MTI: Penyelesaian
Masalah Perkeretapian Solusi Hemat APBN
Jakarta (ANTARA) - Masyarakat Transportasi
Indonesia (MTI) mendesak pemerintah untuk lebih memperhatikan nasib
perkeretaapian di Indonesia, selain dapat menghemat subsidi BBM perbaikan
sarana dan prasarana kereta api juga dapat memperluas akses kepada masyarakat.
"Perkeretaapian di Indonesia masih saja
terpuruk, padahal sarana kereta api sangat mampu mengatasi solusi kemacetan
hampir di semua kota-kota besar, dan hemat anggaran," kata Ketua MTI Djoko
Setijowano, saat berbincang-bincang dengan wartawan di Jakarta, Kamis.
Menurut Djoko, untuk menyelesaikan masalah
perkeretaapian nasional pemerintah harus menyelesaikan masalah penyelenggaraan
prasarana dan sarana perkeretapian.
"Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2007
tentang Perkeretaapian, dalam waktu tiga tahun masalah prasarana dan sarana
harus sudah diselesaikan, namun kenyataannya hingga kini belum ada jalan
keluarnya," kata Djoko.
Untuk itu, tambahnya, pemerintah harus
memperbaiki terlebih dahulu kondisi PT Kereta Api Indonesia dengan melakukan
audit menyeluruh, melakukan inventarisasi aset prasarana dan sarana PT KAI.
Selanjutnya menegaskan status kewajiban
pelayanan publik (PSO) dan kewajiban program pensiun pegawai dan membuat neraca
awal PT KAI.
Selain itu, tambah Djoko, pemerintah juga harus
mempercepat pembangunan rel ganda lintas utara Jawa sepanjang 436 kilometer
dengan investasi yang dibutuhkan sebesar Rp9,8 triliun.
"Penyelesaian "double track" ini
diproyeksikan bisa mengurangi beban jalan raya. Investasinya pun jauh lebih
murah ketimbang bangun jalan tol," ujarnya.
Ia menjelaskan sektor transportasi menyedot BBM
subsidi terbesar setiap tahunnya terutama kendaraan pribadi yaitu mobil pribadi
sebesar Rp85,2 triliun, dan pengguna sepeda motor Rp64,3 triliun.
"Konsumsi BBM yang salah subsidi ini sayangnya
tidak digunakan untuk merevitalisasi transportasi umum, khususnya kereta
api," katanya.
Selanjutnya diutarakan Djoko, hal yang juga
penting dilakukan pemerintah adalah perlu adanya pengguliran Dana Alokasi
Khusus (DAK) untuk transportasi massal.
"DAK transportasi massal ini ditujukan
untuk memperbaiki kualitas angkutan umum perkotaan," ujarnya.
Hingga kini pemerintah belum pernah
mengeluarkan DAK Transportasi Umum, yang ada hanya berupa bantuan teknis,
pemberian sejumlah armada bus, pembangunan halte yang tidak segera menuntaskan
persoalan. (tp)
Rekomendasi
APBN 2012 (Kajian BEM FEUI 2011)
Note :
Rekomendasi ini telah disampaikan kepada Badan Anggaran DPR-RI pada 19 Agustus
2011
A. Hakikat APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah
anggaran negara yang terdiri dari 2 bagian yaitu pendapatan dan belanja negara.
Anggaran ini dibuat berlandaskan asumsi makro dan Rencana Pemerintah Jangka
Menengah untuk menentukan besaran pajak, utang dan sumber pendanaan lain yang
dibutuhkan. Kemudian setiap departemen, lembaga negara dan daerah mengajukan
anggaran yang mereka perlukan sebagai dasar pengeluaran. APBN ini kemudian
dibahas bersama oleh pemerintah (Kementerian keuangan) dan DPR-RI (Badan
Anggaran) untuk dinilai urgensi dan prioritasnya dalam menetapkan belanja
negara.
Pada hakikatnya APBN adalah instrumen yang
memperlihatkan G (Government Expenditure) dari Indonesia. Instrumen ini penting
sebagai bagian dalam menghasilkan Y (output negara/GDP), tetapi bukan instrumen
satu-satunya yang menentukan besaran Y karena masih ada faktor konsumsi,
investasi dan ekspor-impor. Namun APBN adalah satu-satunya instrumen yang mampu
dikontrol oleh masyarakat dan negara, selain itu APBN juga menghasilkan multiplier effect. Inilah kelebihan
instrumen G dibanding faktor-faktor lainnya. Semakin besar APBN seharusnya
output yang dihasilkan suatu negara akan semakin besar. Implikasi akhirnya
adalah semakin besar output negara maka semakin besar kesejahteraan masyarakat
di suatu negara yang bisa diukur melalui berbagai instrumen seperti GDP/Kapita
hingga Indeks Pembangunan Manusia.
Dari sini jelas terlihat bahwa APBN adalah
instrumen penting demi kesejahteraan masyarakat. Tetapi satu hal yang harus
digarisbawahi APBN adalah instrumen dan bukan hasil akhir.Pada hakikatnya jika
sebuah instrumen tidak digunakan dengan tepat maka instrumen tidak mampu
menghasilkan apapun, bahkan jika digunakan dengan tepatpun tidak ada jaminan
APBN akan otomatis menghasilkan masyarakat yang sejahtera.
Namun semua usaha harus dilakukan jika
kesejahteraan masyarakat menjadi taruhannya. Untuk itulah APBNharus diawasi
agar pemakaiannya tepat guna dan tidak menyimpang.Terkait hal ini BEM FEUI
berkomitmen untuk menjaga agar APBN menjadi tool
yang tepat guna dan dapat termanfaatkan sebesar-besarnya untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat Indonesia.
B. Evaluasi APBN 2011
Melihat hakikat yang ada pada APBN dan
dikomparasi dengan kondisi Indonesia, maka boleh dikatakan hakikat yang ingin
dicapai APBN belum tercapai. Kemiskinan dengan standar $2 sehari masih mencapai
60% dari penduduk Indonesia, hal ini terjadi dikala GDP per kapita meningkat
hingga menembus $3000 dan gini ratio (rasio kesenjangan pendapatan) yang
meningkat. Artinya APBN belum mampu dimanfaatkan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat
melainkan hanya sebagian masyarakat kaya.
Pertumbuhan ekonomi yang ada pada kisaran 6%
masih didominasi sektor konsumsi domestik (+/-4%), dan sisanya oleh investasi,
ekspor, dan baru APBN. Secara sederhana bisa dikatakan peran pemerintah masih
sangat minim dalam mengakselarasi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Hal ini dalam kajian BEM FEUI disebabkan 5
masalah mendasar. Masalah tersebut adalah :
1. Komposisi APBN Tidak Ideal,
2. Buruknya Penyerapan Anggaran,
3. Manajemen Utang & Defisit yang tidak tepat,
4. Pendapatan yang belum maksimal,
5. Dana Transfer Daerah Bermasalah
Komposisi APBN yang tidak ideal ini mencakup
kebijakan yang didominasi belanja pegawai & subsidi dan minim belanja modal
dan sosial. Padahal belanja modal & sosial lah yang merupakan bagian dari
APBN yang memiliki multiplier effect
bagi perekonomian. Data yang ada menunjukkan bahwa hanya 16,2% dan 7,6% dari
APBN 2005-2011 yang digunanakan untuk belanja modal dan belanja sosial. Hal ini
memperlihatkan struktur kepegawaian yang gemuk, tidak efektif, dan tidak
efisien yang tercermin dalam berbagai survei yang menunjukkan lambannya
birokrasi di Indonesia. Dari sisi departemen pun, dana yang dialokasikan untuk
infrastruktur yang menghasilkan multiplier
effect hanya 58 Triliun pada 2011, ini hanya sebesar 5% dari total APBN dan
masih dipotong untuk biaya pegawai. Melihat kebutuhan pembangunan khususnya
infrastruktur, maka komposisi APBN saat ini jelas jauh dari ideal.
Adapun kebijakan subsidi khususnya subsidi BBM
berdasarkan model yang digunakan BEM FEUI ternyata tidak berdampak signifikan
pada kesejahteraan ekonomi maupun kesejahteraan masyarakat. Belum lagi
penyalurannya yang tidak tepat guna menurut penelitian world bank, dimana 90%
subsidi jatuh pada kalangan mampu.
Kemudian terkait penyerapan anggaran, pada
periode 2005-2010 penyerapan anggaran pada triwulan 1 rata-rata hanya sebesar
11,32%, pada periode 2011 pun penyerapan hanya sebesar 11%. Adapun secara
keseluruhan rata-rata penyerapan anggaran 2005-2010 hanya 87% dan penyerapan tahun
2010 sebesar 95,79%. Ini menunjukkan ada dana sebesar 40 Triliun yang tidak
terserap. 2 Hal ini menjadi sorotan yaitu waktu penyerapan dan besar
penyerapan. Waktu penyerapan yang menumpuk pada triwulan 4 menjadikan proyek
dilaksanakan tergesa-gesa yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang tidak
berkualitas, dan juga mengalami kekosongan pembangunan pada triwulan awal.
Rendahnya penyerapan juga berbahaya, karena pembiayaan 100 Triliun dana APBN
dibiayai dari utang. Hal ini menandakan ada utang yang tidak terserap dan dapat
membebani keuangan negara ke depannya.
Manajemen utang dan defisit (pembiayaan)
pemerintah pun dirasa belum memadai. Walaupun dari sisi persentase utang
terhadap GDP menurun hingga kisaran 25-26%. Namun pembiayaan nominal meningkat
dari 8,9 Triliun pada 2005 menjadi 124,7 Triliun pada 2011, dan secara total
mencapai 1590,6 Triliun. Bunga utang pun menelan 14,77% dari keseluruhan APBN.
Hal ini membebani ruang fiskal APBN untuk diarahkan ke kesejahteraan
masyarakat. Tetapi dalam pandangan BEM FEUI, utang tidak terlalu menjadi
masalah ketika mampu terserap sepenuhnya. Permasalahannya adalah masih banyak
dana yang tidak terserap dalam APBN, sehingga utang yang diambil menjadi
sia-sia. Selain itu komposisi utang yang berubah menjadi didominasi obligasi
juga harus menjadi perhatian pemerintah, mengingat bunga obligasi yang lebih
besar dibanding bunga utang LN (G to G). Untuk itu perlu dilakukan perbaikan
dalam manajemen utang agar utang yang diambil mampu terserap dalam
proyek-proyek yang mampu menggerakan roda perekonomian, dan bukannya menjadi
dana sia-sia di dalam kas negara.
Sorotan keempat adalah pendapatan yang belum
maksimal, hal ini terlihat dari tax ratio yang hanya sebesar 12,3% pada 2010.
Padahal pada 2006, rata-rata ASEAN mencapai 13,5% dan bahkan tax ratio Malaysia
mencapai 20,17%. Hal ini memperlihatkan rendahnya kesadaran membayar pajak
maupun ketegasan pemerintah dalam mengumpulkan pajak. Padahal jika pemerintah
mampu meningkatkan tax ratio menjadi 15% maka ada potensi kenaikan APBN sebesar
+/-160 Triliun rupiah (6.422 Triliun x 2,7%). Indikator lain adalah elastisitas
pajak yang menunjukkan besaran kenaikan pajak setiap 1% kenaikan pendapatan
nasional, Indonesia dalam hal ini baru berada pada 1,07, sedangkan malaysia
sebesar 1,9 dan Pakistan sebesar 2,1. Pendapatan lain yang bisa digerakkan
adalah melalui renegoisasi kontrak karya dan mengatur ulang kebijakan dividen
BUMN agar mampu menghasilkan pendapatan lebih besar bukan hanya pada jangka
pendek namun hingga 10-20 tahun ke depan. Dari sini terlihat betapa besar
potensi pendapatan yang masih bisa digarap pemerintah Indonesia untuk
meningkatkan APBN 2011.
Sorotan terakhir adalah Dana Transfer Daerah
yang bermasalah, bermasalah dalam artian pemakaiannya yang didominasi gaji
pegawai. Hal ini terlihat dari struktur APBD yang 58% dipakai untuk gaji
pegawai, dana lain pun banyak dipakai untuk pembangunan fasilitas birokrat.
Bahkan banyak pemerintah daerah yang terancam bangkrut dengan struktur seperti
ini. Dari segi daerah yang mendapat dana transferpun masih didominasi kabupaten
daerah maju yang mencapai 154 Triliun dibandingkan kabupaten daerah tertinggal
hanya 89 Triliun, ini menunjukkan bahwa dana transfer daerah tidak berimbang.
Selain itu menurut penelitian INDEF hanya 9 propinsi yang menunjukkan semakin
besar dana perimbangan diikuti semakin besar penurunan kemiskinan. Pengawasan
pemanfaatan dana transfer ini pun sangat minim, terlihat dari minimnya
transparansi data APBD maupun lembaga-lembaga yang fokus mengawasi APBD. Semua
ini membawa kesimpulan bahwa dana transfer daerah perlu ditinjau kembali agar
secara efektif mampu diarahkan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas.
C. Rekomendasi APBN 2012
Melihat permasalahan yang ada maka BEM FEUI
memberikan rekomendasi berdasar masing-masing permasalahan yang ditemukan agar
APBN 2012 mampu lebih baik lagi dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan
menciptakan kesejahteraan rakyat.
1. Menuju Komposisi APBN ideal
Rekomendasi
terpenting untuk memperbaiki komposisi APBN adalah mengurangi belanja rutin
khususnya belanja gaji pegawai dan subsidi untuk kemudian dialihkan ke dana
infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Secara spesifik rekomendasi ini
adalah :
a. Melakukan moraturium penerimaan pegawai
negeri baru dan kenaikan gaji
b. Menerapkan sistem remunerasi yang dijalankan
lembaga independen yang profesional untuk mengukur kinerja pegawai negeri. Hal
ini disertai pengubahan sistem gaji menjadi didominasi oleh penghasilan dari
remunerasi dan pengurangan gaji tetap untuk mendorong produktivitas pegawai
negeri.
c. Perencanaan pencabutan sepenuhnya subsidi
BBM selambat-lambatnya tahun 2013. Untuk meredam dampak pencabutan subsidi maka
perlu dilakukan pengalihan bahan bakar ke BBG, pengurangan pemakaian BBM untuk
pembangkit listrik, dan mempersiapkan infrastruktur transportasi umum yang
murah, aman, dan nyaman.
d. Penambahan anggaran pendidikan dengan tujuan
menciptakan pendidikan gratis 100% hingga level SMA dan perbaikan fasilitas
& prasarana pendidikan melalui pengalihan dana subsidi. Dalam hal ini
gratis mencakup biaya buku, biaya perawatan, dan seluruh biaya/pungutan lain.
Sehingga nantinya BOS dapat dihilangkan & diganti dengan penghilangan
otomatis biaya pendidikan.
2. Meningkatkan penyerapan anggaran
Bermasalahnya
penyerapan anggaran disebabkan waktu pembahasan APBN yang minim yang kemudian
berdampak pada lambatnya pembahasan di daerah, ketidaksinkronan waktu periode
pajak dengan periode APBN yang menyebabkan kurangnya dana pada triwulan awal
tahun anggaran, dan lambatnya birokrasi pelaksanaan proyek maupun tender. Untuk
itu rekomendasi BEM FEUI adalah agar dilakukan langkah-langkah sebagai berikut
:
a. Memajukan waktu pembahasan APBN atau
setidaknya menghilangkan rutinitas membuat APBN-P yang menghabiskan waktu
selama bulan juni-juli
b. Sinkronisasi periode pajak dengan periode
APBN untuk menghilangkan masalah kekurangan dana pada triwulan awal periode
anggaran.
c. Memberikan insentif bagi pegawai negeri
untuk memimpin proyek pembangunan, khususnya jika sasaran proyek mampu dipenuhi
d. Memotong birokrasi tender, dengan menaikkan
besaran minimum proyek/pengadaan yang harus dilakukan melalui tender. Sebagai
gantinya maka mekanisme audit internal harus diperkuat dalam setiap departemen
dan daerah
e. Dokumen perencanaan proyek yang lebih detail
dan penjabaran sasaran proyek untuk mengukur keberhasilan dan urgensi suatu
proyek
f. Memprioritaskan penambahan anggaran bagi
departemen/daerah yang mampu menyerap anggaran secara maksimal baik dari sisi
kuantitas maupun kualitas
3. Manajemen utang & Defisit
Kebijakan
defisit yang diambil ke depannya harus ditinjau ulang mengingat kebijakan
defisit diiringi dengan pengambilan utang baru. Untuk itu defisit yang ada
harus dipakai secara maksimal agar mampu memacu pertumbuhan ekonomi. Manajemen defisit
& utang ini terkait erat dengan penyerapan anggaran yang maksimal, dimana
jika kebijakan defisit yang ditempuh tidak diikuti dengan penyerapan anggaran
maksimal, maka utang akan menjadi sia-sia. Jalan yang harus ditempuh adalah
dengan mengubah bentuk utang agar mampu mendorong penyerapan anggaran.
Rekomendasi terkait hal ini adalah :
a. Membuat utang based by project baik itu utang luar negeri maupun obligasi. Secara
khusus terkait obligasi bisa mengikuti pola sukuk. Utang based by project ini penting untuk memastikan agar utang yang
diambil telah memiliki pos-pos pemakaian khusus dan tidak masuk ke kas negara
tanpa target pemakaian yang jelas. Dengan sistem ini maka utang yang diambil
otomatis diarahkan ke infrastruktur dan pencapaiannnya mampu diukur
b. Menyeimbangkan utang berbentuk G to G,
dengan utang berbentuk G to B. Tujuannya adalah agar bunga utang yang
ditanggung pemerintah bisa diminimalisir mengingat utang G to B (obligasi)
umumnya berbunga tinggi sedangkan utang G to G berbunga rendah
c. Restrukturisasi utang BLBI agar pembayaran
tidak tertumpuk pada 2033
d. Mengurangi utang berdenominasi asing untuk
mengurangi gejolak terhadap fluktuasi nilai tukar
e. Apabila penyerapan anggaran sudah baik dan
pemakaian utang sudah termanfaatkan maksimal maka ekspansi utang dapat
dilaksanakan
f. Menjaga persentase utang terhadap PDB pada
level maksimal 60%
4. Maksimalisasi pendapatan APBN
Memaksimalkan
pendapatan APBN harus dilakukan, caranya adalah meningkatkan tax ratio,
elastisitas pajak dan perubahan kebijakan pengolalaan SDA. Cara yang dapat
ditempuh adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan tax ratio dengan memperkuat
dirjen pajak, khususnya terkait wewenang mengumpulkan pajak yang diiringi
dengan pengawasan ketat dirjen pajak melalui audit internal maupun eksternal,
serta pemisahan wewenang pengadilan pajak dari dirjen pajak. Hal ini dilakukan
agar dirjen pajak mampu lebih agresif mengumpulkan pajak namun tetap
transparan.
2. Menumbuhkan kesadaran membayar pajak melalui
insentif bagi masyarakat yang membayar pajak dan transparansi penggunaan dana
pajak agar masyarakat mengetahui manfaat membayar pajak. Insentif dapat berupa
kemudahan birokrasi pajak& kebijakan jemput bola bagi pembayar pajak.
3. Mengubah sistem pajak menjadi sistem pajak
per pos seperti di Amerika Serikat. Dimana sebagai contoh pajak kendaran
bermotor otomatis dialokasikan untuk mensubsidi transportasi umum. Hal ini
merupakan bagian dari memudahkan transparansi penggunaan dana pajak.
4. Mendorong perusahaan-perusahaan untuk melakukan
IPO untuk menjamin transparansi kondisi keuangan perusahaan tersebut
5. Melakukan renegosiasi kontrak karya dengan
perusahaan pengelola sumber daya alam ke arah yang lebih menguntungkan bagi
negara. Termasuk di dalamnya adalah meninjau kembali Undang-undang MIGAS nomor
22 tahun 2001 karena ada beberapa hal dalam undang-undang tersebut yang
merugikan negara. Seperti kebijakan bagi perusahaan asing yang harus memberikan
2% dari profit sharing dirasa kurang
dan merusak kedaulatan negara Indonesia,
5. Meningkatkan Efektivitas Dana Transfer
Daerah
Dana transfer
daerah ke depannya harus mampu secara efektif dipakai untuk membangun
perekonomian daerah agar suatu saat daerah mampu mandiri secara finansial dari
pemerintah pusat. Selain itu juga agar secara efisien terserap bagi
kesejahteraan masyarakat. Untuk itu harus diambil langkah sebagai berikut :
a. Perubahan struktur dana transfer daerah
diprioritaskan untuk belanja modal seperti pembangunan infrastruktur atau
industri yang dapat menaik penghasilan bagi daerah di masa depan
b. Perbaikan formula dana transfer dengan
memprioritaskan daerah-daerah tertentu untuk terlebih dahulu dibangun, atau
memusatkan dana transfer ke level provinsi. Tujuannya adalah agar dana yang
ditransfer bisa lebih fokus dan mencukupi untuk melakukan pembangunan
infrastruktur dan industri dalam skala besar
c. Memastikan adanya formula baku yang mampu
menjamin terlepasnya penyusunan dana transfer daerah dari proses lobi maupun
mafia anggaran. Selain itu agar dana transfer daerah benar-benar masuk ke
daerah yang tidak maju.
d. Sinergisasi pembangunan level
kabupaten-kota, provinsi, dan tingkat nasional agar tidak ada pembangunan yang
saling tumpang tindih antara kabupaten maupun provinsi.
e. Pemanfaatan dana transfer daerah berdasar
proyek, dimana dana ini ditransfer berdasar kebutuhan proyek yang diajukan oleh
pemerintah daerah
0 Response to "MASALAH YANG TIMBUL DI APBN"
Post a Comment