Kata Asuransi bersumber dari bahasa
Inggris yaitu insurance yg artinya jaminan. Asuransi ialah merupakan perjanjian
pertanggungan bersama antara dua orang-orang alias lebih, pihak yg satu akan
mendapatkan pembayaran tertentu bila terjadi musibah umpama kebakaran,
kecelakaan alias meninggal dunia. Sedangkan pihak yg lain (termasuk yg terkena
musibah membayar iuran yg sudah ditentukan oleh waktu dan besar jumlahnya.
Di Indonesia ada dua macam asuransi
yaitu asuransi harus yg dikoordinir oleh pemerintah umpama asuransi bagi
orang-orang yg mempunyai kendaraan bermotor, asuransi kesehatan dan tetap tak
sedikit lagi. Kemudian asuransi sukarela yaitu asuransi yg didirikan oleh
sebuah lembaga perusahaan alias kelompok masyarakat umpama asuransi jiwa,
asuransi pendidikan, asuransi properti dan lain sebagainya.
Hukum Asuransi Dalam Sudut Pandang Islam
Ditinjau dari aspek pandang islam
asuransi tergolong dari perjuangan gotong royong alias tolong membantu yg
dianjurkan oleh islam sebagaimana firman Allah SWT yg tercantum dalam surat
Al-Maidah ayat 2 beri
Yang pertama berkata tentang asuransi di kalangan umat islam yaitu Muhammad bin Amir bin Umar, yg populer dengan Ibnu Abidin Addimasyqi dari mazhab hanafi, wafat pada tahun 1252 Hijriyah alias sama dengan 1836 Masehi. Hal tersebut sudah diragukan dalam kitabnya RADDULMUKHTAR SYARAH TANWIRUL ABSHAR, kitab tersebut dikenal dengan nama HASYIYAH IBNU ABIDIN. Masalah itu juga diungkapkan dalam bukunya yg berjudul AJWIBAH MUHAQQAAQAH’AN AS ILAH MUTAFARRIQAH (jawaban yg benar dari berbagai masalah).
Menurut keterangan Ibnu Abidin bahwa : “Jika seorang pedagang menyewa kapal untuk dimuati barang-barang dari luar negeri islam, kemudian ongkos kapal sudah dibayar, dan membayar sejumlah keuangan tertentu pada seseorang di luar negeri islam untuk menjamin keselamatan pedagang itu. Maka apabila terkena musibah (tenggelam alias terbakar) pedagang itu, jadi perjanjian (jasa asuransi) harus membayar ganti menyesal terhadap musibah itu. Yang demikian itu hukumnya haram. Pedagang Muslim itu tak boleh mendapatkan ganti menyesal itu terhadap barang-barangnya yg sudah binasa.
Dan dikala jasa-jasa asuransi sudah memasuki negara-negara islam, jadi asuransi tersebut sudah dipandangnya dengan pandangan yg ragu-ragu. Maka tidak sedikit diantara mereka yang mengharamkanya dengan argument/pendapat kebodohan terhadap syariat/ajaran dan mengandung penipuan. Yang lain menyebut bahwa faktor itu sama dengan riba yg diharamkan. Ada yg menyebut sebagai perjudian dan tak percaya terhadap takdir Allah SWT.
Akan melainkan pandangan para pakar fiqih yg lain menyatakan bahwa asuransi hukumnya Halal alias boleh tidaklah Haram. Melihat faktor itu pada sistem jaminan. Maka adanya perbedaan pendapat diatas kedua belah pihak, nyatanya tak sedikit condong pada bolehnya asuransi yg sifatnya ialah sosial dan tolong menolong. Dan mesikipun demikian tetap dituntut kesucian usahanya dari praktek riba.
0 Response to "ASURANSI DALAM PANDANGAN ISLAM"
Post a Comment