BAB I
PENDAHULUAN
Dalam
Al-bae ditinjau dari segi harga Al-baedapat dikategorikan menjadi beberapa
jenis diantaranya adalah MURABAHAH. Jual beli dalam
terminologi fiqh disebut dengan al-bai' Yang secara etimologis dapat diartikan
dengan (tukar menukar) atau (menukar
sesuatu dengan sesuatu
yang lain). Lafadz Al-ba’I
dalam bahasa Arab
terkadang digunakan digunakan
untuk pengertian lawannya,
yaitu kataasy-syira (beli) Dengan
demikian kataal-bai'ber arti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli.
Secara konseptual, murabahah
sebagai salah satu
bentuk jual beli, sangat banyak dibicarakan
oleh kalangan ulama fiqh dan
secara operasional dia merupakan
salah satu produk
perbankan Islam diantara produk-produk yang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI AL-MURABAHAH
Kata al-Murabahah diambil
dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu (الرِبْحُ) yang berarti kelebihan dan tambahan
(keuntungan), atau murabahah juga berarti Al-Irbaah karena salah satu
dari dua orang yang bertransaksi memberikan keuntungan kepada yang lainnya
(Ibnu Al-Mandzur., hal. 443.). sedangkan secara istilah, Bai’ul murabahah
adalah:
بَيْعٌ
بِمِثلِ الثمَنِ الأوَّلِ مَعَ زِيَادَةِ رِبْحٍ مَعلُوْمٍ
Yaitu jual beli dengan harga awal
disertai dengan tambahan keuntungan (Azzuhaili, 1997., hal. 3765). Definisi ini
adalah definisi yang disepakati oleh para ahli fiqh, walaupun ungkapan yang
digunakan berbeda-beda. (Asshawy, 1990., hal.198.)
Menurut Para ahli hukum
Islam mendefinisikan bai’ al-murabahah sebagai berikut :
- ‘Abd ar-Rahman al-Jaziri mendefinisikan bai’ al-murabahah sebagai menjual barang dengan harga pokok beserta keuntungan dengan syarat-syarat tertentu.
- Menurut Wahbah az-Zuhaili adalah jual-beli dengan harga pertama (pokok) beserta tambahan keuntungan.
- Ibn Rusyd --filosof dan ahli hukum Maliki-- mendefinisikannya sebagai jual-beli di mana penjual menjelaskan kepada pembeli harga pokok barang yang dibelinya dan meminta suatu margin keuntungan kepada pembeli.
- Ibn Qudamah --ahli hukum Hambali-- mengatakan bahwa arti jual-beli murabahah adalah jual-beli dengan harga pokok ditambah margin keuntungan.
Dengan kata lain,
jual-beli murabahah adalah suatu bentuk jual-beli di mana penjual
memberi tahu kepada pembeli tentang harga pokok (modal) barang dan pembeli
membelinya berdasarkan harga pokok tersebut kemudian memberikan margin
keuntungan kepada penjual sesuai dengan kesepakatan. Tentang “keuntungan yang disepakati”, penjual
harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah
keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.
Para ahli hukum Islam menetapkan
beberapa syarat mengenai jual-beli murabahah. Wahbah az-Zuhaili
mengatakan bahwa di dalam bai’ al-murabahah itu disyaratkan beberapa
hal, yaitu :
1. Mengetahui harga pokok
Dalam jual-beli murabahah
disyaratkan agar mengetahui harga pokok/ harga asal karena mengetahui harga
merupakan syarat sah jual-beli. Syarat ini juga diperuntukkan untuk jual-beli at-tauliyyah
dan al-wadi’ah.
2. Mengetahui keuntungan
Hendaknya
margin keuntungan juga diketahui oleh si pembeli. Karena margin keuntungan
termasuk bagian dari harga, sedangkan mengetahui harga merupakan syarat sah
jual-beli.
3. Harga pokok merupakan sesuatu yang
dapat diukur, dihitung dan ditimbang, baik pada waktu terjadi jual-beli dengan
penjual yang pertama atau setelahnya, seperti dirham, dinar, dan lain-lain.
Jual-beli murabahah merupakan
jual-beli amanah, karena pembeli memberikan amanah kepada penjual untuk memberitahukan
harga pokok barang tanpa bukti tertulis. Dengan demikian, dalam jual-beli ini
tidak diperbolehkan berkhianat. Allah telah berfirman :
" ياأيها
الذين أمنوا لاتخونوا الله والرسول وتخونوا أماناتكم وأ نتم تعلمون"
Berdasarkan ayat di atas, apabila
terjadi jual-beli murabahah dan terdapat cacat pada barang, baik pada
penjual maupun pada pembeli, maka dalam hal ini ada dua pendapat ulama. Menurut
Hanafiyah, penjual tidak perlu menjelaskan adanya cacat pada barang karena
cacat itu merupakan bagian dari harga barang tersebut. Sementara jumhur ulama
tidak memperbolehkan menyembunyikan cacat barang yang dijual karena hal itu
termasuk khianat. Penyembunyian cacat barang atau tidak menjelaskannya menurut
hukum Islam dianggap sebagai suatu pengkhianatan dan merupakan salah satu cacat
kehendak (‘aib min ‘uyub al- iradah) yang berakibat pembeli diberi hak khiyar
atau --dalam bahasa hukum perdata Barat-- pembeli diberi hak untuk minta
pembatalan atas jual-beli tersebut. Ibn Juzai dari Mazhab Maliki mengatakan,
“Tidak boleh ada penipuan jual-beli murabahah dan jual-beli lainnya”.
Termasuk penipuan adalah menyembunyikan keadaan barang yang sebenarnya yang
tidak diingini oleh pembeli atau mengurangi minatnya terhadap barang tersebut.
Pengkhianatan dalam jual-beli murabahah
ini bisa terjadi mengenai informasi tentang cara penjual memperoleh barang,
yaitu apakah melalui pembelian secara tunai, pembelian hutang atau sebagai
penggantian dari suatu kasus perdamaian. Pengkhianatan bisa juga terjadi
tentang besarnya harga pembelian.
Apabila pengkhianatan terjadi dalam
hal informasi cara memperoleh barang, dimana misalnya penjual menyatakan bahwa
ia memperolehnya melalui pembelian tunai padahal melalui pembelian hutang atau
merupakan barang penggantian dalam suatu kasus perdamaian, maka pembeli diberi
hak khiyar untuk meneruskan atau membatalkan akad tersebut. Atau dalam
bahasa hukum perdata, pengkhianatan ini merupakan suatu cacat kehendak dan
memberikan hak kepada pembeli untuk meminta pembatalan akad tersebut.
Apabila pengkhianatan terjadi
mengenai harga pokok barang di mana penjual menyatakan suatu harga yang lebih
tinggi dari harga sebenarnya yang ia bayar, maka dalam hal ini ada perbedaan
pendapat dalam mazhab Hanafi. Menurut Abu Hanifah, pembeli boleh melakukan khiyar
untuk meneruskan jual-beli atau membatalkannya karena murabahah
merupakan akad jual-beli yang berdasarkan amanah. Menurut Abu Yusuf (133-182
H), pembeli tidak mempunyai hak khiyar, melainkan berhak menurunkan
harga ke tingkat harga riil sesungguhnya yang dibayarkan oleh penjual ketika
membeli barang bersangkutan serta penurunan margin keuntungan dalam prosentase
yang sebanding dengan penurunan harga pokok barang. Mazhab Maliki sejalan
dengan pendapat Abu Hanifah. Sedangkan mazhab Syafi’i dan Hambali sejalan
dengan pendapat Abu Yusuf.
Bai’
al-murabahah tidak memiliki rujukan/referensi langsung dari al-Qur’an dan Sunnah.
Yang ada hanyalah referensi mengenai jual-beli dan perdagangan. Jual-beli murabahah
ini hanya dibahas dalam kitab-kitab fiqih dan itupun sangat sedikit dan
sepintas saja. Para ilmuwan, ulama, dan praktisi perbankan syari’ah agaknya
menggunakan rujukan/dasar hukum jual-beli sebagai rujukannya, karena mereka
menganggap bahwa murabahah termasuk jual-beli.
B. LANDASAN HUKUM
Landasan hukum akad murabahah ini adalah:
a.
Al-Quran
Ayat-ayat Al-Quran yang secara umum
membolehkan jual beli, diantaranya adalah firman Allah:
وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
الرِّبَا
Artinya:
"..dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS. Al-Baqarah:275).
Ayat ini
menunjukkan bolehnya melakukan transaksi jual beli dan murabahah
merupakan salah satu bentuk dari jual beli.
Dan firman
Allah:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
لاَتَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً
عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu” (QS. An-Nisaa:29).
Dan firman
Allah:
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن
تَبْتَغُوا فَضْلاً مِّن رَّبِّكُمْ
Artinya: “Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezki hasil
perniagaan) dari Rabbmu” (QS. Al-Baqarah:198)
Berdasarkan ayat diatas, maka murabahah
merupakan upaya mencari rezki melalui jual beli. Murabahah menurut
Azzuhaili (1997., hal.3766.) adalah jual beli berdasarkan suka sama suka antara
kedua belah pihak yang bertransaksi.
b.
Assunnah
1. Sabda Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wassallam: “Pendapatan yang paling afdhal (utama) adalah
hasil karya tangan seseorang dan jual beli yang mabrur”. (HR. Ahmad Al
Bazzar Ath Thabrani).
2. Hadits dari
riwayat Ibnu Majah, dari Syuaib:
أَنَّ النَّبِي صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ البَرَكَة: البَيْعُ إِلىَ أَجَلٍ, وَالمُقـَارَضَة, وَ
خَلْطُ البُرّ بِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ. (رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه)
”Tiga
perkara yang didalamnya terdapat keberkahan: menjual dengan pembayaran secara
tangguh, muqaradhah (nama lain dari mudharabah), dan mencampur
gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidak untuk dijual” (HR. Ibnu
Majah).
3. Ketika Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wassallam akan hijrah, Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu,
membeli dua ekor keledai, lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam
berkata kepadanya, "jual kepada saya salah satunya", Abu Bakar Radhiyallahu
'Anhu menjawab, "salah satunya jadi milik anda tanpa ada kompensasi
apapun", Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam bersabda,
"kalau tanpa ada harga saya tidak mau".
4. Sebuah riwayat dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu
'Anhu, menyebutkan bahwa boleh melakukan jual beli dengan mengambil
keuntungan satu dirham atau dua dirham untuk setiap sepuluh dirham harga pokok
(Azzuhaili, 1997, hal 3766).
5. Selain itu, transaksi dengan
menggunakan akad jual beli murabahah ini sudah menjadi kebutuhan yang
mendesak dalam kehidupan. Banyak manfaat yang dihasilkan, baik bagi yang
berprofesi sebagai pedagang maupun bukan.
c.
Al-Ijma
Transaksi ini sudah dipraktekkan di
berbagai kurun dan tempat tanpa ada yang mengingkarinya, ini berarti para ulama
menyetujuinya (Ash-Shawy, 1990., hal. 200.).
d.
Kaidah Fiqh, yang menyatakan:
الأَصْلُ فِِى المُعَامَلاَتِ الإِبَاحَة ُ إِلا َّ أَنْ
يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلىَ تَحْرِيْمِهَا
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
e.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional
1.
Nomor 4/ DSN-MUI IV/ 2000 tanggal 1 April 2000 tentang
Murabahah,
2.
Nomor 13/ DSN-MUI IX/ 2000 tanggal 16 September 2000 tentang
Uang Muka Dalam Murabahah,
3.
Nomor 16/ DSN-MUI IX/ 2000 tanggal 16 September 2000 tentang
Diskon Dalam Murabahah,Nomor 17/ DSN-MUI IX/ 2000 tanggal 16 September 2000
tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran, dan
4.
Nomor 23/ DSN-MUI/ III/ 2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang Potongan
Pelunasan Dalam Murabahah.
Berdasarkan fatwa-fatwa tersebut,
Bank Indonesia mengatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia atau
Surat Edaran Bank Indonesia, seperti tentang kolektibilitas dan Pedoman
Akuntansi Perbankan Syari’ah Indonesia (PAPSI). Sesuai UU No.10/1998 tentang
perubahan UU No.7 tentang Perbankan dalam penjelasan pasal 6 huruf m dijelaskan
bahwa yang mempunyai kewenangan untuk mengatur kegiatan usaha Bank Syari’ah
adalah Bank Indonesia.
C. RUKUN DAN SYARAT SAHNYA JUAL BELI
MURABAHAH
Rukun murabahah
adalah:
1. Adanya pihak-pihak yang melakukan akad,
yaitu:
Ø Penjual
Ø Pembeli
2. Obyek yang diakadkan,
yang mencakup:
Ø Barang yang diperjualbelikan
Ø Harga
3. Akad/Sighat yang terdiri dari:
Ø Ijab (serah)
Ø Qabul (terima)
Selanjutnya
masing-masing rukun diatas harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Pihak yang
berakad, harus:
Ø Cakap hukum.
Ø Sukarela (ridha), tidak dalam keadaan terpaksa atau
berada dibawah tekanan atau ancaman.
2.
Obyek yang diperjualbelikan
harus:
Ø Tidak termasuk yang diharamkan atau
dilarang.
Ø Memberikan manfaat atau sesuatu yang
bermanfaat.
Ø Penyerahan obyek murabahah dari
penjual kepada pembeli dapat dilakukan.
Ø Merupakan hak milik penuh pihak yang
berakad.
Ø Sesuai spesifikasinya antara yang
diserahkan penjual dan yang diterima pembeli.
3.
Akad/Sighat
Ø Harus jelas dan disebutkan secara spesifik dengan siapa
berakad.
Ø Antara ijab dan qabul (serah terima) harus
selaras baik dalam spesifikasi barang maupun harga yang disepakati.
Ø Tidak mengandung klausul yang bersifat
menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang.
Selain itu ada
beberapa syarat-syarat sahnya jual beli murabahah adalah sebagai
berikut:
a. Mengetahui Harga pokok
Harga beli awal
(harga pokok) harus diketahui oleh pembeli kedua, karena mengetahui harga
merupakan salah satu syarat sahnya jual beli yang menggunakan prinsip murabahah.
Mengetahui harga merupakan syarat
sahnya akad jual beli, dan mayoritas ahli fiqh menekankan pentingnya
syarat ini. Bila harga pokok tidak diketahui oleh pembeli maka akad jual beli
menjadi fasid (tidak sah) (Al-Kasany, hal.3193). Pada praktek perbankan
syariah, Bank dapat menunjukkan bukti pembelian obyek jual beli murabahah
kepada nasabah, sehingga dengan bukti pembelian tersebut nasabah mengetahui
harga pokok Bank.
b. Mengetahui
Keuntungan
Keuntungan
seharusnya juga diketahui karena ia merupakan bagian dari harga. Keuntungan
atau dalam praktek perbankan syariah sering disebut dengan margin murabahah
dapat dimusyawarahkan antara bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli,
sehingga kedua belah pihak, terutama nasabah dapat mengetahui keuntungan bank.
c. Harga pokok
dapat dihitung dan diukur.
Harga pokok
harus dapat diukur, baik menggunakan takaran, timbangan ataupun hitungan. Ini
merupakan syarat murabahah. Harga bisa menggunakan ukuran awal, ataupun
dengan ukuran yang berbeda, yang penting bisa diukur dan di ketahui.
d. Jual beli murabahah tidak bercampur dengan
transaksi yang mengandung riba.
e. Akad jual
beli pertama harus sah.
Bila akad
pertama tidak sah maka jual beli murabahah tidak boleh dilaksanakan.
Karena murabahah adalah jual beli dengan harga pokok ditambah
keuntungan, kalau jual beli pertama tidak sah maka jual beli murabahah
selanjutnya juga tidak sah (Azzuhaily, hal. 3767-3770).
D.
JENIS-JENIS MURABAHAH
Murabahah pada
prinsipnya adalah jual beli dengan keuntungan, hal ini bersifat dan berlaku
umum pada jual beli barang-barang yang memenuhi syarat jual beli murabahah.
Dalam prakteknya pembiayaan murabahah yang diterapkan Bank Bukopin
Syariah terbagi kepada 3 jenis, sesuai dengan peruntukannya, yaitu:
a. Murabahah Modal Kerja
(MMK), yang diperuntukkan untuk pembelian barang-barang yang akan digunakan
sebagai modal kerja. Modal kerja adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh
perusahaan untuk operasi sehari-hari. Penerapan murabahah untuk modal
kerja membutuhkan kehati-hatian, terutama bila obyek yang akan diperjualbelikan
terdiri dari banyak jenis, sehingga dikhawatirkan akan mengalami kesulitan
terutama dalam menentukan harga pokok masing-masing barang.
b. Murabahah
Investasi (MI), adalah pembiayaan jangka menengah atau panjang yang tujuannya
untuk pembelian barang modal yang diperlukan untuk rehabilitasi, perluasan,
atau pembuatan proyek baru.
c. Murabahah
Konsumsi (MK), adalah pembiayaan perorangan untuk tujuan nonbisnis, termasuk
pembiayaan pemilikan rumah, mobil. Pembiayaan konsumsi biasanya digunakan untuk
membiayai pembelian barang konsumsi dan barang tahan lama lainnya. Jaminan yang
digunakan biasanya berujud obyek yang dibiayai, tanah dan bangunan tempat
tinggal.
Al-Bai’ Naqdan wal Murabahah Muajjal, bayar cicilan. Dalam praktek yang
dilakukan oleh bank syariah saat ini adalah murabahah berdasarkan
pesanan, sifatnya mengikat dengan pembayaran tangguh. Dalam perbankan, murabahah
lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bitsaman ajil). Dalam
transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran
dilakukan secara tangguh.
E.
MEKANISME PENENTUAN MARJIN DALAM
BANK SYARIAH
Secara teknis, yang dimaksud marjin keuntungan adalah
peresentase tertentu yang diterapkan per tahun perhitungan marjin keuntungan
secara harian, maka jumlah hari dalam setahun ditetapkan 360 hari, perhitungan
marjin keuntungan secara bulanan, maka setahun ditetapkan 12 bulan.
1. Referensi Marjin Keuntungan
Yang dimaksud dengan Referensi Marjin Keuntungan adalah
marjin keuntungan yang ditetapkan dalam rapat ALCO Bank syariah. Penetapan
marjin keuntungan pembiayaan berdasarkan rekomendasi, usul dan saran dari tim
ALCO Bank Syariah, dengan mempergunakan beberapa hal sebagai berikut :
- Direct Compotiter’s Market Rate (DCMR), ialah tingkat marjin keuntungan rata-rata perbankan syariah.
- Indirct Competitor’s Market Rate (ICMR), ialah tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional.
- Expected Competitive Return for Investors (ECRI), target bagi hasil kompetitif yang diharapkan dapat diberikan kepada dana pihak ketiga.
- Acquiring Cost, biaya yang dikeluarkan oleh bank yang langsung terikat dengan upaya yang dikeluarkan oleh bank yang langsung terikat dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga
- Overhead Cost, biaya yang dikeluarkan oleh bank yang tidak langsung terikat dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
2. Penetapan Harga Jual
Setelah memperoleh referensi marjin keuntungan, bank
melakukan penetapan harga jual. Harga jual adalah penjumlahan harga jual/harga
pokok/harga perlehan bank dan marjin keuntungan.
3. Pengakuan Angsuran Harga Jual
Pengakuan angsuran dapat dihitung dengan menggunakan empat
metode, yaitu :
- Metode marjin keuntungan menurun (sliding) ialah perhitungan marjin keuntungan yang semakin menurun sesuai dengan menurunnya harga pokok sebagai akibat adanya cicilan/angsuran harga pokok yang dibayar nasabah setiap bulan menurun.
- Marjin keuntungan rata-rata ialah marjin keuntungan menurun yang perhitungannya secara tetap dan jumlah angsuran dibayar nasabah tetap setiap bulan
- Marjin keuntungan flat ialah perhitungan marjin keuntungan terhadap nialai harga pokok pembiayaaan secara tetap dari satu periode ke periode lainnya, walaupun baki debetnya menurun sebagai akibat dari adanya angsuran harga pokok
- Marjin keuntungan annuitas ialah marjin keuntungan yang diperoleh dari perhitungan secara annuitas. Yakni suatu cara pengembalian pembiayaan dengan pembayaran angsuran harga pokok dan marjin keuntungan secara tetap. Perhitungan ini akan menghasilkan pola angsuran harga pokok yang semakin membesar dan marjin keuntungan yang semakin menurun.
4. Persyaratan untuk perhitungan
marjin keuntungan
Marjin keuntungan = f (plafond) hanya bisa dihitung apabila
komponen-komponen yang dibawah ini :
- Jenis perhitungan marjin keuntungan
- Plafond pembiayaan sesuai jenis
- Jangka waktu pembayaran
- Tingkan marjin keuntungan pembiayaan
- Pola tagihan atau jatuh tempo tagihan (baik harga pokok maupun marjin keuntungan). Tanggal jatuh tempo tagihan merupakan tanggal yang tidak termasuk dalam perhitungan dari marjin keuntungan.
Contoh-Contoh
Perhitungan Marjin Keuntungan
Marjin
keuntungan menurun
- Nasabah dengan plafond, PLFN = Rp. 100.000.000.00
- Jangka waktu pembiayaan 1 tahun
- Tingkat marjin keuntungan setahun, MRJ = 16%
Maka
jadwal angsuran pembiayaan sebagai berikut :
-
Angsuran harga pokok per bulan, APPB = (PLFN/12) = 8,333,333,33
-
Pencairan 10-10-2010 sejumlah Rp. 100,000,000.00
No.
|
Tanggal
|
Pokok
|
Marjin
Keuntungan
|
1.
|
10-11-2010
|
APPB
|
(PLFN-(No-1) APPB) MRJ)/12
|
2.
|
10-12-2010
|
APPB
|
(PLFN-(No-1) APPB) MRJ)/12
|
3
|
10-01-2011
|
APPB
|
(PLFN-(No-1) APPB) MRJ)/12
|
12.
|
10-11-2011
|
APPB
|
(PLFN-(No-1) APPB) MRJ)/12
|
Jadi
untuk menghitung angsuran ke 2 maka :
APPB
= Pokok = 8,333,333.33
((PLFN-(No-1)
APBB) MRJ)/12 = Marjin euntungan =
((100,000,000-(2-1)
8,333,333.33)0,16/12 = Rp. 1,222,222.22
Angsuran
(2)
Angsuran
harga pokok
=
Rp. 8,333,333.33
Angsuran
marjin keuntungan= Rp. 1,222,222.22
Rp.
9,555,555.55
Angsuran
(5)
APPB
= Pokok = 8,333,333.33
(100,000,000-((5-1)
8,333,333.33) 0,16)/12 = Rp. 888,888.88
Angsuran
harga pokok
=
Rp. 8,333,333.33
Angsuran
marjin keuntungan= Rp. 888,888.88
Rp.
9,222,222.22
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Murabahah adalah suatu jenis pembiayaan yang termasuk dalam kategori
penjualan dengan pembayaran tunda. Meskipun tidak didasarkan pada teks al-Quran
dan Sunnah, namun dalam kajian fiqh Islam jenis transaksi ini dapat dibenarkan.
Bank-bank Islam telah menggunakan kontrak murabahah dalam kativitas pembiayaan
mereka dimana barang-barang dilibatkan dan bank telah memperluas cakupan dan
tingkat penggunaannya. Pembiayaan semacam ini sekarang telah mencapai lebih
dari tujuh puluh lima persen pembiyaan bank Islam berkat kemampuannya untuk
memberikan keuntungan yang ditetapkan di muka dari investasi bank, sangat mirip
dengan keuntungan yang ditetapkan di muka pada bank-bank berbasis bunga.
Pembiayaan murabahah dan harga kreditnya yang lebih tinggi jelas
menunjukkan bahwa ada nilai waktu dalam pembiayaan berbasis murabahah yang
mendorong, meski secara tidak langsung, kepada pengakuan nilai waktu pada uang.
Gampang sekali dilupakan bahwa mengakui nilai waktu pada uang secara logika
menggiring kepada pengakuan terhadap bunga. Dengan mengakui nilai waktu dalam
transaksi-transaksi murabahah dan kemudian penolakan hal yang sama dalam
transaksi-transaksi finansial, tampak sebagai sikap yang tidak konsisten dan
tidak logis.
Bentuk khusus kontrak keuangan yang
sedang dikembangkan untuk menggantikan sistem bunga dan transaksi keuangan
adalah mekanisme bagi hasil merupakan core product bagi bisnis syariah sebab
bisnis syariah secara eklisit melarang penerapan tingkat bunga pada semua
transaksi keuangannya bentuk bisnis yang berdasarkan syariah dapat dikembangkan
dengan mengacu pada konsep syariah yaitu murabahah.
Murabahah sebagai sebuah kegiatan
kerjasama ekonomi antara dua pihak mempunyai bebrapa ketentuan yang harus dipenuhi
dalam rangka meningkat jalinan kerja sama dimana bank membiayai pembelian yang
diperlukan nasabah dengan sistem pembayaran ditangguhkan. Pembiayaan murabahah
ini mirif dengan kredit modal kerja pada bank konvensional, karena itu jangka
waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun dan seringnya untuk pembiayaan
yang bersifat konsumtif seperti rumah, tanah, toko, mobil, motor dan
sebagainya.
0 Response to "AKAD MURABAHAH"
Post a Comment