A. Pengertian
Manajemen
Kata
Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni
melaksanakan dan mengatur. Pengertian manajemen ialah proses untuk
memperoleh tujuan organisasi melalui upaya bersama dengan sejumlah orang atau
juga sumber milik si organisasi.
Manajemen memiliki 3 karakteristik yaitu:
Manajemen memiliki 3 karakteristik yaitu:
- Sebuah proses atau seri dari aktivitas yang berkelanjutan dan berhubungan.
- Melibatkan dan berkonsentrasi untuk mendapatkan tujuan organisasi.
- Mendapatkan hasil-hasil ini dengan berkerja sama dengan sejumlah orang dan memanfaatkan sumber-sumber dimiliki si organisasi.
Fungsi Manajemen
1. Fungsi Perencanaan / Planning
Fungsi perencanaan adalah suatu kegiatan membuat tujuan
perusahaan dan diikuti dengan membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan tersebut.
2. Fungsi Pengorganisasian /
Organizing
Fungsi perngorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan
pada sumber daya manusia dan sumberdaya fisik lain yang dimiliki perusahaan
untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan
perusahaan.
3. Fungsi Pengarahan / Directing /
Leading
Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer
untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta
menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, dan lain sebagainya.
4. Fungsi Pengendalian / Controling
Fungsi pengendalian adalah suatu aktivitas menilai kinerja
berdasarkan standar yang telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau
perbaikan jika diperlukan.
B. Pengerian
Ekonomi Syariah
Ekonomi Syariah merupakan ilmu yang
mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan
agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman
dan rukun Islam. Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt
memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105: Dan
katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang
beriman akan melihat pekerjaan itu. Karena kerja membawa pada keampunan,
sebagaimana sabada Rasulullah Muhammad saw: Barang siapa diwaktu sorenya
kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan. (HR.Thabrani
dan Baihaqi).
Tujuan Ekonomi Islam
Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam system Islam
mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta
menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula
dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di
dunia dan di akhirat. Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu
Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam
diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim
bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat.
Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan
puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjad puncak sasaran di
atas mencaku p lima jaminan dasar:
·
keselamatan keyakinan agama ( al
din)
·
kesalamatan jiwa (al nafs)
·
keselamatan akal (al aql)
· keselamatan
keluarga dan keturunan (al nasl)
· keselamatan
harta benda (al mal)
·
Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Secara garis
besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:
1. Berbagai sumber daya dipandang
sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia.
2.
Islam mengakui
pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3.
Kekuatan
penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4.
Ekonomi Islam
menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.
5.
Ekonomi Islam
menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan
banyak orang.
6. Seorang mulsim harus takut kepada
Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan
yang telah memenuhi batas (nisab)
8.
Islam melarang
riba dalam segala bentuk.
C. Pengertian
Ekonomi
Secara umum, bisa dibilang bahwa
ekonomi adalah sebuah bidang kajian tentang pengurusan sumber daya material
individu, masyarakat, dan negara untuk meningkatkan kesejahteraan hidup
manusia. Karena ekonomi merupakan ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan berkembang dengan sumber
daya yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi, konsumsi dan atau
distribusi.
Berikut ini adalah pengertian dan
definisi ekonomi menurut beberapa ahli:
ADAM
SMITH
Ekonomi
ialah penyelidikan tentang keadaan dan sebab adanya kekayaan negara.
MILL
J. S
Ekonomi
ialah sains praktikal tentang pengeluaran dan penagihan
ABRAHAM
MASLOW
Ekonomi
adalah salah satu bidang pengkajian yang mencoba menyelesaikan masalah
keperluan asas kehidupan manusia melalui penggemblengan segala sumber ekonomi
yang ada dengan berasaskan prinsip serta teori tertentu dalam suatu sistem
ekonomi yang dianggap efektif dan efisien.
HERMAWAN KARTAJAYA
Ekonomi adalah platform dimana sektor
industri melekat diatasnya.
PAUL A. SAMUELSON
Ekonomi merupakan cara-cara yang
dilakukan oleh manusia dan kelompoknya untuk memanfaatkan sumber-sumber yang
terbatas untuk memperoleh berbagai komoditi dan mendistribusikannya untuk
dikonsumsi oleh masyarakat.
D. Pembiayaan
Bank Islam
Pembiayaan merupakan salah satu
tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi
kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Menurut sifat
pengguna-annya, pembiayaan dapat dibagai menjadi:
a.
Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha,
baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi
b.
Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis diguna-kan untuk dipakai memenuhi
kebutuhan.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi
menjadi:
1. Pembiayaan modal kerja, yaitu
pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan (1) peningkatan produksi, baik secara
kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu
peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi; dan (2) untuk keperluan
perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta
fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
I. Pembiayaan Modal Kerja
Unsur-unsur modal kerja terdiri dari komponen-komponen alat
likuid (cash), piutang dagang (receivable), dan persediaan (inventory) yang
umumnya terdiri dari persediaan bahan baku (raw material), persediaan barang
dalam proses (work in process), dan persediaan barang jadi (finished goods).
Oleh karena itu, pem-biayaan modal kerja merupakan salah satu atau kombinasi
dari pembiayaan likuiditas (cash financing), pembiayaan piutang (receivable
financing), dan pembiayaan persediaan (inventory financing).
Bank konvensional memberikan kredit modal kerja tersebut,
dengan cara memberikan pinjaman sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendanai
seluruh kebutuhan yang merupakan kombinasi dari komponen-komponen modal kerja
tersebut, baik untuk keperluan produksi maupun perdagangan untuk jangka waktu
tertentu, dengan imbalan berupa bunga. Bank syariah dapat membantu memenuhi
seluruh kebutuhan modal kerja tersebut, bukan dengan meminjamkan uang,
melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah, di mana bank
bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), sedang-kan nasabah sebagai
pengusaha (mudharib). Skema pembiayaan semacam ini disebut dengan mudharanah
(trust financing). Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu,
sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang disepakati.
Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi
bagi hasil (yang belum dibagikan) yang menjadi bagian bank.
a. Pembiayaan Likuiditas (Cash
Financing).
Pembiayaan ini pada umumnya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan yang timbul akibat terjadinya ketidaksesuaian (mismatched) antara
cash inflow dan cash outflow pada per-usahaan nasabah. Fasilitas yang biasanya
diberikan oleh bank konvensional adalah fasilitas cerukan (overdraft
facilities) atau yang biasa disebut kredit rekening koran. Atas pemberian
fasilitas ini bank memperoleh imbalan manfaat berupa bunga atas jumlah
rata-rata pemakaian dana yang disediakan dalam fasilitas tersebut.
Bank syariah dapat menyediakan fasilitas semacam itu dalam
bentuk qardh timbal balik atau yang disebut compensating balance. Melalui
fasilitas ini nasabah harus membuka rekening giro, dan bank tidak memberikan
bonus atas giro tersebut. Bila nasabah mangalami situasi mismatched, nasabah
dapat menarik dana melebihi saldo yang tersedia sehingga menjadi negatif sampai
maksimum jumlah yang disepakati dalam akad. Atas fasilitas ini, bank tidak
dibenarkan meminta imbalan apa pun, kecuali sebatas biaya administrasi
pengelolaan fasilitas tersebut.
b.
Pembiayaan Piutang (Receivable
Financing)
Kebutuhan pembiayaan ini timbul pada perusahaan yang
men-jual barangnya dengan kredit, tetapi baik jumlah maupun jangka waktunya
melebihi kapasitas modal kerja yang dimilikinya. Bank konvensional biasanya
memberikan fasilitas berupa:
1.
Pembiayaan Piutang (Receivable
Financing)
Bank memberikan pinjaman dana kepada nasabah untuk mengatasi
kekurangan dana karena masih tertanam dalam piutang. Atas pinjaman itu bank
meminta cessie atas tagihan nasabah tersebut. Pada dasarnya nasabah
ber-kewajiban untuk menagih sendiri piutangnya. Tetapi, bila bank merasa perlu,
dengan menggunakan cessie tersebut bank berhak untuk menagih langsung kepada
pihak yang berhutang. Hasil penagihan tersebut pertama-tama diguna-kan untuk
membayar kembali pinjaman nasabah berikut bunganya, dan selebihnya dikreditkan
ke rekening nasabah. Bila ternyata piutang tersebut tidak tertagih, maka
nasabah wajib membayar kembali pinjaman tersebut berikut bunganya kepada bank.
2.
Anjak Piutang (Factoring)
Fasilitas ini diberikan oleh bank dalam bentuk
peng-ambilalihan piutang nasabah. Untuk keperluan tersebut nasabah mengeluarkan
draf (wesel tagih) yang diaksep oleh pihak yang berhutang, atau promissory
notes (promes) yang diterbitkan oleh pihak yang berhutang, kemudian di-endors
oleh nasabah. Draf atau promes tersebut lalu dibeli oleh bank dengan diskon
sebesar tingkat bunga yang berlaku atau disepakati untuk jangka waktu yang
tertera pada draf atau promes tersebut. Bila pada saat jatuh tempo draf atau
promes tersebut ternyata tidak tertagih, maka nasabah wajib membayar kepada
bank sebesar nilai nominal draf tersebut.
Bagi bank syariah, untuk kasus pembiayaan piutang se-perti
tersebut di atas hanya dapat dilakukan dalam bentuk al qardh di mana bank tidak
boleh meminta imbalan, kecuali biaya administrasi. Untuk kasus anjak piutang,
bank dapat memberikan fasilitas pengambil-alihah piutang, yaitu yang disebut
hiwalah. Tetapi untuk fasilitas ini pun bank tidak dibenarkan meminta imbalan
kecuali biaya layanan atau biaya administrasi dan biaya penagihan. Dengan
demikian, bank syariah meminjamkan uang (qardh) sebesar piutang yang tertera
dalam dokumen piutang (wesel tagih atau promes) yang diserahkan kepada bank –
tanpa potongan. Hal itu adalah bila ternyata pada saat jatuh tempo hasil
tagihan itu digunakan untuk melunasi hutang nasabah kepada bank. Tetapi bila
ternyata piutang tersebut tidak ditagih, maka nasabah harus membayar kembali
hutangnya itu kepada bank. Selain itu, sebagian ulama memberikan jalan keluar
berupa pembelian surat hutang (bai’ al dayn), tetapi sebagian ulama melarangnya
.
c. Pembiayaan Persediaan (Inventory
Financing)
Pada bank konvensional dapat kita jumpai adanya kredit modal
kerja yang dipergunakan untuk mendanai pengadaan persediaan (inventory
financing). Pola pembiayaan ini pada prinsipnya sama dengan kredit untuk
mendanai komponen modal kerja lainnya, yaitu memberikan pinjaman dengan bunga.
Bank syariah mempunyai mekanisme tersendiri untuk me-menuhi
kebutuhan pendanaan persediaan tersebut, yaitu antara lain dengan menggunakan
prinsip jual-beli (al bai’) dalam dua tahap. Tahap pertama,
bank mengadakan (membeli dari suplier secara tunai) barang-barang yang
dibutuhkan oleh nasabah. Tahap kedua, bank menjual kepada nasabah pembeli
dengan pembayaran tangguh dan dengan mengambil keun-tungan yang disepakati
bersama, antara bank dengan nasabah. Ada beberapa skema jual-beli yang dipergunakan untuk
meng-approach kebutuhan tersebut yaitu:
1.
Bai’ al Murabahah
Pembiayaan
persediaan dalam usaha produksi terdiri dari biaya pengadaan bahan baku dan
penolong. Melalui proses produksi, bahan baku tersebut akan menjadi barang
setengah jadi, kemudian menjadi barang jadi yang siap untuk dijual. Bila barang
jadi itu dijual dengan kredit, ia berubah menjadi piutang, dan melalui proses
collection akan berubah menjadi kas kembali.
Pembiayaan ini
juga dapat diberikan kepada nasabah yang hanya membutuhkan dana untuk pengadaan
bahan baku dan bahan penolong. Sementara itu, biaya proses produksi dan
penjualan, seperti upah tenaga kerja, biaya pengepakan, biaya distribusi, serta
biaya-biaya lainnya dapat ditutup dalam jangka waktu sesuai dengan lamanya
perputaran modal kerja tersebut, yaitu dari pengadaan persediaan bahan baku, sampai
terjualnya hasil produksi, dan hasil penjualan diterima dalam bentuk tunai
(cash).
2.
Bai’ al Istishna’
Bila nasabah juga membutuhkan pembiayaan untuk pro-ses
produksi sampai menghasilkan barang jadi, bank dapat memberikan fasilitas bai’
al istishna’. Melalui fasilitas ini bank melakukan pemesanan barang dengan
harga yang disepakati kedua belah pihak (biasanya sebesar biaya pro-duksi
ditambah keuntungan bagi produsen, tetapi lebih rendah dari harga jual) dan
dengan pembayaran di muka secara bertahap, sesuai dengan tahap-tahap proses
produksi. Setiap selesai satu tahap, bank meneliti spesifikasi dan kualitas
work in process tersebut, kemudian melakukan pembayaran untuk proses tahap
berikutnya, sampai tahap akhir dari proses produksi tersebut hingga berupa
bahan jadi. Dengan demikian, kewajiban dan tanggung jawab pengusaha adalah
keberhasilan proses produksi tersebut sampai menghasilkan barang jadi sesuai
dengan kuantitas dan kualitas yang telah diperjanjikan. Bila produksi
gagal, pengusaha berkewajiban menggantinya, apakah dengan cara memproduksi lagi
ataupun dengan cara membeli dari pihak lain.
Setelah barang selesai, maka produk tersebut statusnya
menjadi milik bank. Tentu saja bank tidak bermaksud membeli barang itu untuk
dimiliki, melainkan untuk segera dijual kembali dengan mengambil keuntungan.
Pada saat yang kurang lebih bersamaan dengan proses pemberian fasilitas bai’ al
istishna’ tersebut, bank juga te-lah mencari potential purchaser dari produk
yang dipesan oleh bank tersebut. Dalam praktiknya, potential buyer tersebut
telah diperoleh nasabah. Kombinasi pembelian dari nasabah produsen dan
penjualan kepada pihak pem-beli itu menghasilkan skema pembiayaan berupa
istishna’ paralel atau istishna’wal murabahah, dan bila hasil produksi tersebut
disewakan, skemanya menjadi istishna’ wal ijarah. Bank memperoleh keuntungan
dari selisih harga beli (istishna’) dengan harga jual (murabahah atau dari
hasil sewa (ijarah).
3.
Bai’ as Salam
Untuk produksi yang prosesnya tidak dapat diikuti, seperti
produksi pertanian, bank dapat memberikan fasili-tas bai’ al salam. Melalui
fasilitas ini bank melakukan pemesanan barang kepada nasabah dengan pembayaran
di muka secara sekaligus, dan nasabah berkewajiban men-deliver barang tersebut
pada tanggal yang disepakati dalam kontrak. Pada waktu yang bersamaan bank
dapat mencari pembeli atas produk tersebut. Kombinasi ini disebut salam
paralel.
Bila produksi itu dilakukan secara terus-menerus dan
perputaran modal kerja tersebut telah sedemikian secepatnya sehingga nasabah
memerlukan pembiayaan modal kerja secara evergreen, maka skema pembiayaan yang
paling tepat adalah al mudharabah.
d. Pembiayaan Modal Kerja untuk
Perdagangan
1. Perdagangan Umum
Perdagangan umum adalah perdagangan yang dilaku-kan dengan
target pembeli siapa saja yang datang membeli barang-barang yang telah
disediakan di tempat penjual, baik pedagang eceran (retailer) maupun pedagang
besar (whole seller). Pada umumnya perputaran modal kerja (working capital
turnover) perdagangan semacam ini sangat tinggi, tetapi pedagang harus
mempertahankan sejumlah persediaan yang cukup, karena barang-barang yang dijual
itu sebatas jumlah persediaan yang ada atau telah dikuasai penjual. Untuk
pembiayaan modal kerja perdagangan jenis ini skema yang paling tepat adalah skema
mudharabah.
2.
Perdagangan Berdasarkan Pesanan
Perdagangan ini biasanya tidak dilakukan atau diselesai-kan
di tempat penjual, yaitu seperti perdagangan antarkota, perdagangan antarpulau,
atau perdagangan antarnegara. Pembeli terlebih dulu memesan barang-barang yang
dibutuhkan kepada penjual berdasarkan contoh barang atau daftar barang serta
harga yang ditawarkan. Biasanya pembeli hanya akan membayar apabila
barang-barang yang dipesan telah diterimanya. Hal ini untuk menghindari
kemungkinan risiko akibat ketidakmampuan penjual memenuhi pesanan, atau
ketidaksesuaian jumlah dan kualitas barang yang dikirimkan dengan spesifikasi
yang dimaksud dalam surat penawaran atau pemesanan.
Berdasarkan pesanan itu penjual lalu
mengumpulkan barang-barang yang diminta, dengan cara membeli atau memesan, baik
dari produsen maupun dari pedagang lainnya. Setelah terkumpul, barulah
dikirimkan kepada pembeli sesuai pesanan. Apabila barang telah dikirim, maka
penjual juga menghadapi kemungkinan risiko tidak dibayarnya barang yang
dikirimnya itu. Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi kedua belah pihak,
bank konvensional telah memberikan jalan keluarnya, yaitu fasilitas letter of
credit (L/C). Bank syariah telah dapat mengadopsi mekanisme L/C itu dengan
meng-gunakan skema al wakalah, al musyarakah, al mudha-rabah, ataupun al
murabahah. Dalam hal al wakalah, bank syariah hanya memperoleh pendapatan
berupa fee atas jasa yang diberikannya.
II. Pembiayaan Investasi
Pembiayaan investasi diberikan
kepada para nasabah untuk keperluan investasi, yaitu keperluan penambahan modal
guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha, ataupun pendirian proyek baru.
Ciri-ciri
pembiayaan investasi adalah:
1.
Untuk pengadaan barang-barang modal;
2.
Mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah;
3.
Berjangka waktu menengah dan panjang
Pada umumnya, pembiayaan investasi
diberikan dalam jumlah besar dan pengendapannya cukup lama. Oleh karena itu,
perlu disusun proyeksi arus kas (projected cash flow) yang mencakup semua
komponen biaya dan pendapatan sehinga akan dapat diketahui berapa dana yang
tersedia setelah semua kewajiban terpenuhi. Kemudian, barulah disusun jadwal
amortisasi yang merupakan angsuran (pembayaran kembali) pembiayaan.
Penyusunan proyeksi arus kas ini
harus disertai pula dengan perkiraan keadaan-keadaan pada masa yang akan
datang, me-ngingat pembiayaan investasi memerlukan waktu yang cukup panjang.
Untuk memperkirakannya perlu diadakan perhitungan dan penyusunan proyeksi
neraca dan rugi laba (projected balance sheet and projected income statement)
selama jangka waktu pem-biayaan. Dari perkiraan itu akan diketahui kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba (earning power) dan kemampuan per-usahaan
untuk memenuhi kewajibannya (solvency). Melihat luasnya aspek yang harus dikelola
dan dipantau, maka untuk pembiayaan investasi bank syariah menggunakan skema
musyarakah mutanaqishah. Dalam hal ini bank memberikan pembiayaan dengan
prinsip penyertaan, dan secara bertahap bank melepaskan penyertaannya, dan
pemilik perusahaan akan mengam-bil alih kembali, baik dengan menggunakan
surplus cash flow yang tercipta maupun dengan menambah modal, baik yang berasal
dari setoran pemegang saham yang ada ataupun dengan mengundang pemegang saham
baru.
Skema lain yang dapat digunakan oleh
bank syariah adalah al ijarah al muntahia bittamlik, yaitu menyewakan barang
modal dengan opsi diakhiri dengan pemilikan. Sumber perusahaan untuk pembayaran
sewa ini adalah amortisasi atas barang modal yang bersangkutan, surplus, dan
sumber-sumber lain yang dapat diper-oleh perusahaan.
III. Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh
pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk
me-menuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan
primer (pokok atau dasar) dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah
kebutuhan pokok, baik berupa barang, seperti makanan, minuman, pakaian, dan
tempat tinggal, maupun berupa jasa, seperti pendidikan dasar dan pengobatan.
Sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan, yang secara
kuan-titatif maupun kualitatif lebih tingi atau lebih mewah dari kebutuhan
primer, baik berupa barang, seperti makanan dan minuman, pakaian/ perhiasan,
bangunan rumah, kendaraan, dan sebagainya, maupun berupa jasa seperti pendidikan,
pelayanan kesehatan, pariwisata, hiburan, dan sebagainya.
Pada umumnya, bank konvensional
membatasi pemberian kredit untuk pemenuhan barang tertentu yang dapat disertai
dengan bukti kepemilikan yang sah, seperti rumah dan kendaraan bermotor, yang
kemudian menjadi barang jaminan utama (main collateral). Sedangkan untuk
pemenuhan kebutuhan jasa, bank meminta jaminan berupa barang lain yang dapat
diikat sebagai collateral. Sumber pembayaran kembali atas pembiayaan tersebut
berasal dari sumber pendapatan lain, dan bukan dari eksploitasi barang yang
dibiayai dari fasilitas ini.
Bank syariah dapat menyediakan
pembiayaan komersil untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan
menggunakan skema:
1. Al bai’ bi tsaman ajil (salah satu
bentuk murabahah) atau jual-beli dengan angsuran.
2. Al ijarah al muntahia bit tamlik
atau sewa beli.
3. Al musyarakah mutanaqhishah atau
descreasing participation, di mana secara bertahap bank menurunkan jumlah
partisipa-sinya.
4. Ar Rahn untuk memenuhi kebutuhan
jasa.
Pembiayaan konsumsi tersebut di atas
lazim digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sekunder. Sedangkan kebutuhan primer
pada umumnya tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan komersil. Seseorang yang
belum mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tergolong fakir atau miskin, dan oleh
karena itu ia wajib diberikan zakat atau shadaqah, atau maksimal diberikan
pinjaman kebajikan (al qardh al hasan), yaitu pinjaman dengan kewajiban
pengembalian pinjaman pokoknya saja, tanpa imbalan apapun.
E. Sistem
Bunga dan Bagi hasil
Sistem bunga dan bagi hasil dapat jelaskan sebagai berikut :
Dibawah ini
beberapa perbedaan antara bunga dan bagi hasil, yaitu:
Sistem Bunga
|
Sistem Bagi hasil
|
Penentuan bunga dibuat pada waktu
akad dengan asumsi harus selalu untung
|
Penentuan besarnya rasio/ nisbah
bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung
rugi
|
Besarnya persentase berdasarkan
pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
|
Besarnya rasio bagi hasil
berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
|
Pembayaran bunga tetap seperti
yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak
nasabah untung atau rugi
|
tergantung pada keuntungan proyek
yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh
kedua belah pihak.
|
Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang
“booming”
|
Jumlah pembagian laba meningkat
sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
|
Eksistensi bunga diragukan (kalau
tidak dikecam) oleh beberapa kalangan
|
Tidak ada yang meragukan keabsahan
bagi hasil
|
0 Response to "MANAJEMEN BANK ISLAM"
Post a Comment