara modal, atau
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Jika seperti itu dan
terjadi kerugian maka, pengelola berkewajiban untuk menjamin modal karena
penyebab dari kerugian tersebut.
3.
Pengelola meninggal dunia atau
pemilik modalnya, maka Mudharabah akan menjadi batal.
Jika pemilik modal yang wafat, pihak
pengelola berkewajiban mengembalikan modal kepada ahli waris pemilik modal
serta keuntungan yang diperoleh diberikan kepada ahli warisnya sebesar kadar
prosentase yang disepakati. Tapi jika yang wafat itu pengelola usaha, pemilik
modal dapat menuntut kembali modal itu kepada ahli warisnya dengan tetap
membagi keuntungan yang dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah yang
sudah disepakati.
Jika Mudharabah telah
batal, sedangkan modal berbentuk ‘urudh (barang dagangan), maka pemilik
modal dan pengelola menjual atau membaginya, karena yang demikian itu merupakan
hak berdua. Dan jika si pengelola setuju dengan penjualan, sedangkan pemilik
modal tidak setuju, maka pemilik modal dipaksa menjualnya, karena si pengelola
mempunyai hak di dalam keuntungan dan dia tidak dapat memperolehnya kecuali
dengan menjualnya. Demikian menurut madzhab Asy Syafi’i dan Hambali.[10]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mudharabah adalah bentuk kerja
sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahibul amal)
mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu
perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus
persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
Ayat Al-Qur’an yang secara umum mengandung kebolehan akad
Mudharabah untuk bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah di atas bumi
adalah:
“Dan yang lain lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari Allah”. (QS. Al-Muzammil: 20).
“Dan yang lain lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari Allah”. (QS. Al-Muzammil: 20).
menurut jumhur ulama’ ada tiga rukun
dari Mudharabah yaitu:
1.
Dua pihak yang berakad (pemilik modal/shahib
al-mal dan pengelola dana/pengusaha/mudharib)
2.
Materi yang diperjanjikan atau objek
yang diakadkan
3.
Sighat (ijab-qabul)
Mudharabah dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
1.
Mudharabah Mutlaqah
2.
Mudharabah Muqayyadah On Balance
Sheet
3.
Mudharabah Muqayyadah Off Balance
Sheet
Mudharabah menjadi batal karena hal-hal berikut:
1.
Tidak terpenuhinya syarat
sahnya Mudharabah
2. Pengelola atau mudharib
sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya dalam memelihara modal
3.
Pengelola meninggal dunia atau
pemilik modalnya
DAFTAR
PUSTAKA
Rasjid, sulaiman; Fiqh Islam (hukum
fiqh lengkap), cet 51, bandung; sinar baru algesindo, 2011.
http://m.detik.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Mudharabah
http://infodakwahislam.wordpress.com/
http://arissasminto.blogspot.com/2013/04/mudharabah.html
http://muhammad-iwad.blogspot.com/
[6] Rasjid, sulaiman; Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap), cet 51,
bandung; sinar baru algesindo, 2011. Hal. 299
0 Response to "Makalah Mudharabah-akad mudharabah"
Post a Comment